KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 760/MENKES/SK/VI/2007
TENTANG
PENETAPAN LANJUTAN RUMAH SAKIT RUJUKAN BAGI ORANG DENGAN
HIV DAN AIDS (ODHA)
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa kasus Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) di
kalangan masyarakat khususnya masyarakat usia produktif
cenderung
potensial terhadap kesehatan masyarakat di Indonesia yang
dapat berdampak luas dan negatif bagi ketahanan bangsa
dan negara;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan
bagi ODHA, perlu ditetapkan rumah sakit rujukan bagi ODHA;
c. bahwa meningkatnya jumlah kasus HIV dan AIDS yang cukup
tinggi memerlukan jumlah rumah sakit rujukan ODHA yang
memadai di setiap propinsi;
d. bahwa
832/Menkes/SK/X/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit
Rujukan bagi ODHA, dalam lampiran I telah ditetapkan
sejumlah 75 rumah sakit rujukan ODHA;
e. bahwa jumlah rumah sakit rujukan ODHA perlu ditambah
untuk memperluas akses layanan kesehatan bagi ODHA di
seluruh Indonesia
meningkat
sehingga
merupakan
ancaman
dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273);
1
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
3. Undang-Undang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1981 tentang
Penanggulangan
Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3447);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas,
Kementerian Negara Republik Indonesia;
7. Keputusan
Pembentukan Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS;
8. Peraturan
VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporan dan
Tata Cara Penanggulangannya;
9. Keputusan Menteri Kesejahteraan Rakyat Nomor 9/KEP/1994
tentang
Indonesia;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/
X/2002 tentang Pedoman Penanggulangan HIV dan AIDS
dan Penyakit Menular Seksual;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1507/Menkes/SK/
X/2005 tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing
HIV dan AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling and
Testing);
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Wabah
Penyakit
Menular
(Lembaran
Fungsi,
Susunan
Organisasi
dan
Tata
Kerja
Presiden
Nomor
36
Tahun
1994
tentang
Menteri
Kesehatan
Nomor
560/Menkes/Per/
Strategi
Nasional
Penanggulangan
AIDS
di
2
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/
XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 832/Menkes/SK/X/2006
tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan bagi ODHA dan
Standar Rumah Sakit Rujukan ODHA dan Satelitnya
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu
:
KEPUTUSAN
PENETAPAN
DENGAN HIV DAN AIDS (ODHA).
MENTERI
RUMAH
KESEHATAN
SAKIT
RUJUKAN
RI
TENTANG
BAGI
ORANG
Kedua
:
Daftar rumah sakit rujukan bagi Orang Dengan HIV dan AIDS
(ODHA) sebagaimana dimaksud Diktum Pertama sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.
Ketiga
:
Dalam memberikan pelayanan kesehatan rumah sakit rujukan
sebagaimana dimaksud Diktum Pertama mempunyai tugas
antara lain sebagai berikut:
1. Menyusun Standar Prosedur Operasional
2. Menjamin ketersediaan obat ARV yang secara langsung
didistribusikan oleh PT Kimia Farma (sesuai dengan prosedur
khusus yang berlaku) dan obat infeksi oportunistik tertentu.
3. Menyiapkan sarana, prasarana, dan fasilitas yang sesuai
dengan pedoman.
4. Menyiapkan tenaga kesehatan yang terdiri dokter ahli,
dokter/dokter gigi, perawat, apoteker, analis laboratorium,
konselor dan manajer kasus;
5. Membentuk tim kelompok kerja/pokja khusus HIV dan AIDS
yang terdiri dari tenaga medis dan non medis yang telah
dilatih melalui pelatihan khusus HIV dan AIDS.
3
6. Melaporkan pelaksanaan pemberian pelayanan bagi orang
dengan HIV dan AIDS
Keempat
:
Rumah sakit rujukan bertanggung jawab kepada Menteri
Kesehatan dan wajib menyampaikan laporan secara berkala
melalui Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Kelima
:
Monitoring
pelayanan kesehatan bagi Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA)
akan dilakukan oleh tim yang terdiri dari Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik, Direktorat Jendral P2 dan PL, dan stakeholder
terkait. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan secara berkala (1
tahun sekali).
dan
evaluasi
sehubungan
dengan
pemberian
Keenam
:
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan
ini dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan
tugasnya masing-masing.
Ketujuh
:
Rumah sakit rujukan wajib menyampaikan laporan secara
berkala kepada Menteri Kesehatan RI melalui Direktur Jenderal
Bina Pelayanan Medik.
Kedelapan
:
Hal-hal yang bersifat teknis selanjutnya diatur dengan Surat
Keputusan Dirjen Bina Pelayanan Medik.
4
Kesembilan :
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2007
MENTERI KESEHATAN,
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI Sp.JP(K)
Tembusan:
1. Komisi Penanggulangan HIV DAN AIDS Nasional di Jakarta
2. Para gubenur/ bupati /walikota setempat
3. Para Pejabat Eselon 1 di Departemen Kesehatan
4. Para Pejabat Eselon 2 terkait di Departemen Kesehatan
5
Lampiran I
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor
Tanggal : ..................................
: ...................................
DAFTAR RUMAH SAKIT RUJUKAN BAGI ORANG DENGAN HIV DAN AIDS
No.
1.
Nanggroe Aceh
Darussalam
2.
Nanggroe Aceh
Darussalam
3.
Nanggroe Aceh
Darussalam
4.
Nanggroe Aceh
Darussalam
5.
Nanggroe Aceh
Darussalam
6.
Nanggroe Aceh
Darussalam
7.
Nanggroe Aceh
Darussalam
8.
Nanggroe Aceh
Darussalam
9.
Sumatera Utara
10.
Sumatera Utara
11.
Sumatera Utara
12.
Sumatera Utara
13.
Sumatera Utara
14.
Sumatera Utara
15.
Sumatera Utara
16.
Sumatera Utara
17.
Sumatera Utara
Propinsi
Kabupaten/Kota
Banda Aceh
Nama Rumah Sakit
RSU Dr. Zainoel Abidin
Aceh Timur
RSU Langsa
Aceh Utara
RSU Cut Meutia
Aceh Barat
RSU Cut Nyak Dhien
Aceh Tamiang
RSU Tamiang
Banda Aceh
RS Kodam I
Banda Aceh
RS Bhayangkara NAD
Pidie
RSU Sigli
Medan
Medan
Medan
Medan
Medan
Balige
Deli Serdang
Karo
Pematang Siantar
6
RSU H. Adam Malik
RSU Dr. Pirngadi
RS Bhayangkara Tk.II Sumut
RS Kesdam II Bukit Barisan
RS Haji Us Syifa Medan
RS HKBP Balige
RSU Lubuk Pakam
RS Kabanjahe
RSU Pematang Siantar
18.
Sumatera Barat
19.
Sumatera Barat
20.
Sumatera Barat
21.
Riau
22.
Riau
23.
Riau
24.
Riau
25.
Kepulauan Riau
26.
Kepulauan Riau
27.
Kepulauan Riau
28.
Kepulauan Riau
29.
Kepulauan Riau
30.
Kepulauan Riau
31.
Sumatera Selatan
32.
Sumatera Selatan
33.
Sumatera Selatan
34.
Sumatera Selatan
35.
Sumatera Selatan
36.
Sumatera Selatan
37.
Bengkulu
38.
Jambi
39.
Jambi
40.
Lampung
Padang
Bukittinggi
Padang Pariaman
Pekan Baru
Pekanbaru
Dumai
Indragiri Hilir
Batam
Batam
Batam
Karimun
Tanjung Pinang
Tanjung Pinang
Palembang
Palembang
Palembang
Palembang
Muara Enim
Ogan Komering Ulu
Bengkulu
Jambi
Tanjung Jabung
Barat
Bandar Lampung
41.
Lampung
42.
Lampung
43.
Lampung
44.
Bangka Belitung
45.
Bangka Belitung
46.
Bangka Belitung
47.
DKI Jakarta
48.
DKI Jakarta
Metro
Lampung Utara
Lampung Selatan
Bangka
Pangkal Pinang
Belitung
Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
7
RSU Dr. M. Djamil
RSU Dr. Achmad Mochtar
RSUD Pariaman
RSU Pekan Baru
RS Jiwa Pusat Pekanbaru/RSJ
Tampan
RSU Dumai
RSU Puri Husada
RS Budi Kemuliaan
RS Otorita Batam
RS Awal Bros
RSU Kabupaten Karimun
RSU Tanjung Pinang
RSAL Dr. Midiyanto S.
RSU Dr. M.Hoesin Palembang
RS RK Charitas
RSJ Palembang
RSU Kota Palembang
RSU Prabumulih
RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja
RSU Dr. M. Yunus
RSU Raden Mattaher
RSU K.H. Daud Arif, Kualatungkal
RSU Dr.H. Abdoel Moeloek
Tanjung Karang
RS Ahmad Yani
RS H.M. Ryacudu
RS Pringsewu
RSU Sungai Liat
RSU Pangkal Pinang
RSU Tanjung Pandan
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
RSAL Dr. Mintoharjo
49.
DKI Jakarta
50.
DKI Jakarta
51.
DKI Jakarta
52.
DKI Jakarta
53.
DKI Jakarta
54.
DKI Jakarta
55.
DKI Jakarta
56.
DKI Jakarta
57.
DKI Jakarta
58.
DKI Jakarta
59.
DKI Jakarta
60.
DKI Jakarta
61.
DKI Jakarta
62.
DKI Jakarta
63.
DKI Jakarta
64.
DKI Jakarta
65.
DKI Jakarta
66.
Jawa Barat
67.
Jawa Barat
68.
Jawa Barat
69.
Jawa Barat
70.
Jawa Barat
71.
Jawa Barat
72.
Jawa Barat
73.
Jawa Barat
74.
Jawa Barat
75.
Jawa Barat
76.
Jawa Barat
77.
Jawa Barat
78.
Jawa Barat
79.
Jawa Barat
80.
Jawa Barat
81.
Jawa Barat
Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bogor
Bogor
Bogor
Bekasi
Bekasi
Sukabumi
Sukabumi
Ciamis
RSPAD Gatot Soebroto
RS Kramat 128
RS St. Carolus
RSPI Dr. Sulianti Saroso
RSU Koja
RSU Persahabatan
RSJ Duren Sawit
RS Kepolisian Pusat Dr. Soekanto
RSU Pasar Rebo
RSU Budhi Asih
RS Kanker Dharmais
RSAB Harapan Kita
RSUD Cengkareng
RSU Tarakan Jakarta
RSU Fatmawati
RS Ketergantungan Obat
RS FK UKI
RSUP Hasan Sadikin
RS St. Borromeus
RSU Cimahi
RS Ujung Berung
RS Bungsu
RS Paru Dr. H. Rotinsulu
RS Imanuel
RS Kebon Jati
RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi
RSUD Ciawi
RSU PMI Bogor
RSU Bekasi
RSU Ananda
RS Bhayangkara
RSU R. Sjamsudin
RSU Ciamis
8
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 760/MENKES/SK/VI/2007
TENTANG
PENETAPAN LANJUTAN RUMAH SAKIT RUJUKAN BAGI ORANG DENGAN
HIV DAN AIDS (ODHA)
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa kasus Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) di
kalangan masyarakat khususnya masyarakat usia produktif
cenderung
potensial terhadap kesehatan masyarakat di Indonesia yang
dapat berdampak luas dan negatif bagi ketahanan bangsa
dan negara;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan
bagi ODHA, perlu ditetapkan rumah sakit rujukan bagi ODHA;
c. bahwa meningkatnya jumlah kasus HIV dan AIDS yang cukup
tinggi memerlukan jumlah rumah sakit rujukan ODHA yang
memadai di setiap propinsi;
d. bahwa
832/Menkes/SK/X/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit
Rujukan bagi ODHA, dalam lampiran I telah ditetapkan
sejumlah 75 rumah sakit rujukan ODHA;
e. bahwa jumlah rumah sakit rujukan ODHA perlu ditambah
untuk memperluas akses layanan kesehatan bagi ODHA di
seluruh Indonesia
meningkat
sehingga
merupakan
ancaman
dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273);
1
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
3. Undang-Undang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1981 tentang
Penanggulangan
Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3447);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas,
Kementerian Negara Republik Indonesia;
7. Keputusan
Pembentukan Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS;
8. Peraturan
VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporan dan
Tata Cara Penanggulangannya;
9. Keputusan Menteri Kesejahteraan Rakyat Nomor 9/KEP/1994
tentang
Indonesia;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/
X/2002 tentang Pedoman Penanggulangan HIV dan AIDS
dan Penyakit Menular Seksual;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1507/Menkes/SK/
X/2005 tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing
HIV dan AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling and
Testing);
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Wabah
Penyakit
Menular
(Lembaran
Fungsi,
Susunan
Organisasi
dan
Tata
Kerja
Presiden
Nomor
36
Tahun
1994
tentang
Menteri
Kesehatan
Nomor
560/Menkes/Per/
Strategi
Nasional
Penanggulangan
AIDS
di
2
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/
XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 832/Menkes/SK/X/2006
tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan bagi ODHA dan
Standar Rumah Sakit Rujukan ODHA dan Satelitnya
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu
:
KEPUTUSAN
PENETAPAN
DENGAN HIV DAN AIDS (ODHA).
MENTERI
RUMAH
KESEHATAN
SAKIT
RUJUKAN
RI
TENTANG
BAGI
ORANG
Kedua
:
Daftar rumah sakit rujukan bagi Orang Dengan HIV dan AIDS
(ODHA) sebagaimana dimaksud Diktum Pertama sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.
Ketiga
:
Dalam memberikan pelayanan kesehatan rumah sakit rujukan
sebagaimana dimaksud Diktum Pertama mempunyai tugas
antara lain sebagai berikut:
1. Menyusun Standar Prosedur Operasional
2. Menjamin ketersediaan obat ARV yang secara langsung
didistribusikan oleh PT Kimia Farma (sesuai dengan prosedur
khusus yang berlaku) dan obat infeksi oportunistik tertentu.
3. Menyiapkan sarana, prasarana, dan fasilitas yang sesuai
dengan pedoman.
4. Menyiapkan tenaga kesehatan yang terdiri dokter ahli,
dokter/dokter gigi, perawat, apoteker, analis laboratorium,
konselor dan manajer kasus;
5. Membentuk tim kelompok kerja/pokja khusus HIV dan AIDS
yang terdiri dari tenaga medis dan non medis yang telah
dilatih melalui pelatihan khusus HIV dan AIDS.
3
6. Melaporkan pelaksanaan pemberian pelayanan bagi orang
dengan HIV dan AIDS
Keempat
:
Rumah sakit rujukan bertanggung jawab kepada Menteri
Kesehatan dan wajib menyampaikan laporan secara berkala
melalui Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Kelima
:
Monitoring
pelayanan kesehatan bagi Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA)
akan dilakukan oleh tim yang terdiri dari Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik, Direktorat Jendral P2 dan PL, dan stakeholder
terkait. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan secara berkala (1
tahun sekali).
dan
evaluasi
sehubungan
dengan
pemberian
Keenam
:
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan
ini dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan
tugasnya masing-masing.
Ketujuh
:
Rumah sakit rujukan wajib menyampaikan laporan secara
berkala kepada Menteri Kesehatan RI melalui Direktur Jenderal
Bina Pelayanan Medik.
Kedelapan
:
Hal-hal yang bersifat teknis selanjutnya diatur dengan Surat
Keputusan Dirjen Bina Pelayanan Medik.
4
Kesembilan :
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2007
MENTERI KESEHATAN,
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI Sp.JP(K)
Tembusan:
1. Komisi Penanggulangan HIV DAN AIDS Nasional di Jakarta
2. Para gubenur/ bupati /walikota setempat
3. Para Pejabat Eselon 1 di Departemen Kesehatan
4. Para Pejabat Eselon 2 terkait di Departemen Kesehatan
5
Lampiran I
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor
Tanggal : ..................................
: ...................................
DAFTAR RUMAH SAKIT RUJUKAN BAGI ORANG DENGAN HIV DAN AIDS
No.
1.
Nanggroe Aceh
Darussalam
2.
Nanggroe Aceh
Darussalam
3.
Nanggroe Aceh
Darussalam
4.
Nanggroe Aceh
Darussalam
5.
Nanggroe Aceh
Darussalam
6.
Nanggroe Aceh
Darussalam
7.
Nanggroe Aceh
Darussalam
8.
Nanggroe Aceh
Darussalam
9.
Sumatera Utara
10.
Sumatera Utara
11.
Sumatera Utara
12.
Sumatera Utara
13.
Sumatera Utara
14.
Sumatera Utara
15.
Sumatera Utara
16.
Sumatera Utara
17.
Sumatera Utara
Propinsi
Kabupaten/Kota
Banda Aceh
Nama Rumah Sakit
RSU Dr. Zainoel Abidin
Aceh Timur
RSU Langsa
Aceh Utara
RSU Cut Meutia
Aceh Barat
RSU Cut Nyak Dhien
Aceh Tamiang
RSU Tamiang
Banda Aceh
RS Kodam I
Banda Aceh
RS Bhayangkara NAD
Pidie
RSU Sigli
Medan
Medan
Medan
Medan
Medan
Balige
Deli Serdang
Karo
Pematang Siantar
6
RSU H. Adam Malik
RSU Dr. Pirngadi
RS Bhayangkara Tk.II Sumut
RS Kesdam II Bukit Barisan
RS Haji Us Syifa Medan
RS HKBP Balige
RSU Lubuk Pakam
RS Kabanjahe
RSU Pematang Siantar
18.
Sumatera Barat
19.
Sumatera Barat
20.
Sumatera Barat
21.
Riau
22.
Riau
23.
Riau
24.
Riau
25.
Kepulauan Riau
26.
Kepulauan Riau
27.
Kepulauan Riau
28.
Kepulauan Riau
29.
Kepulauan Riau
30.
Kepulauan Riau
31.
Sumatera Selatan
32.
Sumatera Selatan
33.
Sumatera Selatan
34.
Sumatera Selatan
35.
Sumatera Selatan
36.
Sumatera Selatan
37.
Bengkulu
38.
Jambi
39.
Jambi
40.
Lampung
Padang
Bukittinggi
Padang Pariaman
Pekan Baru
Pekanbaru
Dumai
Indragiri Hilir
Batam
Batam
Batam
Karimun
Tanjung Pinang
Tanjung Pinang
Palembang
Palembang
Palembang
Palembang
Muara Enim
Ogan Komering Ulu
Bengkulu
Jambi
Tanjung Jabung
Barat
Bandar Lampung
41.
Lampung
42.
Lampung
43.
Lampung
44.
Bangka Belitung
45.
Bangka Belitung
46.
Bangka Belitung
47.
DKI Jakarta
48.
DKI Jakarta
Metro
Lampung Utara
Lampung Selatan
Bangka
Pangkal Pinang
Belitung
Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
7
RSU Dr. M. Djamil
RSU Dr. Achmad Mochtar
RSUD Pariaman
RSU Pekan Baru
RS Jiwa Pusat Pekanbaru/RSJ
Tampan
RSU Dumai
RSU Puri Husada
RS Budi Kemuliaan
RS Otorita Batam
RS Awal Bros
RSU Kabupaten Karimun
RSU Tanjung Pinang
RSAL Dr. Midiyanto S.
RSU Dr. M.Hoesin Palembang
RS RK Charitas
RSJ Palembang
RSU Kota Palembang
RSU Prabumulih
RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja
RSU Dr. M. Yunus
RSU Raden Mattaher
RSU K.H. Daud Arif, Kualatungkal
RSU Dr.H. Abdoel Moeloek
Tanjung Karang
RS Ahmad Yani
RS H.M. Ryacudu
RS Pringsewu
RSU Sungai Liat
RSU Pangkal Pinang
RSU Tanjung Pandan
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
RSAL Dr. Mintoharjo
49.
DKI Jakarta
50.
DKI Jakarta
51.
DKI Jakarta
52.
DKI Jakarta
53.
DKI Jakarta
54.
DKI Jakarta
55.
DKI Jakarta
56.
DKI Jakarta
57.
DKI Jakarta
58.
DKI Jakarta
59.
DKI Jakarta
60.
DKI Jakarta
61.
DKI Jakarta
62.
DKI Jakarta
63.
DKI Jakarta
64.
DKI Jakarta
65.
DKI Jakarta
66.
Jawa Barat
67.
Jawa Barat
68.
Jawa Barat
69.
Jawa Barat
70.
Jawa Barat
71.
Jawa Barat
72.
Jawa Barat
73.
Jawa Barat
74.
Jawa Barat
75.
Jawa Barat
76.
Jawa Barat
77.
Jawa Barat
78.
Jawa Barat
79.
Jawa Barat
80.
Jawa Barat
81.
Jawa Barat
Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Barat
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bandung
Bogor
Bogor
Bogor
Bekasi
Bekasi
Sukabumi
Sukabumi
Ciamis
RSPAD Gatot Soebroto
RS Kramat 128
RS St. Carolus
RSPI Dr. Sulianti Saroso
RSU Koja
RSU Persahabatan
RSJ Duren Sawit
RS Kepolisian Pusat Dr. Soekanto
RSU Pasar Rebo
RSU Budhi Asih
RS Kanker Dharmais
RSAB Harapan Kita
RSUD Cengkareng
RSU Tarakan Jakarta
RSU Fatmawati
RS Ketergantungan Obat
RS FK UKI
RSUP Hasan Sadikin
RS St. Borromeus
RSU Cimahi
RS Ujung Berung
RS Bungsu
RS Paru Dr. H. Rotinsulu
RS Imanuel
RS Kebon Jati
RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi
RSUD Ciawi
RSU PMI Bogor
RSU Bekasi
RSU Ananda
RS Bhayangkara
RSU R. Sjamsudin
RSU Ciamis
8
PROFIL
- katon
- DLM HIDUP BANYAK COBAAN MENGHADANG. DLM HTI: "YA ALLAH BANTU Q HDAPI SEMUA INI N TABAHKANLAH HATI INI". SESULIT APA PUN HIDUP INI JANGAN PERNAH MENYERAH DLM SETIAP COBAAN PASTI ADA HIKMAH DIDALAMNYA. KARENA ITU ---->BERUSAHA DAN BERDOALAH CZ -BERUSAHA TANPA DOA SOMBONG- DOA TANPA USAHA BOHONG- OPTIMIS PASTI BISA!
Minggu, 24 Oktober 2010
DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT DI INDONESIA, 2010 Juni 2010
Penawaran
DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT DI INDONESIA, 2010
Juni 2010
Pertumbuhan rumah sakit (RS) di Indonesia cukup tinggi dalam kurun sepuluh tahun ini. Namun,
pertumbuhan tersebut tidak berbanding lurus dengan kualitasnya. Dari 1.354 rumah sakit di Indonesia,
yang terakreditasi baru 534 unit RS atau sekitar 41,33 persen. Menurut Menteri Kesehatan Endang
Rahayu Sedyaningsih, pada 2001 jumlah RS pemerintah di Indonesia sebanyak 598 unit. Pada akhir
2008 sudah mencapai 655 unit. Demikian juga pertumbuhan RS swasta. Pada 2001 baru sebanyak 580
unit, namun pada akhir 2008 jumlahnya sudah menyalip RS pemerintah, yang mencapai 699 unit.
Hingga saat ini jumlah rumah sakit di Indonesia yang melakukan akreditasi belum mencapai 50%.
Pengelola RS baik RS pemerintah maupun swasta, masih enggan melaksanakannya. Sampai akhir 2009,
baru sekitar 41,33% atau 534 unit RS yang terakreditasi dari jumlah 1.334 unit RS di Indonesia. UU No
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit tegas menyatakan seluruh rumah sakit wajib akreditasi yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanannya.
Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) memperkirakan, layanan kesehatan akan bersaing
ketat setelah adanya China-ASEAN Free Trade Area. Dengan berlakunya ACFTA, maka akan semakin
banyak didirikan RS swasta dan membanjirnya dokter asing. Berdasarkan Data terbaru Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDM) Departemen
Kesehatan, jumlah dokter yang ada saat ini sekitar 11.865 orang, sedangkan perkiraan kebutuhan
dokter untuk seluruh wilayah Indonesia sebanyak 13.958 orang, berarti masih kekurangan tenaga
dokter sekitar 2.000 orang. Sementara itu, jumlah bidan yang ada di Indonesia mencapai 57.489 orang,
sedangkan kebutuhan tenaga tersebut 106.829 orang.
Pada tahun 2006, ada sekitar 385 item obat yang harga eceran tertingginya ditetapkan dan jumlahnya
terus bertambah hingga 453 item di tahun 2010. Khusus obat generik bermerek dagang, pemerintah
sebatas mengendalikan di fasilitas kesehatan pemerintah. Jika obat generik tidak tersedia, fasilitas
kesehatan pemerintah dapat menggunakan obat generik merek dagang dengan harga maksimal tiga
kali lipat harga obat generik dengan International Nonproprietary Name INN. Sedangkan saat ini,
terdapat sekitar 13.000 macam obat yang beredar di Indonesia. Obat generik bermerek dagang di
pasaran harganya dapat mencapai 12 kali lipat dari harga obat generik dengan nama (INN) untuk jenis
obat yang sama.
Ketersediaan obat generik rata-rata 12,8 bulan, padahal idealnya 18 bulan sehingga ketersediaan
terjamin saat proses pengadaan berlangsung. Di Indonesia Timur, ketersediaan obat rata-rata 10,4
bulan. Obat bisa berbulan-bulan kosong sampai pengadaan berikutnya. Ke depan, pemerintah tidak
hanya memikirkan penurunan harga obat serendah-rendahnya, tetapi juga keberlangsungan produksi
obat tersebut.
Di tengah persaingan dunia pengobatan saat ini, setiap manajemen rumah sakit perlu mengetahui dan
memahami berbagai peraturan yang berlaku. Untuk itu, PT Media Data Riset berusaha membantu para
stakeholders kesehatan dengan menyediakan Kumpulan Peraturan Rumah Sakit dan Kesehatan di
Indonesia.
Daftar Peraturan Rumah Sakit di Indonesia 2010 ini, disusun dalam bentuk buku setebal 500 halaman
dan kami tawarkan seharga Rp 4.000.000 (empat juta rupiah) per-copy untuk versi Bahasa Indonesia.
Untuk pemesanan dan informasi lebih lanjut dapat menghubungi PT Media Data Riset melalui
Telepon (021) 809-6071, Fax (021) 809-6071, atau email : info@mediadata.co.id. Formulir pemesanan
kami lampirkan bersama penawaran ini.
Jakarta, Juni 2010
PT Media Data Riset
Drh. H. Daddy Kusdriana M.Si
Direktur Utama
Daftar Isi
DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT DI INDONESIA, 2010
Juni 2010
1. PEDAHULUAN
2. PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT
2.1. Perkembangan Jumlah Rumah Sakit
2.1.1. Rumah Sakit berdiri di tahun
2008
2.1.2. Rasio jumlah tempat tidur RS,
2005- 2008
2.2. Peranan Rumah Sakit Pemerintah
2.3. Keberadaan Rumah Sakit Masih
Terkonsentrasi di Pulau Jawa
2.4. Anggaran Bidang Kesehatan 2008–
2010
2.5. Rumah Sakit Swasta
2.5.1. Rumah Sakit Swasta Minta
Keringanan
2.5.2. Perlukan Intervensi Pemerintah
dalam Menyiapkan RS Swasta
2.6. RS Berstandar Internasional
2.7. Keberadaan Dokter di Indonesia
2.8. Obat Generik
2.8.1. Penyesuaian Harga Obat
Generik 2010
2.8.2. Produsen obat generik
2.8.3. Potensi Pasar Obat
2.8.4. Pasar Obat 2010
2.8.5. Obat Askes
3. DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT
3.1. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
3.2. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit
3.3. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran
3.4. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
3.5. Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
3.6. Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2009
Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku Pada Departemen Kesehatan
3.7. Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2010 Tentang
Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010
3.8. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
1152/Menkes/SK/XI/2009
Tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Bidang
Kesehatan Tahun Anggaran 2010
3.9
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
HK.02.02/MENKES/068/I/2010
Tentang Kewajiban Menggunakan
Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah
3.10. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
HK.03.01/Menkes/146/I/2010 Tentang
Harga Obat Generik
3.11. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
HK03.01/MENKES/159/I/2010
Tentang Pedoman Pembinaan Dan
Pengawasan
Penggunaan
Obat
Generik Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah
3.12. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
510/MENKES/SK/IV/2010
Tentang
Pedoman Harga Pengadaan Obat
Anti Tuberkulosis – FDC Tahun 2010
3.13. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
161/MENKES/PER/I/2010
Tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan
3.14. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
299/MENKES/PER/II/2010
Tentang
Penyelenggaraan Program Internsip
Dan Penempatan Dokter Pasca
Internsip
3.15. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
317/MENKES/PER/III/2010 Tentang
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan
Warga Negara Asing Di Indonesia
3.16. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
659/MENKES/PER/VIII/2009 Tentang
Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia.
3.17. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
4/KMK.05/2010 Tentang Penetapan
Rumah
Sakit
Kusta
Sitanala
Tangerang
Pada
Departemen
Kesehatan
Sebagai
Instansi
Pemerintah
Yang
Menerapkan
Pengelolaan
Keuangan
Badan
Layanan Umum
3.18. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
226/KMK.05/2009 Tentang Penetapan
Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan
Partowidigdo Cisarua Bogor Pada
departemen
Kesehatan
Sebagai
Instansi
Pemerintah
Yang
Menerapkan Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum
3.19. Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008
Tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang
Kesehatan
Di
Kabupaten/Kota
3.20. Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 TAHUN 2002 Tentang
Pedoman Susunan Organisasi Dan
Tata Kerja Rumah Sakit Daerah
3.21. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
560/MENKES/SK/IV/2003
Tentang
Pola Tarif Perjan Rumah Sakit
3.22. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1173/MENKES/PER/X/2004 Tentang
Rumah Sakit Gigi Dan Mulut
3.23. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004
Tentang
Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah
Sakit
3.24. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
269/MENKES/PER/III/2008 Tentang
Rekam Medis
3.25. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
780/MENKES/PER/VIII/2008
Tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Radiologi
3.26. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
512/MENKES/PER/IV/2007 Tentang
Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran
3.27. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang
Penyelenggaraan Praktik Dokter Dan
Dokter Gigi
3.28. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
101/PMK.04/2007
Tentang
Pembebasan Bea Masuk Atas Impor
Peralatan
Dan
Bahan
Yang
Digunakan
Untuk
Mencegah
Pencemaran Lingkungan
3.29. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat
Dan
Makanan
Republik
Indonesia Nomor : PO.01.01.31.03660
Tentang
Pengaturan
Khusus
Penyaluran
Dan
Penyerahan
Buprenorfin
3.30. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1202/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang
Indikator Indonesia Sehat 2010 Dan
Pedoman
Penetapan
Indikator
Provinsi Sehat Dan Kabupaten/Kota
Sehat
3.31. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
:796/KMK.04/1993,Tanggal 20/08/1993
Tentang Pengenaan Pajak Bumi Dan
Bangunan Atas Rumah Sakit Swasta
***
DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT DI INDONESIA, 2010
Juni 2010
Pertumbuhan rumah sakit (RS) di Indonesia cukup tinggi dalam kurun sepuluh tahun ini. Namun,
pertumbuhan tersebut tidak berbanding lurus dengan kualitasnya. Dari 1.354 rumah sakit di Indonesia,
yang terakreditasi baru 534 unit RS atau sekitar 41,33 persen. Menurut Menteri Kesehatan Endang
Rahayu Sedyaningsih, pada 2001 jumlah RS pemerintah di Indonesia sebanyak 598 unit. Pada akhir
2008 sudah mencapai 655 unit. Demikian juga pertumbuhan RS swasta. Pada 2001 baru sebanyak 580
unit, namun pada akhir 2008 jumlahnya sudah menyalip RS pemerintah, yang mencapai 699 unit.
Hingga saat ini jumlah rumah sakit di Indonesia yang melakukan akreditasi belum mencapai 50%.
Pengelola RS baik RS pemerintah maupun swasta, masih enggan melaksanakannya. Sampai akhir 2009,
baru sekitar 41,33% atau 534 unit RS yang terakreditasi dari jumlah 1.334 unit RS di Indonesia. UU No
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit tegas menyatakan seluruh rumah sakit wajib akreditasi yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanannya.
Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) memperkirakan, layanan kesehatan akan bersaing
ketat setelah adanya China-ASEAN Free Trade Area. Dengan berlakunya ACFTA, maka akan semakin
banyak didirikan RS swasta dan membanjirnya dokter asing. Berdasarkan Data terbaru Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDM) Departemen
Kesehatan, jumlah dokter yang ada saat ini sekitar 11.865 orang, sedangkan perkiraan kebutuhan
dokter untuk seluruh wilayah Indonesia sebanyak 13.958 orang, berarti masih kekurangan tenaga
dokter sekitar 2.000 orang. Sementara itu, jumlah bidan yang ada di Indonesia mencapai 57.489 orang,
sedangkan kebutuhan tenaga tersebut 106.829 orang.
Pada tahun 2006, ada sekitar 385 item obat yang harga eceran tertingginya ditetapkan dan jumlahnya
terus bertambah hingga 453 item di tahun 2010. Khusus obat generik bermerek dagang, pemerintah
sebatas mengendalikan di fasilitas kesehatan pemerintah. Jika obat generik tidak tersedia, fasilitas
kesehatan pemerintah dapat menggunakan obat generik merek dagang dengan harga maksimal tiga
kali lipat harga obat generik dengan International Nonproprietary Name INN. Sedangkan saat ini,
terdapat sekitar 13.000 macam obat yang beredar di Indonesia. Obat generik bermerek dagang di
pasaran harganya dapat mencapai 12 kali lipat dari harga obat generik dengan nama (INN) untuk jenis
obat yang sama.
Ketersediaan obat generik rata-rata 12,8 bulan, padahal idealnya 18 bulan sehingga ketersediaan
terjamin saat proses pengadaan berlangsung. Di Indonesia Timur, ketersediaan obat rata-rata 10,4
bulan. Obat bisa berbulan-bulan kosong sampai pengadaan berikutnya. Ke depan, pemerintah tidak
hanya memikirkan penurunan harga obat serendah-rendahnya, tetapi juga keberlangsungan produksi
obat tersebut.
Di tengah persaingan dunia pengobatan saat ini, setiap manajemen rumah sakit perlu mengetahui dan
memahami berbagai peraturan yang berlaku. Untuk itu, PT Media Data Riset berusaha membantu para
stakeholders kesehatan dengan menyediakan Kumpulan Peraturan Rumah Sakit dan Kesehatan di
Indonesia.
Daftar Peraturan Rumah Sakit di Indonesia 2010 ini, disusun dalam bentuk buku setebal 500 halaman
dan kami tawarkan seharga Rp 4.000.000 (empat juta rupiah) per-copy untuk versi Bahasa Indonesia.
Untuk pemesanan dan informasi lebih lanjut dapat menghubungi PT Media Data Riset melalui
Telepon (021) 809-6071, Fax (021) 809-6071, atau email : info@mediadata.co.id. Formulir pemesanan
kami lampirkan bersama penawaran ini.
Jakarta, Juni 2010
PT Media Data Riset
Drh. H. Daddy Kusdriana M.Si
Direktur Utama
Daftar Isi
DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT DI INDONESIA, 2010
Juni 2010
1. PEDAHULUAN
2. PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT
2.1. Perkembangan Jumlah Rumah Sakit
2.1.1. Rumah Sakit berdiri di tahun
2008
2.1.2. Rasio jumlah tempat tidur RS,
2005- 2008
2.2. Peranan Rumah Sakit Pemerintah
2.3. Keberadaan Rumah Sakit Masih
Terkonsentrasi di Pulau Jawa
2.4. Anggaran Bidang Kesehatan 2008–
2010
2.5. Rumah Sakit Swasta
2.5.1. Rumah Sakit Swasta Minta
Keringanan
2.5.2. Perlukan Intervensi Pemerintah
dalam Menyiapkan RS Swasta
2.6. RS Berstandar Internasional
2.7. Keberadaan Dokter di Indonesia
2.8. Obat Generik
2.8.1. Penyesuaian Harga Obat
Generik 2010
2.8.2. Produsen obat generik
2.8.3. Potensi Pasar Obat
2.8.4. Pasar Obat 2010
2.8.5. Obat Askes
3. DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT
3.1. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
3.2. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit
3.3. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran
3.4. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
3.5. Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
3.6. Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2009
Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku Pada Departemen Kesehatan
3.7. Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2010 Tentang
Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010
3.8. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
1152/Menkes/SK/XI/2009
Tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Bidang
Kesehatan Tahun Anggaran 2010
3.9
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
HK.02.02/MENKES/068/I/2010
Tentang Kewajiban Menggunakan
Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah
3.10. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
HK.03.01/Menkes/146/I/2010 Tentang
Harga Obat Generik
3.11. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
HK03.01/MENKES/159/I/2010
Tentang Pedoman Pembinaan Dan
Pengawasan
Penggunaan
Obat
Generik Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah
3.12. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
510/MENKES/SK/IV/2010
Tentang
Pedoman Harga Pengadaan Obat
Anti Tuberkulosis – FDC Tahun 2010
3.13. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
161/MENKES/PER/I/2010
Tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan
3.14. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
299/MENKES/PER/II/2010
Tentang
Penyelenggaraan Program Internsip
Dan Penempatan Dokter Pasca
Internsip
3.15. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
317/MENKES/PER/III/2010 Tentang
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan
Warga Negara Asing Di Indonesia
3.16. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
659/MENKES/PER/VIII/2009 Tentang
Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia.
3.17. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
4/KMK.05/2010 Tentang Penetapan
Rumah
Sakit
Kusta
Sitanala
Tangerang
Pada
Departemen
Kesehatan
Sebagai
Instansi
Pemerintah
Yang
Menerapkan
Pengelolaan
Keuangan
Badan
Layanan Umum
3.18. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
226/KMK.05/2009 Tentang Penetapan
Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan
Partowidigdo Cisarua Bogor Pada
departemen
Kesehatan
Sebagai
Instansi
Pemerintah
Yang
Menerapkan Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum
3.19. Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008
Tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang
Kesehatan
Di
Kabupaten/Kota
3.20. Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 TAHUN 2002 Tentang
Pedoman Susunan Organisasi Dan
Tata Kerja Rumah Sakit Daerah
3.21. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
560/MENKES/SK/IV/2003
Tentang
Pola Tarif Perjan Rumah Sakit
3.22. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1173/MENKES/PER/X/2004 Tentang
Rumah Sakit Gigi Dan Mulut
3.23. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004
Tentang
Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah
Sakit
3.24. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
269/MENKES/PER/III/2008 Tentang
Rekam Medis
3.25. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
780/MENKES/PER/VIII/2008
Tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Radiologi
3.26. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
512/MENKES/PER/IV/2007 Tentang
Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran
3.27. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang
Penyelenggaraan Praktik Dokter Dan
Dokter Gigi
3.28. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
101/PMK.04/2007
Tentang
Pembebasan Bea Masuk Atas Impor
Peralatan
Dan
Bahan
Yang
Digunakan
Untuk
Mencegah
Pencemaran Lingkungan
3.29. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat
Dan
Makanan
Republik
Indonesia Nomor : PO.01.01.31.03660
Tentang
Pengaturan
Khusus
Penyaluran
Dan
Penyerahan
Buprenorfin
3.30. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1202/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang
Indikator Indonesia Sehat 2010 Dan
Pedoman
Penetapan
Indikator
Provinsi Sehat Dan Kabupaten/Kota
Sehat
3.31. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
:796/KMK.04/1993,Tanggal 20/08/1993
Tentang Pengenaan Pajak Bumi Dan
Bangunan Atas Rumah Sakit Swasta
***
ABORTUS
a. Abortus imminens
(Penyakit atau Kelaninan ABORTUS pada Ibu Hamil) – Tanda dan gejala:
a. Perdarahan vagina: merah segar atau coklat
b. Jumlah perdarahan sedikit/ perdarahan bercak
c. Dapat terjadi terus menerus untuk beberapa hari sampai 2 minggu
d. Kram abdomen bagian bawah atau sakit punggung normal
Manajemen
a. Trimester I dengan sedikit perdarahan, tanpa disertai kram
1) Tirah baring tidak terlalu bermanfaat; aktivitas normal dapat dilanjutkan kembali kecuali wanita merasa tidak nyaman atau lebih memilih untuk istirahat
2) Istirahatkan panggul (tidak berhubungan seksual, tidak melakukan irigasi, atau memasukkan sesuatu ke vagina)
3) Tidak melakukan aktivitas seksual yang menimbulkan orgasme
4) Segera beritahu bidan jika terdapat :
• Perdarahan meningkat
• Kram dan nyeri pinggang meningkat
• Semburan cairan dari vagina
• Demam atau gejala mirip flu
a. Perdarahan vagina: merah segar atau coklat
b. Jumlah perdarahan sedikit/ perdarahan bercak
c. Dapat terjadi terus menerus untuk beberapa hari sampai 2 minggu
d. Kram abdomen bagian bawah atau sakit punggung normal
Manajemen
a. Trimester I dengan sedikit perdarahan, tanpa disertai kram
1) Tirah baring tidak terlalu bermanfaat; aktivitas normal dapat dilanjutkan kembali kecuali wanita merasa tidak nyaman atau lebih memilih untuk istirahat
2) Istirahatkan panggul (tidak berhubungan seksual, tidak melakukan irigasi, atau memasukkan sesuatu ke vagina)
3) Tidak melakukan aktivitas seksual yang menimbulkan orgasme
4) Segera beritahu bidan jika terdapat :
• Perdarahan meningkat
• Kram dan nyeri pinggang meningkat
• Semburan cairan dari vagina
• Demam atau gejala mirip flu
5) Periksakan pada hari berikutnya di rumah sakit
• Evaluasi tanda-tanda vital
• Pemeriksaan dengan speculum-merupakan skrining vaginitis dan servisitis; observasi bukaan serviks, tonjolan kantong ketuban, bekuan darah, atau bagian-bagian janin
• Pemeriksaan bimanual-ukuran uterus, dilatasi, nyeri tekan, effacement, serta kondisi ketuban. Dapatkan nilai hemoglobin dan hematokrit, jenis dan Rh (jika belum ada)
b. Jika pemeriksaan negative, dapat dilakukan pemeriksaan ultrasuara untuk menentukan kelangsungan hidup janin, tanggal kelahiran, dan jika mungkin untuk menenangkan wanita
c. Jika pemeriksaan fisik dan ultrasuara negatif, tenangkan wanita, kaji ulang gejala bahaya dan pertahankan nilai normal
d. Konsultasi ke dokter jika terjadi perdarahan hebat, kram meningkat, atau hasil pemeriksaan fisik dan ultrasuara menunjukan hasil abnormal
• Evaluasi tanda-tanda vital
• Pemeriksaan dengan speculum-merupakan skrining vaginitis dan servisitis; observasi bukaan serviks, tonjolan kantong ketuban, bekuan darah, atau bagian-bagian janin
• Pemeriksaan bimanual-ukuran uterus, dilatasi, nyeri tekan, effacement, serta kondisi ketuban. Dapatkan nilai hemoglobin dan hematokrit, jenis dan Rh (jika belum ada)
b. Jika pemeriksaan negative, dapat dilakukan pemeriksaan ultrasuara untuk menentukan kelangsungan hidup janin, tanggal kelahiran, dan jika mungkin untuk menenangkan wanita
c. Jika pemeriksaan fisik dan ultrasuara negatif, tenangkan wanita, kaji ulang gejala bahaya dan pertahankan nilai normal
d. Konsultasi ke dokter jika terjadi perdarahan hebat, kram meningkat, atau hasil pemeriksaan fisik dan ultrasuara menunjukan hasil abnormal
b. Abortus Insipiens
Keguguran membakat ini tidak dapat dihentikan, karena setiap saat dapat terjadi ancaman perdarahan dan pengeluaran hasil konsepsi. Abortus ditandai dengan:
a. Perdarahan lebih banyak
b. Perut mules (sakit) lebih hebat
c. Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis terbuka dan jaringan/hasil konsepsi dapat teraba
Keguguran membakat ini tidak dapat dihentikan, karena setiap saat dapat terjadi ancaman perdarahan dan pengeluaran hasil konsepsi. Abortus ditandai dengan:
a. Perdarahan lebih banyak
b. Perut mules (sakit) lebih hebat
c. Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis terbuka dan jaringan/hasil konsepsi dapat teraba
Penanganan
1. Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan:
a) Berikan ergometrin 0,2 mg I.M (dapat diulang sesudah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam jika perlu)
b) Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus
2. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
a) Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi, kemudian evakuasi sisa-sisa hasil konsepsi
b) Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
1. Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan:
a) Berikan ergometrin 0,2 mg I.M (dapat diulang sesudah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam jika perlu)
b) Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus
2. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
a) Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi, kemudian evakuasi sisa-sisa hasil konsepsi
b) Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
c. Abortus Inkomplit
Ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus.
Gejala klinis yang dapat terjadi:
1) Perdarahan berlangsung terus
2) Perdarahan mendadak
3) Disertai infeksi dengan suhu tinggi
4) Dapat terjadi degenerasi ganas (korio karsinoma)
Ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus.
Gejala klinis yang dapat terjadi:
1) Perdarahan berlangsung terus
2) Perdarahan mendadak
3) Disertai infeksi dengan suhu tinggi
4) Dapat terjadi degenerasi ganas (korio karsinoma)
Pada pemeriksaan dijumpai gambaran:
1) Kanalis servikalis terbuka
2) Dapat diraba jaringan dalam rahim atau dikanalis servikalis
3) Kanalis servikalis tertutup dan perdarahan berlangsung terus
4) Dengan pemeriksaan sonde perdarahan bertambah
1) Kanalis servikalis terbuka
2) Dapat diraba jaringan dalam rahim atau dikanalis servikalis
3) Kanalis servikalis tertutup dan perdarahan berlangsung terus
4) Dengan pemeriksaan sonde perdarahan bertambah
Penanganan
1) Jika perdarahan tidak terlalu banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg I.M atau misoprostol 400 mcg per oral
2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:
• Aspirasi Vakum Manual (AVM), kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg I.M (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu)
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan I.V (garam fisiologik atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
1) Jika perdarahan tidak terlalu banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg I.M atau misoprostol 400 mcg per oral
2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:
• Aspirasi Vakum Manual (AVM), kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg I.M (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu)
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan I.V (garam fisiologik atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
d. Abortus Komplit
Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan, sehingga tidak memerlukan tindakan. Gambaran klinisnya adalah uterus mengecil, perdarahan sedikit, dan kanalis telah tertutup.
Penanganan:
• Tidak perlu evakuasi lagi
• Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak
• Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
• Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah
• Konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut
Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan, sehingga tidak memerlukan tindakan. Gambaran klinisnya adalah uterus mengecil, perdarahan sedikit, dan kanalis telah tertutup.
Penanganan:
• Tidak perlu evakuasi lagi
• Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak
• Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
• Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah
• Konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut
Related Article:
Penyakit atau Kelaninan KET pada Ibu Hamil - Penyakit atau Kelaninan MOLAHIDATIDOSA pada Ibu Hamil - Asuhan Kebidanan Pada Radang Genetalia Interna: PARAMETRITIS (SELLULITIS PELVIKA) - Kehamilan Ganda: Komplikasi dan Penyulit Dalam Kehamilan - Asuhan Kebidanan Pada Radang Genetalia Interna: MYOMETRITIS -
Penyakit atau Kelaninan KET pada Ibu Hamil - Penyakit atau Kelaninan MOLAHIDATIDOSA pada Ibu Hamil - Asuhan Kebidanan Pada Radang Genetalia Interna: PARAMETRITIS (SELLULITIS PELVIKA) - Kehamilan Ganda: Komplikasi dan Penyulit Dalam Kehamilan - Asuhan Kebidanan Pada Radang Genetalia Interna: MYOMETRITIS -
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 156/Menkes/SK/I/2010
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 156/Menkes/SK/I/2010
TENTANG
PEMBERIAN INSENTIF BAGI TENAGA KESEHATAN DALAM RANGKA PENUGASAN
KHUSUS DI PUSKESMAS DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan di daerah
terpencil, perbatasan, dan kepulauan dibutuhkan ketersediaan
tenaga kesehatan yang memadai;
b. bahwa untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat perlu diberikan insentif bagi tenaga kesehatan yang
melaksanakan penugasan khusus di daerah terpencil, perbatasan,
dan kepulauan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Pemberian Insentif Bagi
Tenaga Kesehatan Dalam Rangka Penugasan Khusus di Daerah
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3890);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4400);
1
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3637);
7. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
9. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengangkatan
Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2000;
10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Pulau-Pulau Kecil Terluar;
12. Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan dan Menteri
Kesehatan Nomor 1122/Menkes/SKB/1999 dan Nomor
NKB/01/IX/1999 tentang Kerjasama Pembinaan Kesehatan dalam
Rangka Pertahanan Keamanan Negara;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 508/Menkes/SK/IV/2007
tentang Penetapan Lama Penugasan Dan Besaran Insentif Bagi
Tenaga Medis Dan Bidan Pegawai Tidak Tetap Yang Bertugas
Pada Sarana Pelayanan Kesehatan;
2
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/VIII/2007
tentang Kriteria Sarana Pelayanan Kesehatan Terpencil Dan
Sangat Terpencil sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan nomor 1239/Menkes/Per/XII/2007.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1231/Menkes/Per/XI/2007
tentang Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia Kesehatan;
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1235/Menkes/SK/XII/2007
tentang Pemberian Insentif Bagi Sumber Daya Manusia Kesehatan
Yang Melaksanakan Penugasan Khusus;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/ XI/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEMBERIAN
INSENTIF BAGI TENAGA KESEHATAN DALAM RANGKA
PENUGASAN KHUSUS DI PUSKESMAS DAERAH TERPENCIL,
PERBATASAN DAN KEPULAUAN.
Kedua : Kriteria penentuan besaran insentif bagi tenaga kesehatan yang
bertugas di puskesmas daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan
sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu tercantum dalam
Lampiran I Keputusan ini.
Ketiga : Tenaga kesehatan penerima insentif sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Kesatu terdiri atas perawat, kesehatan lingkungan, gizi, analis
kesehatan dengan kualifikasi pendidikan Diploma III, dan D-III
kesehatan lainnya selain bidan sesuai dengan kebutuhan daerah
tersebut.
Keempat : Daftar puskesmas penerima insentif bagi tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu tercantum dalam
Lampiran II Keputusan ini.
Kelima : Daftar puskesmas penerima insentif sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Keempat dapat diubah sesuai dengan kebutuhan.
3
Keenam : Alokasi biaya untuk pembayaran insentif sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Kedua dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan.
Ketujuh : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 28 Januari 2010
Menteri,
ttd
Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH
4
Lampiran I
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 156/Menkes/SK/I/2010
Tanggal : 28 Januari 2010
BESARAN INSENTIF BAGI TENAGA KESEHATAN DALAM RANGKA PENUGASAN
KHUSUS DI DAERAH TERTINGGAL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN
I. INSENTIF DAN JENIS TENAGA KESEHATAN
A. Jenis Insentif
insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang bertugas di DTPK berupa
uang.
B. Penentuan Besaran Insentif
Besaran insentif pelaksanaan tugas ditentukan berdasarkan wilayah tempat tugas,
jenjang pendidikan dan status kepegawaian.
1. Pembagian Wilayah
Besaran insentif dibedakan berdasarkan wilayah tempat tugas sebagai
berikut:
a. Regional I
Bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan pada Kabupaten/Kota di wilayah
Indonesia Timur sebagai berikut:
1) Provinsi Papua
2) Provinsi Papua Barat
3) Provinsi Maluku
4) Provinsi Maluku Utara
5) Provinsi Nusa Tenggara Timur
6) Provinsi Sulawesi Barat
7) Provinsi Sulawesi Tengah
8) Provinsi Sulawesi Tenggara
9) Provinsi Sulawesi Utara khusus Kabupaten Sangihe, Kabupaten
Talaud, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Sitaro
10) Provinsi Sulawesi Selatan khusus Kepulauan Selayar.
5
b. Regional II
Bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan pada Kabupaten/Kota di luar
wilayah Jawa Bali, sebagai berikut:
1) Provinsi Sumatera Utara
2) Provinsi Bengkulu
3) Provinsi Kepulauan Riau
4) Provinsi Kalimantan Barat
5) Provinsi Kalimantan Timur
2. Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan tenaga kesehatan penerima insentif adalah D-III bidang
kesehatan.
3. Status Kepegawaian
Status pegawai tenaga kesehatan penerima insentif adalah pegawai kontrak
untuk penugasan khusus.
C. Besaran Insentif
Besaran biaya insentif finansial yang diberikan bagi tenaga kesehatan yang di
tugaskan di DTPK sebagai berikut:
Jenjang Pendidikan Besaran Insentif
(D-III)
Besar Penghasilan
Pokok
Regional I Regional II
Perawat 1,700,000 2,700,000 1,700,000
Kesehatan lingkungan 1,700,000 2,700,000 1,700,000
Gizi 1,700,000 2,700,000 1,700,000
Analis kesehatan 1,700,000 2,700,000 1,700,000
D-III Kesehatan lainnya selain
bidan
1,700,000 2,700,000 1,700,000
Besaran insentif yang diberikan disesuaikan dengan gaji/honor yang diterima, agar
jumlah biaya yang di bawa pulang (Take Home Pay) per bulan berdasarkan
jenjang pendidikan adalah sama. Besaran biaya THP hanya dibedakan
berdasarkan regionalisasi tempat penugasan.
6
Total biaya yang diperoleh bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan di DTPK
didapat dengan metode penghitungan sebagai berikut:
Komponen biaya
Status Kepegawaian
Besar Penghasilan
Pokok
Insentif
Jumlah Total
Pegawai Kontrak √ √
Besar Penghasilan Pokok +
Insentif
Menteri,
ttd
Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH
7
NOMOR 156/Menkes/SK/I/2010
TENTANG
PEMBERIAN INSENTIF BAGI TENAGA KESEHATAN DALAM RANGKA PENUGASAN
KHUSUS DI PUSKESMAS DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan di daerah
terpencil, perbatasan, dan kepulauan dibutuhkan ketersediaan
tenaga kesehatan yang memadai;
b. bahwa untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat perlu diberikan insentif bagi tenaga kesehatan yang
melaksanakan penugasan khusus di daerah terpencil, perbatasan,
dan kepulauan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Pemberian Insentif Bagi
Tenaga Kesehatan Dalam Rangka Penugasan Khusus di Daerah
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3890);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4400);
1
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3637);
7. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
9. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengangkatan
Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2000;
10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Pulau-Pulau Kecil Terluar;
12. Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan dan Menteri
Kesehatan Nomor 1122/Menkes/SKB/1999 dan Nomor
NKB/01/IX/1999 tentang Kerjasama Pembinaan Kesehatan dalam
Rangka Pertahanan Keamanan Negara;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 508/Menkes/SK/IV/2007
tentang Penetapan Lama Penugasan Dan Besaran Insentif Bagi
Tenaga Medis Dan Bidan Pegawai Tidak Tetap Yang Bertugas
Pada Sarana Pelayanan Kesehatan;
2
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/VIII/2007
tentang Kriteria Sarana Pelayanan Kesehatan Terpencil Dan
Sangat Terpencil sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan nomor 1239/Menkes/Per/XII/2007.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1231/Menkes/Per/XI/2007
tentang Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia Kesehatan;
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1235/Menkes/SK/XII/2007
tentang Pemberian Insentif Bagi Sumber Daya Manusia Kesehatan
Yang Melaksanakan Penugasan Khusus;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/ XI/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEMBERIAN
INSENTIF BAGI TENAGA KESEHATAN DALAM RANGKA
PENUGASAN KHUSUS DI PUSKESMAS DAERAH TERPENCIL,
PERBATASAN DAN KEPULAUAN.
Kedua : Kriteria penentuan besaran insentif bagi tenaga kesehatan yang
bertugas di puskesmas daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan
sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu tercantum dalam
Lampiran I Keputusan ini.
Ketiga : Tenaga kesehatan penerima insentif sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Kesatu terdiri atas perawat, kesehatan lingkungan, gizi, analis
kesehatan dengan kualifikasi pendidikan Diploma III, dan D-III
kesehatan lainnya selain bidan sesuai dengan kebutuhan daerah
tersebut.
Keempat : Daftar puskesmas penerima insentif bagi tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu tercantum dalam
Lampiran II Keputusan ini.
Kelima : Daftar puskesmas penerima insentif sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Keempat dapat diubah sesuai dengan kebutuhan.
3
Keenam : Alokasi biaya untuk pembayaran insentif sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Kedua dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan.
Ketujuh : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 28 Januari 2010
Menteri,
ttd
Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH
4
Lampiran I
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 156/Menkes/SK/I/2010
Tanggal : 28 Januari 2010
BESARAN INSENTIF BAGI TENAGA KESEHATAN DALAM RANGKA PENUGASAN
KHUSUS DI DAERAH TERTINGGAL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN
I. INSENTIF DAN JENIS TENAGA KESEHATAN
A. Jenis Insentif
insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang bertugas di DTPK berupa
uang.
B. Penentuan Besaran Insentif
Besaran insentif pelaksanaan tugas ditentukan berdasarkan wilayah tempat tugas,
jenjang pendidikan dan status kepegawaian.
1. Pembagian Wilayah
Besaran insentif dibedakan berdasarkan wilayah tempat tugas sebagai
berikut:
a. Regional I
Bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan pada Kabupaten/Kota di wilayah
Indonesia Timur sebagai berikut:
1) Provinsi Papua
2) Provinsi Papua Barat
3) Provinsi Maluku
4) Provinsi Maluku Utara
5) Provinsi Nusa Tenggara Timur
6) Provinsi Sulawesi Barat
7) Provinsi Sulawesi Tengah
8) Provinsi Sulawesi Tenggara
9) Provinsi Sulawesi Utara khusus Kabupaten Sangihe, Kabupaten
Talaud, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Sitaro
10) Provinsi Sulawesi Selatan khusus Kepulauan Selayar.
5
b. Regional II
Bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan pada Kabupaten/Kota di luar
wilayah Jawa Bali, sebagai berikut:
1) Provinsi Sumatera Utara
2) Provinsi Bengkulu
3) Provinsi Kepulauan Riau
4) Provinsi Kalimantan Barat
5) Provinsi Kalimantan Timur
2. Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan tenaga kesehatan penerima insentif adalah D-III bidang
kesehatan.
3. Status Kepegawaian
Status pegawai tenaga kesehatan penerima insentif adalah pegawai kontrak
untuk penugasan khusus.
C. Besaran Insentif
Besaran biaya insentif finansial yang diberikan bagi tenaga kesehatan yang di
tugaskan di DTPK sebagai berikut:
Jenjang Pendidikan Besaran Insentif
(D-III)
Besar Penghasilan
Pokok
Regional I Regional II
Perawat 1,700,000 2,700,000 1,700,000
Kesehatan lingkungan 1,700,000 2,700,000 1,700,000
Gizi 1,700,000 2,700,000 1,700,000
Analis kesehatan 1,700,000 2,700,000 1,700,000
D-III Kesehatan lainnya selain
bidan
1,700,000 2,700,000 1,700,000
Besaran insentif yang diberikan disesuaikan dengan gaji/honor yang diterima, agar
jumlah biaya yang di bawa pulang (Take Home Pay) per bulan berdasarkan
jenjang pendidikan adalah sama. Besaran biaya THP hanya dibedakan
berdasarkan regionalisasi tempat penugasan.
6
Total biaya yang diperoleh bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan di DTPK
didapat dengan metode penghitungan sebagai berikut:
Komponen biaya
Status Kepegawaian
Besar Penghasilan
Pokok
Insentif
Jumlah Total
Pegawai Kontrak √ √
Besar Penghasilan Pokok +
Insentif
Menteri,
ttd
Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH
7
Langganan:
Postingan (Atom)