tag:blogger.com,1999:blog-24463618583704191012024-02-07T18:47:08.041-08:00katon-mxdxAKBID DHARMA HUSADA KEDIRIkatonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.comBlogger23125tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-10152928235260808312010-11-16T05:05:00.000-08:002010-11-16T05:06:40.615-08:00JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT SALAH SATU CARA MENSEJAHTEKARAN RAKYAT1. A. Pendahuluan<br /><br />Pembangunan kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup (Susenas, 2003) dan AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003).<br /><br />Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan didalam pelayanan kesehatan terutama yang terkait dengan biaya pelayanan kesehatan, ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of pocket). Biaya kesehatan yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke palayanan kesehatan.<br /><br />Selama ini dari aspek pengaturan masalah kesehatan baru di atur dalam tataran Undang-Undang dan peraturan yang ada dibawahnya, tetapi sejak Amandemen UUD 1945 perubahan ke dua dalam Pasal 28H Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam Amandemen UUD 1945 perubahan ke tiga Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.<br /><br />Untuk memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah penyediaan fasilitas kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta kesehatan adalah merupakan kesehatan merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi dari Pemerintah. <br /><br /> <br /><br /><br /> 1. B. Jaminan Kesehatan Masyarakat<br /><br /><br />Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, krisis moneter yang terjadi sekitar tahun 1997 telah memberikan andil meningkatkan biaya kesehatan berlipat ganda, sehingga menekan akses penduduk, terutama penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan. Hambatan utama pelayanan kesehatan masyarakat miskin adalah masalah pembiayaan kesehatan dan transportasi. Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan pelayanan kesehatan yang mendorong peningkatan biaya kesehatan, diantaranya perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket, dan subsidi pemerintah untuk semua lini pelayanan, disamping inflasi di bidang kesehatan yang melebihi sektor lain.<br /><br /> <br /><br />Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, sejak tahun 1998 Pemerintah melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Dimulai dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS-BK) tahun 1998 – 2001, Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) tahun 2001 dan Program Kompensasi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Tahun 2002-2004. Program-program tersebut diatas berbasis pada ‘provider’ kesehatan (supply oriented), dimana dana disalurkan langsung ke Puskesmas dan Rumah Sakit. Provider kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) berfungsi ganda yaitu sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK) dan juga mengelola pembiayaan atas pelayanan kesehatan yang diberikan. Kondisi seperti ini menimbulkan beberapa permasalahan antara lain terjadinya defisit di beberapa Rumah Sakit dan sebaliknya dana yang berlebih di Puskesmas, juga menimbulkan fungsi ganda pada PPK yang harus berperan sebagai ‘Payer’ sekaligus ‘Provider’.<br /><br />Dengan di Undangkannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan perubahan yang mendasar bagi perasuransian di Indonesia khusunya Asuransi Sosial dimana salah satu program jaminan sosial adalah jaminan kesehatan. Dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 dinayatakan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan agar peserta memperolah manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dasar, hal ini merupakan salah satu bentuk atau cara agar masyarakat dapat dengan mudah melakukan akses ke fasilitas kesehatan atau mendapatkan pelayanan kesehatan. Namun demikian undang-Undang tersebut belum dapat di implementasikan mengingat aturan pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden sampai dengan saat ini belum satupun diundangkan kecuali Keputusan Presiden tentang Pengangkatan Dewan Jaminan Sosial Nasional. Belum dapat diimplementasikannya Undang– Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional semakin membuat kelompok masyarakat tertentu yaitu masyarakat miskin dan tidak mampu sulit untuk mendapatkan pelayanan.<br /><br /> <br /><br />Sejak awal agenda 100 hari Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu telah berupaya untuk mengatasi hambatan dan kendala terkait dengan pelayanan kesehatan khusunya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yaitu kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan nama Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN). PT Askes (Persero) dalam pengelolaan Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN) didasarkan pada Undang-Undang Nomor ........ tentang Badan Umum Milik Negara dimana dalam Pasal ...... dinyatakan bahwa ................<br /><br /> <br /><br />Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan mana program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) mengacu pada prinsip-prinsip asuransi sosial:<br /><br /><br /> 1. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu.<br /><br /> 2. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional.<br /><br /> 3. Pelayanan Terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.<br /><br /> 4. Transparan dan akuntabel.<br /><br /><br /> <br /><br />Pada semester I tahun 2005, penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin dikelola sepenuhnya oleh PT Askes (Persero) meliputi pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di RS dengan sasaran sejumlah 36.146.700 jiwa sesuai data BPS tahun 2004. Dalam perjalanannya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di semester I tahun 2005, ditemukan permasalahan yang utama yaitu perbedaan data jumlah masyarakat miskin BPS dengan data jumlah masyarakat miskin di setiap daerah disertai beberapa permasalahan lainnya antara lain: program belum tersosialisasi dengan baik, penyebaran kartu peserta belum merata, keterbatasan sumber daya manusia PT Askes (Persero) di lapangan, minimnya biaya operasional dan manajemen di Puskesmas, kurang aktifnya Posyandu dan lain-lain.<br /><br /> <br /><br />Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka pada semester II tahun 2005, mekanisme penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin diubah. Untuk pembiayaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya disalurkan langsung ke Puskemas melalui bank BRI. PT Askes (Persero) hanya mengelola pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat miskin di Rumah Sakit (RS). Disamping itu sasaran program disesuaikan menjadi 60.000.000 jiwa.<br /><br /> <br /><br />Berdasarkan pengalaman-pengalaman pelayanan kesehatan di masa lalu dan upaya untuk mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif dan efisien masih perlu diterapkan mekanisme jaminan kesehatan yang berbasis asuransi sosial. Penyelenggaraan program ini melibatkan beberapa pihak yaitu Pemerintah Pusat (Departemen Kesehatan), Pemerintah Daerah, Pengelola Jaminan Kesehatan (PT.Askes (Persero)), dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit dimana masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan pelayanan kesehatan dengan biaya dan mutu yang terkendali.<br /><br /> <br /><br />Berlandaskan pada upaya pengembangan sistem jaminan tersebut pada tahun 2006, penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang meliputi pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan di Rumah Sakit dikelola sepenuhnya melalui mekanisme asuransi sosial oleh PT Askes (Persero).<br /><br />Dengan pertimbangan pengendalian biaya pelayanan kesehatan, peningkatan mutu, transparansi dan akuntabiltas, serta mengingat keterbatasan pendanaan, dilakukan perubahan pengelolaan program Askeskin pada tahun 2008, dengan memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi pembayaraan dengan didukung penempatan tenaga verifikator di setiap Rumah Sakit. Selain itu mulai di berlakukannya Tarif Paket Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di Rumah Sakit dengan nama program berubah menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS). Peserta Jamkesmas telah dibagi dalam bentuk Kuota disetiap Kabupaten/Kota berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2006. kuota tersebut menimbulkan persoalan mengingat masih banyak masyarakat miskin di Kabupaten/Kota yang tidak masuk/menjadi peserta Jamkesmas sementara kebijakan Jamkemas adalah bagi masyarakat miskin diluar Kuota yang ditetapkan maka menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah<br /><br />Program ini telah berjalan memasuki tahun ke–5 (lima) dan telah banyak hasil yang dicapai terbukti dengan terjadinya kenaikan yang luar biasa dari pemanfaatan program ini dari tahun ke tahun oleh masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dan pemerintah telah meningkatkan jumlah masyarakat yang dijamin maupun pendanaannya. Pelaksanaan Jamkesmas 2009 merupakan kelanjutan pelaksanaan Jamkesmas 2008 dengan penyempurnaan dan peningkatan yang mencakup aspek kepesertaan, pelayanan kesehatan, pendanaan, organisasi dan manajemen. Untuk aspek kepesertaan, Jamkesmas mencakup 76,4 juta jiwa dengan dilakukan updating peserta Jamkesmas di Kabupaten/Kota, optimalisasi data masyarakat miskin, termasuk gelandangan, pengemis, anak terlantar dan masyarakat miskin tanpa identitas. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam berkontribusi terhadap masyarakat miskin di luar kuota. Dalam program ini, masih melibatkan PT Askes (Persero) yaitu melaksanakan tugas dalam manajemen kepesertaan Jamkesmas, Dilakukan peningkatan pelayanan kesehatan dan penerapan sistem Indonesian Diagnosis Related Group (INA–DRG) dalam upaya kendali biaya dan kendali mutu pada seluruh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) lanjutan sejak 1 Januari 2009.<br /><br />Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu selanjutnya disebut peserta Jamkesmas, sejumlah 76,4 juta jiwa bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (Menkes) sesuai SK Menkes Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 yang telah ditetapkan nomor, nama dan alamatnya melalui SK Bupati/Walikota tentang penetapan peserta Jamkesmas serta gelandangan, pengemis, anak terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas, pasien sakit jiwa kronis, penyakit kusta dan sasaran Program Keluarga Harapan (PKH) yang belum menjadi peserta Jamkesmas.<br /><br />Apabila masih terdapat masyarakat miskin yang tidak terdapat dalam kuota Jamkesmas, pembiayaan kesehatannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat dan mekanisme pengelolaannya mengikuti model Jamkesmas, hal tersebut dimaksudkan agar semua masyarakat miskin terlindungi jaminan kesehatan dan dimasa yang akan datang dapat dicapai universal coverage. Sampai saat ini masyarakat yang sudah ada jaminan kesehatan baru mencapai 50,8% dari kurang labih 230 juta jiwa penduduk, hal tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:<br /><br /> <br /><br />KONDISI PENCAPAIAN TARGET JAMINAN KESEHATAN<br /><br />SAMPAI TAHUN 2009<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Jenis Jaminan<br /><br /> <br /><br />Jumlah (Juta)<br /><br /><br />Askes Sosial (PNS)<br /><br /> <br /><br />14,9<br /><br /><br />Askes Komersial<br /><br /> <br /><br />2,2<br /><br /><br />Jamsostek<br /><br /> <br /><br />3,9<br /><br /><br />ASABRI<br /><br /> <br /><br />2,0<br /><br /><br />Asuransi Lain<br /><br /> <br /><br />6.6<br /><br /><br />Jamkesmas<br /><br /> <br /><br />76,4<br /><br /><br />Jamkesmas Daerah<br /><br /> <br /><br />10,8<br /><br /><br />Jumlah / Total<br /><br /> <br /><br />116,8<br /><br /><br />Persentase thd Penduduk (tahun 2009 = 230 jt)<br /><br /> <br /><br />50.8%<br /><br /><br />Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan<br /><br /> <br /><br />Pada tahun 2014 Pusat Jaminan dan Pembiayaan Kesehatan diharapkan sudah terjadi universal coverage untuk itu strategi yang perlu dibangun dalam rangka universal coverage adalah :<br /><br /><br /> 1. Peningkatan cakupan peserta Pemda (Pemda)<br /><br /> 2. Peningkatan cakupan peserta pekerja formal (formal)<br /><br /> 3. Peningkatan cakupan peserta pekerja informal (in-formal)<br /><br /> 4. Peningkatan cakupan peserta individual (individu)<br /><br /><br /> <br /><br />Peningkatan cakupan dalam rangka universal coverage tidak mungkin dilakukan dilakukan secara bertahap dengan strategi sebagaimana dalam tabel sebagai berikut :<br /><br /> <br /><br />PENTAHAPAN<br /><br />UNIVERSAL COVERAGE 2014<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan<br /><br />Untuk mencapai Universal Coverage pada tahun 2014 maka perlu ada sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hal yang paling penting dalam mensinegikan jaminan kesehatan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah masalah pembiayaan. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdapat dalam Keputusan Bupati/Walikota akan dibiayai dari APBN, Masyarakat miskin dan tidak mampu diluar kuota ditanggung oleh Pemerintah Daerah dengan sumber biaya dari APBD, Kelompok Pekerja dibiayai dari institusi masing-masing ( PNS, ASABRI, JAMSOSTEK) dan kelompok individu (kaya dan sangat kaya) membiayai diri sendiri dengan asuransi kesehatan komersial atau asuransi kesehatan lainnya. Untuk itu skenario dalam pembiayaan jaminan kesehatan dalam rangka universal coverage dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut : <br /><br /> <br /><br />SINERGI PUSAT DAN DAERAH DALAM RANGKA<br /><br />MENUJU UNIVERSAL COVERAGE<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan<br /><br />Sampai saat ini sudah banyak Pemerintah Daerah yang mempunyai kemampuan menyediakan dana melalui APBD dalam rangka memberikan jamianan kesehatan bagi masyarakatnya diluar kuota Jamkesmas. Namun pelaksanaanya antara pemerintah daerah yang satu dengan pemerintah daerah yang lain berbeda-beda, sampai saat ini sekurang-kurangnya ada dua nama program dalam pelayanan kesehatan di daerah yaitu Jaminan Kesehatan Daerah dengan Bapel dan Pelayanan Kesehatan Gratis untuk semua penduduk.<br /><br /><br /> 1. C. JAMINAN KESEHATAN DAERAH<br /><br /><br />Bagi Pemerintah Daerah yang mempunyai kemampuan keuangan, maka masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas pelayanan kesehatannya di tanggung oleh Pemerintah daerah yang penyelenggaraanya berbeda-beda. Pertanyaan yang harus terjawab adalah “ Dapatkah uang yang disediakan Pemerintah Daerah dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip asuransi sosial seperti Jamkesmas dengan nama Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA)”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut :<br /><br /><br /> 1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 22H dinyatakan bahwa daerah mempunyai kewajiban mengembangkan sistem jaminan sosial. Dengan demikian maka Pemerintah Daerah diwajibkan mengembangkan sistem jaminan sosial yang didalamnya adalah termasuk jaminan kesehatan.<br /><br /> 2. Keputusan Mahkamah Konsititusi dalam Judicial Review pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 diputuskan bahwa :<br /><br /> 1. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (1) tidak bertentangan dengan UUD 1945 selama dimaksud oleh ketentuan tersebut adalah pembentukan badan penyelenggara Jaminan Sosial Nasional tingkat Nasional yang berada dipusat.<br /><br /> 2. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 karena materi yang terkandung didalamnya telah tertampung dalam Pasal 52 yang apabila diertahankan keberadaanya akan menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum.<br /><br /> 3. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (2) walaupun tidak dimohonkan dalam potitum namun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari ayat (3) sehingga jika dipertahankan keberadaanya akan menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum.<br /><br /> 4. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 52yang dimohonkan tidak cukup beralasan.<br /><br /><br /><br />Menyatakan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.<br /><br /><br /> 1. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kota, dalam lampiran Peraturan Pemerintah tersebut pada huruf B tentang pembagian urusan pemerintahan Bidang Kesehatan dalam sub bidang pembiayaan kesehatan Pemerintahan Daerah Provinsi mempunyai kewenangan melakukan 1). Pengelolaan/penyelenggaraan, bimbingan, pengendalian jaminan pemeliharaan kesehatan skala provinsi, 2). Bimbingan dan pengendalian penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional ( tugas perbantuan). Sementara Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan melakukan 1). Pengelolaan/penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sesuai dengan kondisi lokal, 2). Menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional ( tugas perbantuan).<br /><br /><br />Dari tigal hal tersebut diatas maka Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Daerah. Namun demikian agar dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan mengikat maka perlu diatur dengan Peraturan Daerah. Substansi materi pokok yang perlu diatur dalam Peraturan Daerah tersebut adalah :<br /><br /><br /> 1. Peserta dan Kepesertaan :<br /><br /><br />Dalam Bab ini muatan materi yang perlu diatur adalah hal-hal sebagai berikut :<br /><br /><br /> 1. Siapa yang akan menjadi peserta dalam Jamkesda Selatan. Apakah seluruh masyarakat atau hanya masyarakat miskin saja, bagaimana dengan masyarakat yang selama ini sudah memegang premi atau dijamin dengan jaminan kesehatan lain, apakah tetap menjadi peserta dalam Jaminan Kesehatan ini. Sebagaimana diketahui bahwa dalam Jaminan Kesehatan ada Jaminan Kesehatan bagi PNS, JAMSOSTEK, ASABRI dan Asuransi Komersial Lainnya.<br /><br /> 2. Bagaimana mekanisme pendaftaranya<br /><br /> 3. Apa bukti/tanda bahwa seseorang adalah sebagai peserta Jamkesda (apakah cukup dengan KTP atau ada bukti khusus)<br /><br /> 4. Apakah perlu dilakukan klasifikasi terhadap peserta Jaminan Kesehatan ( masyarakat miskin, masyarakat mampu, masyarakat kaya dengan iur biaya).<br /><br /> 5. Apa saja hak dan kewajiban dari Peserta<br /><br /> 6. Apakah masyarakat diluar Kabupaten/Kota, boleh menjadi peserta Jamkesda.<br /><br /> 7. Pembiayaan :<br /><br /><br />Dalam Bab Pembiayaan hal –hal yang perludiperhatikan atau yang perlu diatur dalam BAB ini adalah :<br /><br /><br /> 1. Premi akan dibayar oleh siapa ( Apakan akan dibayar oleh Pemda) atau peserta tetap akan dikenakan iur biaya<br /><br /> 2. Apakah iur biaya akan dipungut pada saat pelayanan kesehatan atau diawal pada saat menjadi peserta.<br /><br /> 3. Berapa besaran premi, besaran premi akan menggambarkan manfaat atau pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta .<br /><br /><br /> <br /><br /><br /> 1. Bagaimana tatacara pembayaran kepada PPK setelah melakukan pelayanan kesehatan terhadap peserta Jamkesda.<br /><br /> 2. Pelayanan :<br /><br /><br />Hal- Hal yang perlu diatur dalam Bab ini adalah sebagai berikut :<br /><br /><br /> 1. Apakah semua jenis pelayanan akan ditanggung oleh jaminan kesehatan ini.<br /><br /> 2. Bagaimana dengan system rujukan<br /><br /> 3. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) mana saja yang boleh memberikan pelayanan, apakah hanya Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah saja atau semua fasilitas boleh melayani peserta Jamkesda .<br /><br /> 4. Bagaimana dengan peserta yang dirawat di PPK di luar wilayah Pemerintah Kabupaten/Kota. ( Bagaimana dengan Portabilitas)<br /><br /> 5. Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah (BAPEL) /Pengorganisasian<br /><br /><br />Badan Penyelenggaran Jaminan Kesehatan Daerah tersebut mempunyai peranan yang penting dalam penyelenggaraan Jamkesda, untuk itu hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Bab tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Kesehatan adalah sebagai berikut :<br /><br /><br /> 1. Apa tugas pokok dan fungsi dari Bapel tersebut.<br /><br /> 2. Apakah Bapel tersebut merupakan UPTD atau LTD dari Pemeritah Daerah atau suatu Badan yang independent.<br /><br /> 3. Apakah UPTD atau LTD tersebut secara bertahap akan menjadi PK-BLU atau PK- BLUD.<br /><br /> 4. Siapa saja yang boleh duduk dalam Bapel dan bagaimana system penggajiannya.<br /><br /> 5. D. Kesejahteraan diwujudkan melalui Jamkesmas<br /><br /><br />Perlunya dibentuk Pemerintah Republik Indonesia adalah dalam rangka untuk menciptakan “Law and Order” (ketentraman dan ketertiban) dan untuk menciptakan “welfare” (Kesejahteraan), hal tersebut dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alenia ke IV “Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…. dst.<br /><br />Salah satu unsur kesejahteraan adalah kesehatan, sehingga pembentuk Pemerintah Republik Indonesia sudah menganggap begitu pentingnya masalah kesehatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang diselenggarakan Pemerintah Daerah yang tujuannya adalah meningkatkan akses masyarakat khususnya masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, maka pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah telah melaksanakan sebagian dari tujuan dibentuknya suatu Pemerintah Republik Indonesia yaitu dalam rangka untuk menciptakan “Law and Order” (ketentraman dan ketertiban) dan untuk menciptakan “welfare” (Kesejahteraan) dimana salah satu unsur kesejahteraan adalah kesehatan.katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-28400615855935340882010-11-16T04:58:00.000-08:002010-11-16T05:03:10.390-08:00MAL PRAKTEK DOKTER MENURUT HUKUMLatar belakang masalah<br />Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan dokter gigi, maraknya tuntutan hukum yang diajukan masyarakat dewasa ini sering kali diidentikan dengan kegagalan upaya penyembuhan yang dilakukan dokter dan dokter gigi. Sebaiknya apabila tindakan medis yang dilakukan dapat berhasil berkelebihan, padahal dokter dan dokter gigi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya hanya berupaya untuk menyembuhkan, dan kegagalan penerapan ilmu kedokteran tidak selalu identik dengan kegagalan tindakan.<br />Setiap penyelenggara praktik kedokteran, kegagalannya dianggap suatu mal praktik kedokteran, yang menuntut pertanggungjawaban dokter dan dokter gigi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertayaannya, apakah yang dimaksud dengan malpraktik? Apakah mal praktik dikenal dalam sistem hukum positif serta malpraktil diatur dimana saja?<br />Pembahasan<br />Malpraktik bila diartikan berdasarkan arti kata berasal dari kata “malpractice” atau “bad practice” yang berarti dalam tatanan bahasa Indonesia yaitu praktik yang jelek atau buruk.<br />Menurut teori dan doktrin, sesuatu tindakan praktik kedokteran yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi dapat dikategorikan sebagai perbuatan malpraktik dokter dilihat dari 3 aspek/hal:<br />1. Intensional Professional Misconduct, yaitu bahwa seorang dokter atau dokter gigi dinyatakan bersalah/buruk berpraktik, bilamana dokter tersebut dalam berpraktik melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap standar-standar dan dilakukan dengan sengaja. Dokter yang berpraktik dengan tidak mengindahkan standar-standar dalam aturan yang ada dan tidak ada unsur kealpaan/kelalaian. Misalnya seorang dokter atau dokter gigi sengaja membuat keterangan palsu atau tidak sesuai dengan diagnosis ataupun memang sama sekali tidak melakukan pemeriksaan. Seorang dokter membuka rahasia pasien dengan sengaja tanpa persetujuan pasien ataupun tanpa permintaan penegak hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang. Seorang dokter melakukan aborsi tanpa indikasi medis (illegal).<br />2. Negligence atau tidak sengaja (kelalaian) yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang karena kelalaiannya (culpa) yang mana berakibat cacat atau meninggalnya pasien. Seorang dokter atau dokter gigi lalai melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan keilmuan kedokteran, maka hal ini masuk dalam kategori malpraktik, namun juga hal ini sangat tergantung terhadap kelalaian yang mana saja yang dapat dituntut atau dapat dihukum, hal ini tergantung oleh hakim yang dapat melihat jenis kelalaian yang mana. Misalnya dokter sebelum melakukan tindakan medis seharusnya melakukan sesuatu terlebih dahulu namun itu tidak dilakukan atau melakukan sesuatu tapi tidak sempurna.<br />3. Lack of Skill yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan medis tetapi diluar kompetensinya atau kurang kompetensinya. Misalnya, dokter cardiofaskuler melakukan operasi tulang.<br />Ketiga hal tersebut diatas itulah berdasarkan teori masuk kategori malpratik namun bagaimana secara yuridis atau aturan hukum positif kita. Dalam undang-undang kesehatan maupun dalam undang-undang praktik kedokteran tidak ada satu kata pun yang menyebut kata malpraktik. Pada undang-undang kesehatan menyebut kesalahan/kelalaian yang dilakukan dokter atau doker gigi dan dalam undang-undang praktik kedokteran menyebut kata kesalahan saja. Begitu pula dalam kitab undang-undang hukum pidana maupun kitab undang-undang hukum perdata hanya menyebut kata kesalahan dan kelalaian.<br />Bilamana kita menelaah dan mengkaji tentang malpraktik dalam hukum positif kita, maka dapatlah dikatakan bahwa malpraktik yang dimaksud itu adalah perbuatan-perbuatan yang jelek atau buruk yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang dikarenakan karena adanya kesalahan atau kelalaian oleh dokter atau dokter gigi yang berakibat cacatnya pasien atau matinya pasien ataupun akibat lain terhadap pasien.<br />Kesimpulan<br />Secara teoritis ada tiga kategori malpraktik dokter, yaitu: Intensional professional misconduct, negligence, dan lack of skill. Istilah malpraktik tidak dikenal dalam sistem hukum positif Indonesia, namun dalam undang-undang atau dalam hukum positif dikenal dengan istilah kesalahan dan kelalaian.<br /><br />Daftar Pustaka<br />• Undang undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;<br />• Abdul gani, Mal Praktik ditinjau Dari Segi ilmu Hukum, Makalah, Denpasar, 1987<br />• Hermien Hardiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medis, Airlangga Universitas, Press, Surabaya, 1984.<br />• Sabir Alwy, Mal praktikdi Rumah Sakit, Makalah, Jakarta, 2006.katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-16181216331251878412010-11-16T04:35:00.000-08:002010-11-16T04:41:41.053-08:00LEGALITAS PENDIRIAN RUMAH SAKIT SWASTA<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf4nbtqE_GVQ9wtr2JDNPL_SP-DQOgiFFIw5kKW6VOyAYPMma08bExYxDK4F9HsFR79KxWHd1i_VGnoU3KwP75Fok3DxHiImGbV71X-o5T6RC8IDESN5iTMCJg39BQKp6TmJ7Ij37NoTE/s1600/RUMAH+SAKIT.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 262px; height: 192px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf4nbtqE_GVQ9wtr2JDNPL_SP-DQOgiFFIw5kKW6VOyAYPMma08bExYxDK4F9HsFR79KxWHd1i_VGnoU3KwP75Fok3DxHiImGbV71X-o5T6RC8IDESN5iTMCJg39BQKp6TmJ7Ij37NoTE/s320/RUMAH+SAKIT.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5540126756381270786" /></a><br /><br />PENGANTAR<br />Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan (termasuk rumah sakit) dalam rangka peningkatan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan, selain merupakan tangung jawab Pemerintah juga merupakan hak bagi masyarakat untuk ikut berperan serta. Meskipun masyarakat berhak untuk ikut berperan serta secara nyata seperti mendirikan dan menyelenggarakan rumah sakit, tidaklah berarti bahwa masyarakat diperbolehkan dengan sewenang-wenang atau semau-maunya untuk mendirikan dan menyelenggarakannya.<br />Pemerintah selaku penyelenggara pemerintahan dan penguasa negara berkewajiban untuk selalu menciptakan dan memelihara ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat. Dan sebagai negara hukum, setiap bentuk kegiatan yang dilakukan baik oleh Pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat harus memperhatikan ketentuan yang berlaku. Berbagai faktor dan aspek yang terkait dengan akibat dari pendirian dan penyelenggaraan suatu kegiatan perlu diperhatikan, dipertimbangkan dan diperhitungkan dengan baik agar tidak menimbulkan kerugian baik kepada manusia maupun kepada lingkungan hidup sekitarnya. Untuk itu masyarakat harus tunduk dan patuh pada ketentuan pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit yang diatur oleh Pemerintah. Dengan demikian untuk melakukan kegiatan pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit harus mengikuti prosedur perizinan yang ditetapkan oleh Pemerintah.<br /><br />PENGERTIAN PERIZINAN<br />Mendapatkan pemahaman tentang perizinan secara komprehensif janganlah terpaku pada satu definisi saja. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian perizinan, sebagai berikut:<br />1. Menurut Lembaga Administrasi Negara<br />Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang merupakan mekanisme pengendalian administratif yang harus dilakukan. Izin sebagai perbuatan hukum sepihak dari Pemerintah yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi si penerima izin perlu ditetapkan dan diatur dalam peraturan perundangan agar terdapat kepastian dan kejelasan, baik yang menyangkut prosedur, waktu, persyaratan, dan pembiayaan.<br />2. Menurut Prajudi Atmosudirdjo<br />Perizinan merupakan perbuatan hukum yang bersifat administrasi negara yang diberikan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang dan diberikan dalam bentuk suatu penetapan (beschikking). Suatu izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya dilarang. Perizinan ini merupakan penetapan atau keputusan yang bersifat positif (pengabulan daripada permohonan seluruhnya atau sebagian) dan tergolong pada penetapan positif yang memberikan keuntungan kepada suatu instansi, badan, perusahaan, atau perorangan. Perizinan ini timbul dari strategi dan teknik yang dipergunakan oleh Pemerintah untuk menguasai atau mengendalikan berbagai keadaan, yakni dengan melarang tanpa izin tertulis untuk melakukan kegiatan-kegiatan apapun yang hendak diatur atau dikendalikan oleh Pemerintah.<br />3. Dikompilasi dari pendapat W.F. Prins, E. Utrecht, dan Van Vollenhoven<br />Perizinan (vergunningen) merupakan :<br />- perbuatan yang menyebabkan suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku bagi suatu hal yang istimewa. (Pengertian Dispensasi dari W.F. Prins)<br />- bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning). (Pengertian Vergunning dari E. Utrecht)<br />- izin guna menjalankan sesuatu perusahaan dengan leluasa. (Pengertian Lisensi dari W.F. Prins)<br />- bilamana orang-orang partikelir ( = swasta) setelah berdamai dengan pemerintah, melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah. (Pengertian Konsesi dari Van Vollenhoven).<br />Berdasarkan pengertian perizinan sebagaimana dijelaskan diatas, dapat ditarik kesimpulan konkritnya yaitu, bahwa perizinan yang diberikan oleh Pejabat Pemerintah yang berwenang, dikeluarkan dalam bentuk suatu keputusan tata usaha negara (beschikking). Keputusan tata usaha negara (beschikking) ini oleh Utrecht menyebutnya ’ketetapan’, sedangkan Prajudi Atmosudirdjo menyebutnya dengan ’penetapan’.<br />Perbedaan menyebut beschikking dengan ketetapan atau penetapan, oleh Jimly Asshiddiqie, disampaikan gagasan untuk menyeragamkan penyebutannya dengan ’ketetapan’ atau ’keputusan’ bukan penetapan. Beliau berpendapat:<br />”Penetapan menghasilkan ketetapan atau keputusan. Hasil kegiatan penetapan atau pengambilan keputusan administratif ini sebaiknya hanya dimungkinkan untuk disebut ‘Keputusan’ atau ‘Ketetapan’, bukan dengan istilah lain, seperti misalnya kebiasaan di lingkungan pengadilan yang menggunakan istilah ’penetapan’ untuk sebutan bagi keputusan-keputusan administrasi di bidang judisial. Istilah yang dipakai sebaiknya, bukan penetapan tetapi ’Ketetapan’ yang sepadan dengan istilah ’Keputusan’. Sedangkan penetapan adalah bentuk ’gerund’ atau kata benda kegiatannya, bukan sebutan untuk hasilnya.”<br />Perlu disampaikan juga pengertian ketetapan dari beberapa sarjana untuk mendapatkan pemahaman yang luas. Van der Pot dan Van Vollenhoven mengatakan ”Ketetapan itu adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat sebelah pihak, dalam lapangan pemerintahan dilakukan oleh suatu badan pemerintah berdasarkan kekuasaannya yang istimewa”. Oleh Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti dijelaskan lebih lanjut definisi ketetapan dari Van der Pot dan Van Vollenhoven tersebut yaitu, bahwa membuat ketetapan itu merupakan perbuatan hukum, sebagai perbuatan hukum ketetapan itu melahirkan hak dan/atau kewajiban dan ketetapan yang melahirkan hak dan/atau kewajiban itu disebut ketetapan positif. Ketetapan itu merupakan perbuatan hukum yang bersifat sebelah pihak, maka perbuatan hukum itu harus bersifat publiekrechtelijk yaitu berdasarkan hukum publik, artinya bahwa perbuatan itu harus bersifat memaksa bukan mengatur saja dan perbuatan yang memaksa itu pengaturannya terdapat dalam hukum publik karena ketetapan itu hanya mencerminkan kehendak satu pihak saja, pihak yang memerintah yaitu pihak pemerintah atau administrasi negara. Sedangkan Jimly Asshiddiqie, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ketetapan itu merupakan ”keputusan hukum yang bersifat menentukan atau menetapkan sesuatu secara administratif menghasilkan keputusan administrasi negara.”<br />Berdasarkan penjelasan tentang pengertian ketetapan sebagaimana disampaikan diatas, maka tentu akan timbul pertanyaan, apakah ada ketentuan umum yang mengatur prosedur pembuatan ketetapan / keputusan tata usaha negara. Philipus M. Hadjon, dkk., mengatakan bahwa tidak ada ketentuan umum yang mengatur tentang tata cara pembuatan keputusan tata usaha negara. Tiap bidang mempunyai prosedur tersendiri, dan persyaratan tersendiri pula. Dalam bidang perizinan saja masing-masing perizinan mempunyai tata cara dan persyaratan tersendiri. Contoh prosedur izin mendirikan bangunan (IMB) berbeda dengan prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin usaha. Selanjutnya izin usaha untuk berbagai jenis usaha pun berjalan sendiri-sendiri. Meskipun begitu Hadjon, memberikan petunjuk untuk membuat prosedur keputusan tata usaha negara. Suatu prosedur yang baik hendaknya memenuhi tiga landasan utama hukum administrasi, yaitu landasan negara hukum, landasan demokrasi, landasan instrumental yaitu daya guna (efisiensi, doelmatigheid) dan hasil guna (efektif, doeltreffenheid).<br /><br />IUS CONSTITUTUM / HUKUM POSITIF PERIZINAN PENDIRIAN RUMAH SAKIT<br />Perizinan merupakan fungsi pengendalian pemerintahan terhadap penyelenggara kegiatan yang dilakukan oleh swasta. Pemberian izin sarana kesehatan merupakan akuntabilitas pemerintah kepada masyarakat bahwa sarana kesehatan yang telah diberi izin tersebut telah memenuhi standar pelayanan dan aspek keamanan pasien, jadi perizinan sangat terkait dengan standar dan mutu pelayanan. Sehingga dalam pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit yang termasuk sektor kesehatan, tentu Menteri Kesehatan selaku pimpinan Departemen Kesehatan yang membidangi urusan kesehatan dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini memiliki kewenangan untuk membuat dan menetapkan tata cara perizinan pendirian rumah sakit. Prosedur perizinan pendirian rumah sakit itu dituangkan dalam berbagai keputusan.<br />Berdasarkan pada ketentuan yang berlaku sampai tulisan ini dibuat, pihak swasta yang akan mendirikan rumah sakit harus memperoleh izin pendirian dan izin penyelenggaraan. Izin penyelenggaraan dapat dibagi kedalam dua jenis yaitu, izin operasional dan izin tetap. Penjelasan selengkapnya, sebagai berikut:<br />1) Izin Prinsip / Izin Pendirian / Pembangunan Rumah Sakit<br />Izin ini diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Masa berlaku izin ini selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun kedepan.<br />2) Izin Operasional / Izin Penyelenggaraan Sementara Rumah Sakit<br />Izin ini diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi. Izin ini berlaku selama 2 (dua) tahun yang diberikan secara pertahun.<br />3) Izin Tetap / Izin Penyelenggaraan Tetap Rumah Sakit<br />Izin ini diperoleh dari Menteri Kesehatan (teknisnya dilakukan oleh Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik). Masa berlaku izin ini selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.<br />Pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit tidak hanya memperhatikan ketentuan tentang perizinan saja. Ketentuan lain yang terkait dengan rumah sakit juga harus diperhatikan dan ditaati. Secara garis besar ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dan ditaati tersebut, diantaranya sebagai berikut:<br />1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 262/Menkes/Per/VII/1979 tentang Standarisasi Ketenagaan Rumah Sakit Pemerintah;<br />2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 084/Menkes/Per/II/1990 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 920/Menkes/Per/XII/1986 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik;<br />3) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta;<br />4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 191/Menkes-Kesos/SK/II/2001 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 157/ Menkes/SK/III/1999;<br />5) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 282/Menkes/SK/III/1993 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Swasta;<br />6) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 378/Menkes/Per/V/1993 tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial Rumah Sakit Swasta;<br />7) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 582/Menkes/SK/VI/1997 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah;<br />8) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1410/Menkes/SK/X/2003 tentang Penetapan Penggunaan Sistem Informasi Rumah Sakit di Indonesia (Sistem Pelaporan Rumah Sakit) –Revisi Kelima;<br />9) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;<br />10) Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 725/Menkes/E/VI/2004 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Medik;<br />11) Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 1425/Menkes/E/XII/2006 tentang Standar Prosedur Operasional Pelayanan Publik di Lingkungan Departemen Kesehatan;<br />12) Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor 0308/Yanmed/RSKS/PA/SK/IV/1992 tentang Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Swasta di Bidang Rumah Sakit Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing;<br />13) Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Nomor HK.00.06.3.5.5797 Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Medik Spesialis, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Nomor HK.00.06.1.5.787 Tahun 1999;<br /><br />KELENGKAPAN SURAT PERMOHONAN PERIZINAN RUMAH SAKIT<br />Berdasarkan hukum positif sebagaimana disebut diatas, pihak swasta (yayasan atau badan hukum lain) yang akan mendirikan dan menyelenggarakan rumah sakit terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami tata cara dan persyaratan pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit sebagaimana diatur dalam ketentuan-ketentuan tersebut sebelum mengajukan permohonan izin pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit kepada Menteri Kesehatan u.p. Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik melalui Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.<br />Pengajuan permohonan izin pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit disampaikan dalam bentuk surat permohonan dengan melampirkan kelengkapan berkas-berkas sesuai persyaratan. Sebagai kelengkapan surat permohonan izin tetap, sebagai berikut:<br />1) Daftar isian untuk mendirikan Rumah Sakit<br />2) Rekomendasi dari Dinkes Propinsi<br />3) BAP RS dari Dinkes Propinsi<br />4) Surat pernyataan dari pemilik RS bahwa sanggup mentaati ketentuan dan peraturan yang berlaku di bidang kesehatan<br />4) Izin UU Gangguan (HO)/ UPL-UKL<br />5) Struktur organisasi RS<br />6) Daftar ketenagaan medis, paramedis non medis<br />7) Data Kepegawaian Direktur RS:<br /> Ijazah Dokter<br /> Surat Penugasan;<br /> Surat Izin Praktek (SIP)<br /> Surat Pengangkatan sebagai Direktur oleh pemilik RS<br /> Surat Pernyataan tidak keberatan sebagai Direktur dan penanggung jawab RS (asli bermaterai)<br />8) Data Kepegawaian Dokter:<br /> Ijazah Dokter<br /> Surat Penugasan<br /> Surat Izin Praktik (SIP)<br /> Surat Pengangkatan sebagai Tenaga Dokter di RS oleh Pemilik (untuk tenaga purna waktu)<br /> Surat Izin atasan langsung untuk tenaga purna waktu<br /> Surat lolos butuh untuk tenaga purna waktu<br />9) Data Kepegawaian Paramedik dilampiri Ijazah<br />10) Hasil pemeriksaan air minum ( 6 bulan terakhir)<br />11) Daftar inventaris medis, penunjang medis dan non medis<br />12) Daftar tarif pelayanan medik<br />13) Denah-denah:<br /> Denah situasi<br /> Denah bangunan (1:100)<br /> Denah jaringan listrik<br /> Denah air dan air limbah<br />15) Akte Notaris pendirian badan hukum<br />16) Sertifikat tanah.<br /><br />Kemudian perlu diperhatikan bagi permohonan izin tetap agar melampirkan izin operasional dan izin prinsip. Sedangkan bagi permohonan izin operasional agar melampirkan izin prinsip.<br /><br />KLASIFIKASI RUMAH SAKIT<br />Berdasarkan bentuk pelayanan, rumah sakit dibedakan jenisnya yaitu, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat nginap. Rumah sakit khusus adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik tertentu, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat nginap.<br />Rumah sakit umum pemerintah diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan:<br />1. Rumah Sakit Kelas A<br />Rumah sakit tipe ini memiliki pelayanan medik spesialis luas dan sub spesialis luas.<br />2. Rumah Sakit Kelas BII<br />Rumah sakit tipe ini memiliki pelayanan medik spesialis luas dan sub spesialis terbatas.<br />3. Rumah Sakit Kelas BI<br />Rumah sakit tipe ini minimal memiliki 11 (sebelas) macam pelayanan medik spesialistik.<br />4. Rumah Sakit Kelas C<br />Rumah sakit tipe ini minimal memiliki 4 (empat) macam pelayanan medik spesialitik dasar.<br />5. Rumah Sakit Kelas D<br />Rumah sakit tipe ini minimal memiliki pelayanan medik dasar.<br />Sedangkan untuk rumah sakit umum swasta, klasifikasinya lain lagi. Klasifikasi rumah sakit umum swasta, yaitu:<br />1. Rumah sakit umum tingkat Utama<br />Rumah sakit tipe ini memiliki pelayanan medik umum, spesialistik, dan subspesialistik<br />2. Rumah sakit umum tingkat Madya<br />Rumah sakit tipe ini minimal memiliki 4 (empat) pelayanan medik spesialistik<br />3. Rumah sakit umum tingkat Pratama<br />Rumah sakit tipe ini memiliki pelayanan medik umum<br /><br />PENAMAAN RUMAH SAKIT DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA<br />Penamaan rumah sakit sering didapati memakai nama yang sama. Penamaan rumah sakit yang memakai nama yang sama dengan nama rumah sakit ditempat lain, adakalanya dapat memberikan pengaruh yang baik / positif, namun tidak jarang dapat menerima akibat yang tidak baik / negatif. Bila sebuah rumah sakit ditempat A bernama X diberitakan dimedia masa keunggulan dan kebaikannya, maka pengaruh pemberitaan itu dapat berpengaruh positif bagi rumah sakit yang memakai nama yang sama meskipun tidak berada dilokasi yang sama. Ini kalau pemberitaannya hal-hal yang baik. Bagaimana halnya bila pemberitaan yang sebaliknya. Tentu bisa-bisa mendatangkan kerugian bagi rumah sakit yang sebenarnya bukan rumah sakit yang dimaksud, hanya namanya saja yang sama. Kalau sudah begitu, bagaimana perlindungan hukumnya !<br />Pengaturan penamaan rumah sakit memang belum ada ketentuan hukumnya. Bila memperhatikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan berbagai Peraturan / Keputusan Menteri Kesehatan yang mengatur rumah sakit tidak mengatur perihal penamaan dan pendaftaran nama rumah sakit. Namun demikian untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan nama atau resiko yang tidak dapat diduga atas penggunaan nama yang sama, sebaiknya pemilik rumah sakit mendaftarkan nama rumah sakitnya pada instansi yang berwenang.<br />Penyelenggaraan rumah sakit merupakan kegiatan pelayanan ’jasa’ di bidang kesehatan. Oleh karena itu nama rumah sakit dapat dikategorikan juga sebagai merek jasa. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, menjelaskan pengertian tentang merek jasa, yaitu:<br />”Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.”<br />Penamaan rumah sakit dapat memakai nama-nama apa saja yang disukai oleh pemilik rumah sakit. Namun demikian dalam penamaan rumah sakit perlu memperhatikan etika penamaan. Berdasarkan Surat Edaran Nomor : 0419/Yan.Kes/RSKS/1984 tanggal 1 September 1984 tentang Pemberian Nama Rumah Sakit, diantaranya menyebutkan bahwa akhir-akhir ini banyak penggunaan nama orang yang masih hidup untuk nama rumah sakit dan mengingat bahwa nama itu merupakan monumen, tapi juga dapat merupakan reklame bagi seseorang (yang menyalahi segi Etik Kedokteran), maka dianjurkan agar pemberian nama rumah sakit tidak mempergunakan nama orang yang masih hidup lebih-lebih bila memakai nama yang punya ataupun yang berpraktek disitu. Dalam memilih nama rumah sakit hendaknya diambil nama dari tokoh pejuang, tokoh pembangunan terutama di bidang kesehatan yang sudah almarhum untuk mengingat dan menghargai jasa-jasanya, dengan menyesuaikan besar kecilnya jasa tokoh tersebut dengan besar/kelasnya rumah sakit atau nama-nama yang netral yang punya arti kasih sayang sesama manusia.<br /><br />IUS CONSTITUENDUM PERIZINAN PENDIRIAN RUMAH SAKIT<br />Dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka ketentuan perizinan pendirian rumah sakit akan mengalami perubahan. Oleh karena sampai saat ini peraturan pelaksana yang merupakan amanat dari PP 38/2007 tersebut masih belum ditetapkan, maka ketentuan perizinan pendirian rumah sakit masih menggunakan peraturan lama yang masih berlaku.<br />Disamping itu, Pemerintah juga sampai saat ini telah berusaha menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Rumah Sakit (RUU Rumah Sakit). Salah satu peluang peraturan-peraturan yang lebih spesifik akan dipayungi oleh RUU Rumah Sakit tersebut, yang dalam waktu tidak lama lagi akan dibahas antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).<br /><br /><br />PENUTUP<br />Melihat pada uraian yang disampaikan diatas, dimana dalam perizinan pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit pada akhirnya masih terpusat seluruhnya pada Menteri Kesehatan. Seiring dengan perkembangan zaman dimana semakin kuatnya arus otonomi daerah pada akhir-akhir ini, banyak tuntutan perubahan pengaturan pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit. Pemerintah Daerah baik tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten / kota mempunyai keinginan yang besar untuk dapat memberikan izin pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit tanpa harus lagi menunggu izin dari Pemerintah Pusat, sehingga bisa lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaannya. Namun demikian hal itu sampai tulisan ini diturunkan, masih belum dapat terwujud karena belum adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan untuk itu. Sehingga berbagai ketentuan peraturan yang disebutkan diatas masih berlaku dan harus ditaati oleh siapa saja yang akan/telah mendirikan dan menyelenggarakan rumah sakit. (rb)katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-13179017788170010312010-11-10T15:03:00.000-08:002010-11-10T15:06:23.655-08:00Kenapa Perokok Tampak Lebih Tua?<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_FZ-_ONKJUbMb2xdYh76-EKe9wRGOk5lgp6hQq5Klzs6b8DnG2y_Kqrkf3Rf6NiN3rRvwSs0EBx0uJ7GHQ9yRCAQdhMtfQD8NZrR51kn-_FtCNTKFKWPk7N5JzfPdxgb9JomEivw-eiY/s1600/rokok.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_FZ-_ONKJUbMb2xdYh76-EKe9wRGOk5lgp6hQq5Klzs6b8DnG2y_Kqrkf3Rf6NiN3rRvwSs0EBx0uJ7GHQ9yRCAQdhMtfQD8NZrR51kn-_FtCNTKFKWPk7N5JzfPdxgb9JomEivw-eiY/s320/rokok.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5538061226920731794" /></a><br /><br />Artikel dibawah ini hanya sebagai pengingat agar mewaspadai bahaya rokok dan berpikir ulang untuk tidak merokok lagi.<br />Merokok tak hanya merusak kesehatan dengan menyebabkan penyakit paru-paru, jantung dan impotensi tapi juga membuat si perokok terlihat banyak kerutan kulit. Kenapa perokok terlihat lebih tua?<br />Tak ada satupun manfaat yang dapat diperoleh dari rokok. Bahkan menurut Yussuf Salojee, direktur eksekutif National Council Against Smoking, 12 persen kematian dini di seluruh dunia dapat dikaitkan dengan merokok.<br />Salah satu dampak yang nyata dari merokok adalah membuat si penghisapnya terlihat lebih tua. Bahkan, menurut sebuah studi yang dimuat jurnal British Medical Association perokok memiliki wajah 5 kali lebih tua dari umur sebenarnya.<br />Kerutan di wajah merupakan penanda kerentanan terhadap dampak asap rokok. Rokok memiliki filter, tetapi itu tidak cukup untuk menghilangkan kandungan tar yang membuat asap rokok berbahaya.<br />Terlebih lagi, ada bahan-bahan kimia yang ditambahkan ke dalam tembakau untuk meningkatkan rasa, selain berbahaya terhadap tubuh dan menyebabkan berbagai penyakit degeneratif, juga dapat memperbanyak kerutan-kerutan di wajah penghisapnya.<br />Dilansir dari Health24, Selasa (20/7/2010), berikut beberapa bahan kimia tambahan di dalam rokok yang bisa memicu kerutan dan membuat orang tampak lebih tua:<br />1. Amonia<br />Amonia biasanya digunakan untuk membersihkan jendela dan toilet. Dengan menambahkan amonia ke dalam rokok, maka nikotin dalam bentuk uap akan diserap melalui paru-paru lebih cepat. Ini pada akhirnya membuat otak mendapatkan dosis nikotin lebih tinggi.<br />2. Kadmium<br />Dalam industri, kadmium digunakan untuk baterai, lapisan logan dan plastik. Kadmium dapat membahayakan paru-paru, menyebabkan penyakit ginjal dan mengiritasi pencernaan.<br />3. Benzena<br />Benzena secara alami diproduksi oleh gunung api. Tapi benzena juga merupakan bahan kimia industri besar yang terbuat dari batubara dan minyak. Benzena digunakan untuk membuat bahan kimia lainnya, serta beberapa jenis plastik, deterjen dan pestisida. Ini juga merupakan komponen bensin dan berhubungan dengan leukemia. Bila dicampurkan dengan rokok, sudah dapat dibayangkan dampak yang bisa terjadi pada penghisapnya.<br />4. Formaldehida<br />Digunakan sebagai perekat dalam produk kayu dan sebagai pengawet dalam beberapa cat. Bahan kimia ini dapat menyebabkan mata berair, reaksi rasa panas di mata, hidung dan tenggorokan, mual, batuk, sesak dada, sesak napas, ruam kulit dan alergi.<br />5. Nikel<br />Nama lain nikel adalah perak atau logam putih keras. Bahan kimia ini dapat menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi paru-paru, bronkitis kronis dan berkurangnya fungsi paru-paru.<br />6. Lead atau timbal<br />Digunakan dalam amunisi, atap, bensin, cat dan produk keramik. Timbal dapat mempengaruhi hampir setiap organ dan sistem dalam tubuh. Yang paling sensitif adalah sistem saraf pusat, terutama pada anak-anak. Timbal juga merusak ginjal dan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, paparan asap rokok yang dicampur timbal dapat menyebabkan kelahiran prematur, bayi kecil, penurunan kemampuan mental pada bayi, kesulitan belajar, dan mengurangi pertumbuhan pada anak-anak.<br />7. Aseton<br />Aseton merupakan produk buangan dari asap kendaraan, asap rokok dan zat yang banyak dihasilkan di lokasi pembuangan sampah. Orang yang bernapas di lingkungan yang tingga kandungan aseton, dalam jangka waktu singkat dapat menyebabkan iritasi hidung, tenggorokan, paru-paru, mata, sakit kepala, kebingungan, denyut nadi meningkat, mual, muntah, pingsan dan mungkin koma. Ini juga menyebabkan pemendekan pada siklus menstruasi wanita.<br />8. Piridin<br />Terbuat dari tar batubara mentah atau dari bahan kimia lainnya dan digunakan untuk melarutkan zat-zat. Campuran piridin dalam rokok dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, mempercepat denyut nadi dan napas cepat dan tersengal-sengal.<br />Jika bahan kimia di atas banyak dikandung tubuh akan mempengaruhi kinerja organ yang jadi tidak maksimal. Jika organ terganggu dampak yang paling mudah terlihat adalah pada kulit, karena peredaran darah terhambat dan kurangnya cairan dalam tubuh.<br />Asap rokok mengandung karbon monoksida yang menggantikan oksigen dalam kulit Anda. Sedangkan nikotin mengurangi aliran darah, membuat kulit kering dan berubah warna. Merokok juga banyak menguras nutrisi, termasuk vitamin C. Padahal nutrisi dan vitamin C membantu melindungi dan memperbaiki kerusakan kulit.<br />Nikotin juga menyebabkan vasokonstriksi, yakni penyempitan pembuluh darah yang dapat membatasi aliran darah yang kaya oksigen ke pembuluh darah tipis di wajah atau bagian lain dari tubuh.<br />Sumber: http://www.beritaunik.net/unik-aneh/kenapa-perokok-tampak-lebih-tua.htmlkatonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-52097675330880683792010-11-01T01:21:00.000-07:002010-11-01T01:22:50.669-07:00Makalah Infeksi Sifilis, Penyakit kelamin, Penyakit seksual menular pada Pria dan WanitaMakalah Infeksi Sifilis pada Pria dan Wanita melalui hubungan Seksual<br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br />A. Latar Belakang<br />Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri Troponema Pallidum. Penularan melalui kontak seksual, melalui kontak langsung dan kongenital sifilis (melalui ibu ke anak dalam uterus)<br /><br />Gejela dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan ; sebelum perkembangan tes serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut “Peniru Besar” karena sering dikira penyakit lainnya. Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementar di Cina, laporan menunjukkan jumlah kasus yang diaporkan naik dari 0,2 per 10.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.00 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki.<br />B. Tujuan<br />1. Tujuan Umum<br />- Dapat mengidentifikasi dan mendeteksi secara dini penyakit sifilis pada bumil, bulin dan nifas.<br />2. Tujuan Khusus<br />- Dapat mengetahui pengertian sifilis<br />- Dapat mengetahui penyebab dan gejala<br />- Mengetahui pengobatan dan penanganannya.<br />BAB II<br />TINJAUAN TEORITIS SIFILIS<br />(Lues Raja Singa)<br />A. Pengertian Sifilis<br />Penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakiti ini mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, saraf dan dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang di kandungnya. Sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada bayi tersebut. Sifilis sering disebut sebagai “Lues Raja Singa”.<br />B. Etiologi<br />- Kuman Penyebabnya : Treponema pallidum<br />- Perantara : Manusia<br />- Cara Penularan : Kontak seksual, Ibu kepada bayinya<br />- Tempat Kuman Masuk : Penis, vagina, anus, mulut, dan transfusi<br />- Tempat Kuman Keluar : Penis, vagina, mulut, dan ibu hamil kepada<br />bayinya.<br />C. Gejala Klinis<br />Masa inkubasi antara 1090 hari, dngan gejala:<br />Tahap 1<br />9-90 hari setelah terinfeksi. Timbul: luka kecil, bundar dan tidak sakit chancre- tepatnya pada kulit yang terpapar/kontak langsung dengan penderita. Chancre tempat masuknya penyakit hampir selalu munci di dalam dan sekitar genetalia, anus bahkan mulut. Pada kasus yang tidak dibobati (sampai tahai 1 berakhir), setelah beberapa minggu, chancre akan menghilang tapi bakteri tetap berada di tubuh penderita.<br />Tahap 2<br />1-2 bulan kemudian, muncul gejala lain: sakit tenggorokan, sakit pada bagian dalam mulut, nyeri otot, dmam, lesu, rambut rontok dan terdapat bintil. Beberapa bulan kemudian akan menghilang. Sejumlah orang tidak mengalami gejala lanjutan.<br />Tahap 3<br />Dikenal sebagai tahap akhir sifilis. Pada fase ini chancre telah menimbulkan kerusakan fatal dalam tubuh penderita. Dalam stase ini akan muncul gejala: kebutaan, tuli, borok pada kulit, penyakit jantung, kerusakan hati, lumpuh dan gila. Tahap letal.<br />D. Cara Penularan<br />Harus terjadi kontak langsung dengan kulit orang yang telah terinfeksi disertai dengan lesi infeksi sehingga bakteri bisa masuk ke tubuh manusia. Pada saat melakukan hubungan seksual (misal) bakteri memasuki vagina melalui sepalut lendir dalam vagina, anus atau mulut melalui lubang kecil. Sifilis sangan infeksius pada tahap 1 dan 2. selain juga dapat disebarkan per-plasenta.<br />E. Sifilis Yang Menyertai Kehamilan dan Persalinan<br />Apabila infeksi pada kehamilan karena tidak melakukan pemeriksaan antenatal yang adekuat akan mempunyai pengaruh buruk pada janin. Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus, dan partus prematurus, dan dapat juga di dapatkan gejala-gejala sifilis kongenital.<br />Pada persalinan tampak janin ataupun plasenta yang hidropik (Sarqono, 2007).<br />F. Pengobatan<br />Pengobatan sifilis dalam kehamilan yaitu dengan penisilin.<br />1 kali penyuntikan penisilin dirasa telah cukup adekuat, meski beberapa penderita memerlukan 1-3 kali injeksi penisilin. Dokter akan meminta penderita yang telah menjalani medikasi untuk melakukan tes darah setahun kedepan, dimaksudkan untuk memastikan bakteri telah lisis dari tubuh penderita. Menerapkan pola hubungan seksual yang sehat dan aman. Bagi penderita yang alergi penisilin, dapat diganti dengan eritromycine atau tetrasiklin.<br />BAB III<br />PENUTUP<br />A. Kesimpulan<br />Sifilis merupakan infeksi kronik menular yang disebabkan oleh bakteri troponema pallidum, menginfeksi dan masuk ke tubuh penderita kemudian merusaknya.<br />Pengobatan sifilis efektif diberikan antibiotik penicilin.<br />B. Saran<br />Bagi ibu hamil diharapkan untuk melakukan pemeriksaan Antenatal minimal 4 x selama kehamilan agar dapat mendeteksi dini komplikasi.<br />DAFTAR PUSTAKA<br />http://onlinelibraryfree.com/<br />Sarwono Prawirohardjo, 2007. Ilmu Kebidanan, Jakarta. YBPS<br />Sarwono Prawirohardjo, 1999. Ilmu Kebidanan Edisi Kedua, Jakarta. YBPS<br />Prof. R. Suleman Sastrawinata, 1981. Obstetri Patologi Bagian Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.<br />Prof. R. Rusram Mochtar, MPH, Sinopsis Obtetri, Penerbit buku kedokteran, EGC<br />Http://arycomcum.blogspot.com/2009/06/sifilis.htmlkatonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-20245417054459745142010-11-01T01:09:00.001-07:002010-11-01T01:13:17.660-07:00Makalah kesehatan wanita Servisitis atau Adnexsitis, penyakit kanker serviks pada wanitaServisitis atau Adnexsitis pada wanita<br /><br />BAB I<br />1.1. LATAR BELAKANG<br /><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEhU95H21VmOBt4Cw8b6hIqZqXdgDe6zdX_vZmbgQ6nZj-W6tPozSX3eA6Y0BwUCogxrP-JtUs34hLE2rqlWvskiSoAEuwZai5zxFew1u09xGsY4Qa8pzGT-g5Y5XV-RCnuuwFiy0SjV8/s1600/kanker-servik2-300x273.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 273px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEhU95H21VmOBt4Cw8b6hIqZqXdgDe6zdX_vZmbgQ6nZj-W6tPozSX3eA6Y0BwUCogxrP-JtUs34hLE2rqlWvskiSoAEuwZai5zxFew1u09xGsY4Qa8pzGT-g5Y5XV-RCnuuwFiy0SjV8/s320/kanker-servik2-300x273.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5534490720442078514" /></a><br /><br />Serviks adalah penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman kedalam genetalia internal, dalam hubungan ini seorang nulipara dalam keadaan normal kanalis servikalis bebas kuman. Pada multipara dengan ostium uteri eksternum sehingga lebih rentang terjadinya infeksi oleh berbagai kuman-kuman yang masuk dari luar ataupun oleh kuman endogen itu sendiri. Jika seviks sudah infeksi maka akan mempermudah pula terjadinya infeksi pada alat genetalia yang lebih tinggi lagi seperti uterus, tuba atau bahkan sampai ke ovarium dan karena itu fungsi genetalia sebagai alat reproduksi bisa terganggu/bahkan tidak bisa difungsikan.<br /><br />Begitu juga adnexsitis, yaitu pandangan pada tuba dan ovarium secara bersama. Dimana jika itu terjadi ovarium untuk menghasilkan sel telur sebagai saluran untuk lewatnya sel telur bisa terganggu sehingga fungsi wanita untuk melanjutkan keturunan pun bisa terganggu.<br /><br />Oleh karena itu diharapkan mahasiswa mampu memahami apa itu pandangan pada alat genetalia wanita, dan makalah ini penulis membahas mengenai servisitis dan adnexsitis.<br /><br />1.2. TUJUAN<br />1.2.1. Tujuan Umum<br />Adapun tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas makalah dan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai peradangan dalam genetalia wanita pada umumnya dan servisitis atau adnexsitis pada khususnya.<br /><br />1.2.2. Tujuan Khusus<br /><br /> 1. Dapat memahami apa itu yang dimaksud servisitis dan adnexsitis.<br /> 2. Dapat mengeti dan memahami apa itu penyebab sertivitis dan adnexsitis.<br /> 3. Mampu mengetahui gejala servisitis maupun adnexsitis.<br /> 4. Dapat mengetahui klasifikasi dari servisitis dan adnexsitis.<br /> 5. Dapat mengerti dan memahami bagaiman cara mengenali servisitis maupun adnexsitis.<br /> 6. Dapat mengetahui dan mampu mengaplikasikan bagaimana penatalaksanaan maupun rencana asuhan yang dapat diberikan.<br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br />A. Servisitis<br />Serviks uteri adalah penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman kedalam genetalia internal, dalam hubungan ini seorang multipara dalam keadaan normal kanalis sevikalis bebas kuman. Pada multipara denga ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka bebas keatas dari daerah bebas kuman ialah ostium uter internum.<br />Pada beberapa penyakit kelamin, seperti gonorbe, sifilis, ulkus mole, dan granuloma ingunale serta pada tuberkulosis dapat ditemukan radang seviks.<br /><br />1. Definisi<br />Serviks adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. Karena epited selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris, sehingga lebih mudah terinfeksi dibanding selaput lendir vagina. (Gynekologi. FK UNPAD, 1998).<br /><br />2. Etiologi<br />Servisitis di sebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomas vaginalis, kandrada dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus, e. coli, dan stapilococus. Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi komik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma.<br />Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti diatas , dan lain-lain.<br /><br />3. Gejala Klinis<br /><br /> * Flour hebat, biasanya kental atau perullent dan biasanya berbau.<br /><br /> * Sering menimbulkan arusio (erythroplaki) pada portio.<br /><br /> * Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat melihat flour yang purulent keluar dari kanalis servikalis. Kalau partio normal tidak ada ectropion, maka harus diingat kemungkinan gonorrae.<br /><br /> * Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vilvitis.<br /><br /> * P ada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh ovulanobethi dan akibat retensi kelenjar-kelenjar serviks karena saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau karena peradangan.<br /><br /> * Gejala-gejala non spesifik seperti dipareuni, nyeri punggung kemih.<br /><br /> * Perdarahan saat melakukan hubungan seks.<br /><br />4. Klasifikasi<br />a. Servisitis Akuta<br />Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada gonorroe. Infeksi potobaartum, postpartum, yang disebabkan oleh streptococcus, sthapilococus, dan lain-lain. Dalam hal ini streptococcus merah bengkak dan mengeluarkan cairan mukopuralent, akan tetapi gejala-gejala pada servik baisanya tidak berapa tampak setengah-setengah gejala lain dari infeksi yang bersangkutan.<br />Pengobatan diberikan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut. Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau dapat menjadi kronika.<br /><br />b. Servisitis Kronika<br />Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada servik karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman kedalam endoserviks serta kelenjar-kelenjar infeksi menahun.<br />Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :<br /><br /> 1. Serviks kelihatannya normal, hanya pada pemeriksaan mikrokopis ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Servisitis ini meniumbulkan gejala, kecuali pengeluaran secret yang agak putih-kuning.<br /> 2. Disini ada partio uteri disekitar ostium uteri eksterum, tampak daerah kemerah-merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epikel porsio di sekitarnya, secret yang dikeluarkan terdiri atas mucus bercampur nanah.<br /> 3. Sobeknya pada serviks uteri disini lebih luas dan mokosa endoserviks lebih kelihatan dari luar (ekstropion). Kukosa dalam keadaan demikian mudah terkena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, servik bisa menjadi hipertopis dan mengeras, secret mukopurulent bertambah banyak.<br /><br />5. Pemeriksaan Khusus<br /><br /> 1. Pemeriksaan dengan speculum.<br /> 2. Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan.<br /> 3. Pap smear.<br /> 4. Biakan damedia.<br /> 5. Biopsy.<br /><br />Pemeriksaan dengan speculum dimana vagina dibuka untuk dapat melihat lebih jelas servik, kemudian ambil sedikit lendir atau cairan yang ada pada mulut servik, taruk kedalam hapus karena media hapus berfungsi untuk menaruk cairan servik yang akan diperiksa/dibiakkan. Papsmeat pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya serviksitis, contoh pemeriksaan lab atau biopsy untuk dapat mengetahui lebih pasti.<br /><br />6. Penatalaksanaan<br /><br /> 1. Antibiotikan terutama kalau dapat ditemukan genecoccus dalam secret.<br /> 2. Kalau servisitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam A9NO3 10% dan irigasi.<br /> 3. Servisitis yang tidak mau sembuh dari tolong operatif dengan melakukan konisasi, kalau sebabnya ekstropion dapat dilakukan lastik atau amputasi.<br /> 4. Erosion dapat disembuhkan dengan obat keras seperti, A9NO3 10% atau albothyl yang menyebabkan nekrose epitel silindris dengan harapan bahwa kemudian dari ganti dengan epitel gepeng berlapis banyak.<br /> 5. Servisitis kronika pengobatannya lebih baik dilakukan dengan jalan kauterisasi radral dengan termokauter atau dengan krioterapi.<br /><br />7. Terapi<br /><br /> * Antibiotika terutama kalau dapat ditemukan genecoccus dalam secret.<br /> * Kalau serviks tidak spesifik dapat diobati dalam argentetas netrta menyebabkan dengan epitel slindris, dengan harapan bahwa kamudian diganti dan epitel gepeng berlapis banyak.<br /> * Kauterisasi-radikal dengan termokauter, atau dengan krioterapi. Sesudah kauterisasi terjadi nekrosis. Jaringan yang meradang terlepas dalam kira-kira 2 minggu dan diganti tambahan oleh jaringan menahun mencapai endoserviks jauh kedalam kanalis crevikalis. Perlu dilakukan konisasi dengan menganggkat sebagian besar mukosa endocerviks. Jia sobekan dan infeksi sangat luas, maka dilakukan amputasi serviks.<br /><br />KESIMPULAN<br />Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis dan juga merupakan infeksi non spesifik dari serviks, erosi ringan (permukaan licin), erosi kapiler (permukaan kasar), erosi folikuler (kistik) dan biasanya terjadi ada serviks bagian posterior, disebabkan oleh kuman-kuman seperti :<br />- Trikomonas vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme.<br />- Aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus, enterococcus, e. Coli dan stapilococus. Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi kromik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma dan dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain.<br />Servisitis terbagi atas :<br />- Servisitis akuta<br />- Servisitis kronika<br /><br />SARAN<br />Diharapkan wanita terutama yang beresiko tinggi terkena penyakit tersebut memahami dan mengerti mengenai penyakit sehingga bisa dilakukan penanganan labih awal dan menghindari terjadinya kegawatan.<br />Wanita yang tidak beresiko juga menghindari terjadinya terjangkitnya penyakit ini.<br />Keperawatan harus memberikan asuhan yang berkualitas untuk menghindari angka kesakitan.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />- http://onlinelibraryfree.com<br />- David Ovedoff. 1995<br />Kapita Kedokteran. Jakarta : Bina Pura Pustaka<br />- Manuaba. 1998. Ilmu Kedokteran<br />Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.<br />- http://www.askep-askeb-kita.blogspot.com/katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-64714224641082799042010-11-01T00:24:00.001-07:002010-11-01T00:24:49.121-07:00Distosia bahu 3distosia bahu<br />DISTOSIA BAHU<br />Distosia bahu adalah :<br /><br /> Impaksi bahu depan diatas simfisis<br /> Ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme/cara biasa<br />Faktor Risiko<br /> Kehamilan lewat waktu<br /> Obesitas maternal<br /> Riwayat distosia bahu sebelumnya<br /> Persalinan pervaginam dg tindakan<br /> Partus lama<br /> DM yg tidak terkontrol<br />Diagnosis<br /> “Turtle Sign”<br /> Tidak terjadi gerakan/ restitusi spontan<br /> Gagal lahir dg tenaga ekspulsi<br /> Adanya faktor risiko hanya ditemukan pada 50 % kasus<br />Pengelolaan<br /> A sk for help<br /> L ift the legs & buttocks<br /> A nterior shoulder<br />disimpaction<br /> R otation of posterior<br />shoulder<br /> M annual removal posterior<br />arm<br />Distosia bahu bukanlah masalah pada soft tissue ibu, namun episiotomi mungkin dapat memfasilitasi manuver2 tsb<br /><br />Upaya utk memudahkan melakukan manuver2 tsb :<br /> Episotomi<br /> Knee chest position<br /><br />Hindari 4 P :<br />1. Panic<br />2. Pulling : menarik kepala bayi<br />3. Pusshing : dorongan fundus<br />4. Pivoting : angulasi kepala<br /><br />LANGKAH :<br /> Ask for help : 2 tim<br /> Lift the legs & buttocks (Mc Robert)<br /><br />Anterior shoulder disimpaction :<br />- Eksternal : Massanti<br />- Internal : Rubin (dg episiotomi)<br /> Rotation :<br /><br />Bahu blk :<br />- Wood<br />- Wood Corkscrew<br /> Manual removal of posterior arm (Shwartz) dg episiotomi<br /> Roll over : ulangi<br />knee chest (Gaskin)<br /><br />Ask For Help<br /> Mintalah pertolongan<br /> Mintalah ibu untuk kooperatif<br /> Panggil partner<br /> Beritahu personel lainnya<br />Lift the legs & buttocks<br /> McRobert’s Manuver:<br />Angkat Kaki & Bokong<br /> Fleksi paha ke abdomen<br /> Sudut inklinasi pelvik berkurang<br /> Membutuhkan asisten<br /> 70% kasus berhasil lahir dg manuver ini<br /><br /><br />Anterior Shoulder Disimpaction (Eksternal)<br /> Disimpaksi bahu depan dengan<br />penekanan di suprapubis<br />(Massanti Manuver)<br /> Abdominal approach<br /> Diameter biakromial lebih kecil<br /><br /> Tidak menekan fundus<br /><br /><br />Anterior Shoulder Disimpaction<br />(Internal)<br /> Rubin Manuver<br /> Vaginal approach<br /> Adduksi bahu depan dg penekanan pd bag belakang bahu bahu didorong ke depan ke arah dada<br /> Pertimbangkan episiotomi<br /> Tidak melakukan dorongan fundus<br /><br />A. Diameter Bahu-bahu<br />B. Bahu yg plg mudah dijangkau di tekan kedepan mnj dada bayi menyebabkan abduksi kedua bahu, shg diameter bahu-bahu mengecil dan impaksi bahu depan terbebas<br /><br /><br />Rotasi Bahu Belakang<br />(Wood)<br /> Tekan bagian depan dari bahu belakang kearah punggung bayi<br /> Dapat dikombinasi dg anterior disimpaction<br /> Tidak melakukan dorongan fundus<br />Rotasi Bahu Belakang<br /> Woods Corkscrew Manoeuver<br /> Dilakukan simultan dg disimpaksi bahu depan<br /> Bag depan bahu belakang ditekan, dan dilakukan rotasi 180o ke arah anterior (kearah dada bayi)<br /><br />Woods Maneuver : Tangan diletakkan di blk bahu blk anak,<br />kmd dirotasi 180 derajat ke anterior <br />impaksi anterior terbebas<br />Removal Posterior Arm<br />(Shwartz)<br /> Lengan bayi biasanya fleksi pd siku<br /> Bila lengan tidak fleksi Dorong lengan pd siku<br /> Dorong lengan kearah dada<br /> Ambil tangan lahirkan tangan<br /><br />1. Dengan episiotomi<br />2. Knee chest position : Memudahkan melahirkan<br />bahu belakang<br />Tindakan lain<br /> Patahkan klavikula<br /> Zavanelli Maneuver: - menempatkan kembali kepala<br />di pelvik SC<br /> Simfisiotomi<br />Komplikasi<br /> Fetal/Neonatal :<br />1. kematian<br />2. asfiksia dan gejala sisanya<br />3. fraktur : klavikula, humerus<br />4. brachial plexus palsy<br /><br /> Ibu :<br />1. Perdarahan post partum<br />2. Ruptura uteri<br /> Setelah tindakan :<br />- Waspada perdarahan post<br />partum<br />- Inspeksi adanya laserasi dan<br />trauma maternal<br />- Periksa bayi : adakah jejas<br />- Terangkan tindakan yg telah<br />dilakukankatonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-69469918267034106122010-11-01T00:15:00.000-07:002010-11-01T00:16:41.025-07:00Distosia bahu 2Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan.<br /><br />Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi.<br /><br />Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa diatas.<br /><br />Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60 detik.<br /><br />American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) : angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4%.<br /><br />image<br /><br />KOMPLIKASI DISTOSIA BAHU :<br /><br />Komplikasi Maternal<br /><br /> * Perdarahan pasca persalinan<br /> * Fistula Rectovaginal<br /> * Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”<br /> * Robekan perineum derajat III atau IV<br /> * Rupture Uteri<br /><br />Komplikasi Fetal<br /><br /> * Brachial plexus palsy<br /> * Fraktura Clavicle<br /> * Kematian janin<br /> * Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen<br /> * Fraktura humerus<br /><br />Prediksi dan pencegahan Distosia Bahu<br /><br />Meskipun ada sejumlah faktor resiko yang sudah diketahui, prediksi secara individual sebelum distosia bahu terjadi adalah suatu hal yang tidak mungkin.<br /><br />Faktor resiko:<br /><br />Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.<br /><br />Faktor Resiko Distosia Bahu :<br /><br />1. Maternal<br /><br /> * Kelainan anatomi panggul<br /> * Diabetes Gestational<br /> * Kehamilan postmatur<br /> * Riwayat distosia bahu<br /> * Tubuh ibu pendek<br /><br />2. Fetal<br /><br /> * Dugaan macrosomia<br /><br />3. Masalah persalinan<br /><br /> * Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)<br /> * “Protracted active phase” pada kala I persalinan<br /> * “Protracted” pada kala II persalinan<br /><br />Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.<br /><br />Ginsberg dan Moisidis (2001) : distosia bahu yang berulang terjadi pada 17% pasien.<br /><br />Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) untuk penatalaksanaan pasien dengan riwayat distosia bahu pada persalinan yang lalu:<br /><br /> 1. Perlu dilakukan evaluasi cermat terhadap perkiraan berat janin, usia kehamilan, intoleransi glukosa maternal dan tingkatan cedera janin pada kehamilan sebelumnya.<br /> 2. Keuntungan dan kerugian untuk dilakukannya tindakan SC harus dibahas secara baik dengan pasien dan keluarganya.<br /><br />American College Of Obstetricians and Gynecologist (2002) : Penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa :<br /><br /> 1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah.<br /> 2. Tindakan SC yang dilakukan pada semua pasien yang diduga mengandung janin makrosomia adalah sikap yang berlebihan, kecuali bila sudah diduga adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram.<br /><br />PENATALAKSANAAN<br /><br /> 1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.<br /> 2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.<br /> 3. Lakukan episiotomi.<br /><br />Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver :<br /><br /> 1. Tekanan ringan pada suprapubic<br /> 2. Maneuver Mc Robert<br /> 3. Maneuver Woods<br /> 4. Persalinan bahu belakang<br /> 5. Maneuver Rubin<br /> 6. Pematahan klavikula<br /> 7. Maneuver Zavanelli<br /> 8. Kleidotomi<br /> 9. Simfsiotomi<br /><br />1. Tekanan ringan pada suprapubic<br /><br />Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.<br /><br />image<br /><br />Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada kepala janin.<br /><br />2. Maneuver Mc Robert<br /><br />Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.<br /><br />Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu<br /><br />Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.<br /><br />image<br /><br />Maneuver Mc Robert<br /><br />Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah vertikal)<br /><br />image<br /><br />Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray<br /><br />Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis pubis<br /><br />3. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )<br /><br />Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw” maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.<br /><br />image<br /><br />Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis<br /><br />4. Melahirkan bahu belakang<br /><br />image<br /><br />A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku<br /><br />B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin<br /><br />C. Lengan posterior dilahirkan<br /><br />5. Maneuver Rubin<br /><br />Terdiri dari 2 langkah :<br /><br />(1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :<br /><br />(2). Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubisimage<br /><br />Maneuver Rubin II<br /><br />A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah<br /><br />B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit<br /><br />6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.<br /><br />7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC.<br /><br />Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi.<br /><br />Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.<br /><br />8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.<br /><br />9. Simfisiotomi.<br /><br />Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu<br /><br /> 1. Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.<br /> 2. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.<br /> 3. Lakukan episiotomi mediolateral luas.<br /> 4. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala.<br /> 5. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.<br /><br />Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :<br /><br /> 1. Wood corkscrew maneuver<br /> 2. Persalinan bahu posterior<br /> 3. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.<br /><br />Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.<br /><br />Rujukan<br /><br /> 1. American College of Obstetrician and Gynecologist : Shoulder dystocia. Practice Bulettin No 40, November 2002<br /> 2. Ferguson JE, Newberry YG, DeAngelis GA et al: The fetal-pelvic index has minimal utility in predicting fetal-pelvic disproportion.Am J Obstet Gynecol 179;1186, 1998<br /> 3. Gherman RB,Ouzounian JG,Goodwin TM: Obstetric maneuvers for shoulder dystocia and associated fetal morbidity. Am J Obstet Gynecol 178:1126, 1998<br /> 4. Gherman RB,Ouzounian JG,Satin AJ et al: A comparisson of shoulder dystocia-associated transient and permanent brachial plexus palsies . Obstet Gynecol 95:43,2003<br /> 5. Hernandez C, Wendell GD: Shoulder dystocia. In Pitki RM (ed) Clinical Obstetrics and Gynecology Vol XXXIII. Hagerstown Pa,Lippincott 1990, p526<br /> 6. Jennet RJ, Tarby TJ: Disuse osteoporosis as evidence of brachial plexus palsy due to intrauterine fetal maladaptation. Am J Obstet Gyncol 185:236, 2001<br /> 7. Jennet RJ, Tarby TJ, Krauss RL : Erb’s palsy contrast with Klumpke’s and total palsy: Different mechanisme are involved. Am J Obstet Gyncol 186:1216, 2002<br /> 8. Lam MH, Wong GY, Lao TT: Reappraisal of neonatal clavicular fracture : Relationship between infant size and neonatal morbidity Obstet Gynecol 100:115, 2002<br /> 9. Llewelyn-Jones : Obstetrics and Gynecology 7th ed. Mosby, 1999<br /> 10. Spong CY, Beal M,Rodrigues D,et al: An onjective definition of shoulder dystocia : Prolonged head-to-body delivery intervals and/or the use of ancillary obstetric maneuvers. Obstet Gyncol 86;433, 1995katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-86974381455251203052010-11-01T00:05:00.000-07:002010-11-01T00:09:54.876-07:00Distosia bahuQuantcast<br />Shoulder dystocia Posted on October 10, 2008 by Yayan AI | 1 Comment 3 2 i Rate This shoulder dystocia Quantcast fetal shoulder is lodged and can not be born after the fetal head was born. Handling of common shoulder dystocia: * In every birth, be prepared to deal with shoulder dystocia , especially in labor with a big baby. * Prepare some people to help. - The diagnosis of shoulder dystocia:<br /><br />Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.<br /><br />Penanganan umum distosia bahu :<br /><br /> * Pada setiap persalinan, bersiaplah untuk menghadapi distosia bahu, khususnya pada persalinan dengan bayi besar.<br /> * Siapkan beberapa orang untuk membantu.<br /><br />-<br /><br />Diagnosis distosia bahu :<br /><br /> * Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva.<br /> * Dagu tertarik dan menekan perineum.<br /> * Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis pubis.<br /><br />-<br /><br />Penanganan distosia bahu :<br /><br /> 1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.<br /> 2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.<br /> 3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :<br /><br /> * Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis. Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.<br /> * Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu. Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.<br /><br />4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :<br /><br /> * Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina.<br /> * Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum<br /> * bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.<br /> * Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah sternum.<br /><br />5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :<br /><br /> * Masukkan tangan ke dalam vagina.<br /> * Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.<br /><br />6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :<br /><br /> * Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.<br /> * Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.<br /><br />-<br /><br />Referensi :<br /><br />Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Editor : Abdul Bari Saifuddin, Gulardi Hanifa Wiknjosastro, Biran Affandi, Djoko Waspodo. Ed. I, Cet. 5, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003.katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-67546422993066360792010-10-27T07:14:00.000-07:002010-10-27T07:16:13.996-07:00Tanda dan diagnosis kehamilanby painlesslabor in Askeb 1<br /><br />Tanda dan diagnosis kehamilan<br /><br />Kehamilan dimulai dari konsebsi hingga lahirnya janin, kirakira 40 minggu dan tidak lebih dari43 minggu. Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester, TM 1 (0-13 bln), TM2 (13-27 bln), TM3(28-40 bln). Diagnosis kehamilan ditegakkan dengan riwayat kesehatan dan pemeriksaan klinis berdasarkan tanda dan gejala kehamilan<br /><br />Tanda dan gejala kehamilan<br /><br />Tanda mungkin hamil<br /><br /> * Amenorhea –> wanita tidak dating menstruasi, gejala pertama yang dirasakan dan dianggap kalau dirinya hamil, meskipun ada penyebab dari timbulnya amenorhea: stress, obat2an dan penyakit kronis.<br /> * Nausea ( mual ) dan emesis ( muntah ) –> umumnya terjadi pada wanita hamil muda umur 6-8 minggu. Akibat dari meningkatnya hormon HCG ( Human Corionic Gonadotrophin ) secara tiba2 dalam aliran darah.<br /> * Mastoidynia –>payudar terasa nyeri dan kencang disebabkan payudara membesar karena pengaruh hormon estrogen pada ductus mammae dan progesteron pada alveoli.<br /> * Quickening–> Perasaan gerakan janin pada minggu ke 18 atau minggu 20 ( primigravida ) dan umur 14 atau 16 minggu (multigravida).<br /> * Miksi –> Wanita hamil trimester 1 &3 sering merasakan kencing karena uterus yang gravid mendesak vesica urinaria.<br /> * Konstipasi –> Kesulitan buang air besar karena pengaruh hormon progesteron yang hambat peristaltik usus dan karena perubahan pola makanan.<br /> * Weight gain –> pertambahan berat badan ibutidak berbanding lurus dengan pertambahan berat badan janin artinya setelah umur 20 minggu umumnya pertambahan berat badan normal selama kehamilan adalah 8-14 minggu.<br /> * Fatigue –> Perasaan lelah pada ibu hamil sulit diterangkan, namun kerja jantung dirasakan lebih berat pada UK 32 minggu.<br /> * Mengidam –> Ingin makan atau minum tertentu, terjadi pd TM 1.<br /> * Sincope ( pinsan ) –> Adanya gangguan sirkulasi kedaerah kepala (sentral) sehingga menyebabkan iskemik susunan saraf pusat.<br /> * Perubahan temperatur basal –> Jika terjadi kehamilan dan ovulasi, maka suhu basal ibu akan meningkat selama kehamilan hingga melahirkan.<br /> * Pigmentasi kulit –> Pengaruh hormon kortikosteroid plasenta, sering dijumpai pd muka ( chloasma gravidarum ), dinding perut (striae gravidarum = suatu perubahan warna seperti jaringan parut), leher dan sekitar payudara ( hiperpigmentasi areola mamae).<br /><br />Tanda tidak pasti<br /><br /> * Perut membesar.<br /> * Uterus membesar, sesuai dengan umurkehamilan.<br /> * Tanda Chadwicks, mukosa vagina berwarna kebiruan karena hipervaskularisasi hormon estrogen.<br /> * Disharge, lebih banyak dirasakan wanita hamil. Ini pengaruh hormon estrogen dan progesteron.<br /> * Tanda Goodell, portio teraba melunak.<br /> * Tanda Hegar, isthmus uteri teraba lebih panjang dan lunak. Dapat diketahi dengan pemeriksaan bimanual. Tanda ini terlihat pada minggu ke6 dan menjadi semakin jelas pada minggu ke 7-8.<br /> * Tanda Piscaseck, pembesaran / pertumbuhan asimetris bagian uterus yang dekat dengan implantasi plasenta. Biasanya ditemukan pada umur 10 minggu.<br /> * Teraba ballontement (tanda ada benda mengapung / melayang dalam cairan), pd UK 16-20 minggu.<br /> * Kontraksi Braxton Hicks, kontraksi uterus (perut terasa kencang ) tetapi disertai rasa nyeri.<br /> * Reaksi kehamilan positif<br /> * Palpasi ==> ditentukan dulu outline janin, biasanya menjadi jelas setelah minggu ke 22.<br /> * Terdengar denyut jantung janin<br /><br />Tanda pasti<br /><br /> * Fetal elektrocardiograph UK 12 minggu<br /> * Sistem Doppler UK 12 minggu<br /> * Stetoskop Laennec UK 18 minggukatonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-42267479128508419892010-10-25T16:48:00.001-07:002010-10-25T16:48:51.469-07:00PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN BAB I KETENTUAN UMUMPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN<br />
BAB I KETENTUAN UMUM<br />
Pasal 1<br />
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:<br />
1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.<br />
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.<br />
3. Surat Izin Praktek Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kebidanan.<br />
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi dan standar operasional prosedur.<br />
5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />
6. Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.<br />
7. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.<br />
8. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia<br />
BAB II PERIZINAN<br />
Pasal 2<br />
1. Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan<br />
2. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik mandiri.<br />
3. Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan.<br />
Pasal 3<br />
1. Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB<br />
2. Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau Bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa.<br />
Pasal 4<br />
1. SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.<br />
2. SIPB berlaku selama STR masih berlaku.<br />
Pasal 5<br />
1. Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:<br />
a. Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir<br />
b. Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;<br />
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik<br />
d. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4×6 sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan<br />
e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi<br />
2. Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir)<br />
3. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik.<br />
4. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir<br />
Pasal 6<br />
1. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan<br />
2. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran peraturan ini.<br />
3. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan<br />
Pasal 7<br />
SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:<br />
1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB<br />
2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang<br />
3. Dicabut atas perintanh pengadilan<br />
4. Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi<br />
5. Yang bersangkutan meninggal dunia<br />
BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK<br />
Pasal 8<br />
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi:<br />
a. Pelayanan kebidanan<br />
b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan<br />
c. Pelayanan kesehatan masyarakat<br />
Pasal 9<br />
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi<br />
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.<br />
3. Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.<br />
Pasal 10<br />
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi:<br />
a. Penyuluhan dan konseling<br />
b. Pemeriksaan fisik<br />
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal<br />
d. Pertolongan persalinan normal<br />
e. Pelayanan ibu nifas normal<br />
2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi:<br />
a. Pemeriksaan bayi baru lahir<br />
b. Perawatan tali pusat<br />
c. Perawatan bayi<br />
d. Resusitasi pada bayi baru lahir<br />
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan<br />
f. Pemberian penyuluhan<br />
Pasal 11<br />
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:<br />
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah<br />
b. Bimbingan senam hamil<br />
c. Episiotomi<br />
d. Penjahitan luka episiotomi<br />
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;<br />
f. Pencegahan anemi<br />
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif<br />
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia<br />
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;<br />
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet<br />
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III;<br />
l. Pemberian surat keterangan kelahiran<br />
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan<br />
Pasal 12<br />
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;<br />
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;<br />
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;<br />
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi<br />
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan<br />
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.<br />
Pasal 13<br />
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:<br />
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;<br />
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan<br />
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.<br />
Pasal 14<br />
1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.<br />
2. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.<br />
3. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.<br />
4. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.<br />
Pasal 15<br />
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.<br />
2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.<br />
3. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat.<br />
Pasal 16<br />
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.<br />
Pasal 17<br />
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.<br />
Pasal 18<br />
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:<br />
a. Menghormati hak pasien<br />
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.<br />
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;<br />
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;<br />
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;<br />
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;<br />
g. Mematuhi standar; dan<br />
h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian.<br />
2. Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.<br />
Pasal 19<br />
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:<br />
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;<br />
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya;<br />
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan<br />
d. Menerima imbalan jasa profesi.<br />
Bab IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN<br />
Pasal 20<br />
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.<br />
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.<br />
Pasal 21<br />
1. Dalam rangka melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini.<br />
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:<br />
a. Teguran lisan<br />
b. Teguran tertulis<br />
c. Pencabutan SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau<br />
d. Pencabutan SIPB selamanya.<br />
BAB V KETENTUAN PERALIHAN<br />
Pasal 22<br />
1. SIPB yang dimiliki Bidan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan masih tetap berlaku sampai masa SIPB berakhir.<br />
2. Pada saat peraturan ini mulai berlaku, SIPB yang sedang dalam proses perizinan, dilaksanakan sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.<br />
BAB VII KETENTUAN PENUTUP<br />
Pasal 23<br />
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.<br />
Pasal 24<br />
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.<br />
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.<br />
Ditetapkan di Jakarta<br />
Pada tanggal 27 Januari 2010<br />
Dr. Endang rahayu Sedyaningsih, MPH, DR, PHkatonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-20816280778391950812010-10-25T16:46:00.000-07:002010-10-25T16:46:42.276-07:00PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA<div style="text-align: left;">PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA<br />
NOMOR 317/MENKES/PER/III/2010<br />
TENTANG<br />
PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING<br />
DI INDONESIA<br />
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,<br />
Menimbang<br />
:<br />
a.<br />
bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 441/Per/XI/1980 tentang Penggunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing pada Unit Kesehatan di Indonesia, namun sudah tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan sehingga perlu diambil langkah-langkah perubahan;<br />
b<br />
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing Di Indonesia;<br />
Mengingat<br />
:<br />
1.<br />
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474);<br />
2.<br />
3.<br />
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);<br />
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);<br />
1<br />
4.<br />
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548;<br />
5.<br />
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);<br />
6.<br />
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);<br />
7.<br />
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1994 tentang Visa, Ijin Masuk dan Ijin Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3563) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4541);<br />
8.<br />
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);<br />
9.<br />
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);<br />
10.<br />
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);<br />
2<br />
11.<br />
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang;<br />
12.<br />
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor. KEP-249/MEN/82 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Pembatasan Penggunaan Tenaga Kerja WNA Pendatang pada sektor Kesehatan sub sektor Pelayanan Kesehatan;<br />
13.<br />
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang;<br />
14.<br />
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/Menkes/SK/11/ 2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional;<br />
15.<br />
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia Nomor M.01-IZ.01.10 tahun 2007 tentang perubahan kedua atas keputusan menteri kehakiman Nomor M.02-IZ.01.10 tahun 1995 tentang visa singgah, visa kunjungan, visa tinggal terbatas, ijin masuk dan ijin keimigrasian;<br />
16.<br />
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/ /2007 tentang Izin Praktik dan pelaksanaan Praktik Kedokteran;<br />
17.<br />
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.02/MEN/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing;<br />
MEMUTUSKAN:<br />
Menetapkan<br />
:<br />
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA.<br />
3<br />
BAB I<br />
KETENTUAN UMUM<br />
Pasal 1<br />
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :<br />
1. Tenaga kesehatan warga negara asing yang selanjutnya disingkat TK-WNA adalah warga negara asing pemegang izin tinggal terbatas yang memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan dan bermaksud bekerja atau berpraktik di fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah Indonesia.<br />
2. Tenaga Pendamping adalah tenaga kesehatan Indonesia dengan keahlian yang sesuai yang ditunjuk sebagai pendamping TK-WNA dan dipersiapkan sebagai calon pengganti TK-WNA.<br />
3. TK-WNA Pemberi Pelatihan adalah tenaga kesehatan warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih teknologi dan ilmu pengetahuan yang berhubungan secara langsung dengan pasien.<br />
4. TK-WNA Pemberi Pelayanan adalah tenaga kesehatan warga negara asing yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan yang berhubungan secara langsung dengan pasien.<br />
5. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat RPTKA adalah rencana penggunaan TK-WNA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TK-WNA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk.<br />
6. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat IMTA adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja TK-WNA.<br />
7. Alih teknologi dan alih keahlian adalah proses pemindahan pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional TK-WNA kepada tenaga pendamping.<br />
8. Evaluasi adalah proses penyesuaian kompetensi tenaga kesehatan lulusan luar negeri agar memenuhi kebutuhan kompetensi yang tepat untuk bekerja di wilayah Indonesia.<br />
9. Sertifikasi kompetensi adalah suatu proses pengakuan terhadap kompetensi yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap seorang tenaga kesehatan melalui uji kompetensi.<br />
10. Uji Kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur apakah seseorang telah memiliki kemampuan dan/atau keterampilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.<br />
11. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan profesinya.<br />
12. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh KKI atau MTKI kepada TK-WNA yang telah diregistrasi.<br />
4<br />
13. Konsil Kedokteran Indonesia yang selanjutnya disingkat KKI adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat independen yang mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.<br />
14. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat MTKI adalah lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga kesehatan selain dokter dan dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.<br />
15. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.<br />
Pasal 2<br />
Pendayagunaan TK-WNA dipertimbangkan sepanjang terdapat hubungan bilateral antara Negara Republik Indonesia dengan Negara asal TK-WNA yang bersangkutan, yang dibuktikan dengan adanya hubungan diplomatik dengan Indonesia.<br />
Pasal 3<br />
(1) TK-WNA hanya dapat bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu atas permintaan pengguna TK-WNA.<br />
(2) TK-WNA dilarang berpraktik secara mandiri, termasuk dalam rangka kerja sosial.<br />
(3) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan pada pemberian pertolongan pada bencana atas izin pihak yang berwenang.<br />
Pasal 4<br />
(1) TK-WNA dilarang menduduki jabatan personalia dan jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />
(2) TK-WNA dilarang melaksanakan tugas dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahlian, jabatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat atau wilayah kerja yang telah ditentukan dalam IMTA.<br />
Pasal 5<br />
Bidang pekerjaan yang dapat ditempati TK-WNA meliputi:<br />
a. Pemberi pelatihan dalam rangka alih teknologi dan ilmu pengetahuan.<br />
b. Pemberi pelayanan.<br />
5<br />
BAB II<br />
JENIS, KUALIFIKASI PENDIDIKAN DAN PERSYARATAN TK-WNA<br />
Pasal 6<br />
(1) Jenis TK-WNA Pemberi Pelayanan ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari KKI, atau MTKI, dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan dan ketersediaan tenaga kesehatan Indonesia.<br />
(2) Jenis TK-WNA Pemberi Pelatihan ditentukan oleh Menteri berdasarkan kebutuhan akan alih teknologi dan ilmu pengetahuan serta harus mendapatkan rekomendasi dari kolegium bagi dokter dan dokter gigi WNA atau organisasi profesi bagi TK-WNA lain.<br />
Pasal 7<br />
(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan berkualifikasi minimal dokter spesialis dan atau dokter gigi spesialis atau yang setara, serta S1 bagi tenaga kesehatan lainnya.<br />
(2) TK-WNA Pemberi Pelatihan berkualifikasi minimal dokter subspesialis atau konsultan, dokter gigi subspesialis atau konsultan atau yang setara, serta S2 bagi tenaga kesehatan lainnya.<br />
Pasal 8<br />
(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan harus memiliki STR yang dikeluarkan oleh KKI untuk dokter dan dokter gigi atau oleh MTKI untuk tenaga kesehatan lain serta memiliki Surat Izin Praktik (SIP).<br />
(2) TK-WNA Pemberi Pelatihan harus memiliki surat keterangan referensi keahlian yang dikeluarkan oleh kolegium bagi dokter dan dokter gigi WNA atau organisasi profesi bagi TK-WNA lain serta mendapatkan persetujuan dari KKI bagi dokter dan dokter gigi WNA atau dari MTKI bagi TK-WNA lain.<br />
Pasal 9<br />
(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan harus mengikuti proses evaluasi.<br />
(2) Proses evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.<br />
6<br />
Pasal 10<br />
(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan bekerja selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.<br />
(2) TK-WNA Pemberi Pelatihan bekerja untuk jangka waktu 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang.<br />
BAB III<br />
PERSYARATAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN<br />
PENGGUNA TK-WNA<br />
Pasal 11<br />
(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan hanya dapat bekerja di Rumah Sakit Kelas A dan Kelas B yang telah terakreditasi serta fasilitas pelayanan kesehatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri.<br />
(2) TK-WNA pemberi pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan alih teknologi dan pengetahuan.<br />
(3) Fasilitas pelayanan kesehatan tertentu yang akan mempekerjakan TK-WNA pemberi pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin operasional tetap dan minimal telah berjalan 2 (dua) tahun.<br />
Pasal 12<br />
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang akan menggunakan TK-WNA harus memiliki RPTKA dan IMTA.<br />
(2) Menteri mengeluarkan rekomendasi untuk pengesahan RPTKA dan IMTA.<br />
(3) Tata cara permohonan pengesahan RPTKA dan IMTA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.<br />
Pasal 13<br />
(1) Untuk mendapatkan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), fasilitas pelayanan kesehatan mengajukan permohonan secara tertulis dengan melampirkan :<br />
a. Akte badan hukum;<br />
b. Sertifikat akreditasi bagi Rumah Sakit;<br />
c. surat izin operasional tetap minimal telah berjalan 2 (dua) tahun bagi fasilitas pelayanan kesehatan tertentu;<br />
d. surat keterangan domisili;<br />
e. bagan struktur organisasi;<br />
f. surat bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku;dan<br />
g. surat keterangan memenuhi kesehatan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />
7<br />
(2) Permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada:<br />
a. Menteri atau pejabat yang ditunjuk melalui Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi bagi fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah Kabupaten/Kota atau swasta;<br />
b. Menteri atau Pejabat yang ditunjuk melalui Kepala Dinas kesehatan Propinsi bagi fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah Propinsi;<br />
c. Menteri atau pejabat yang ditunjuk bagi fasilitas pelayanan kesehatan milik Departemen Kesehatan.<br />
(3) Dalam rangka penerbitan rekomendasi RPTKA, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan:<br />
a. pengkajian RPTKA berdasarkan kebutuhan daerah;<br />
b. peninjauan lapangan dan menilai kelayakan sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah kabupaten/kota dan swasta;dan<br />
c. menyampaikan hasil pengkajian dan peninjauan lapangan kepada Pemerintah Propinsi.<br />
(4) Dalam rangka penerbitan rekomendasi RPTKA, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi melakukan:<br />
a. pengkajian RPTKA berdasarkan kebutuhan daerah;<br />
b. peninjauan lapangan dan menilai kelayakan sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah propinsi;<br />
c. penilaian dokumen yang diajukan oleh pemerintah kabupaten/kota;<br />
d. penyampaian hasil pengkajian dan peninjauan lapangan dan penilaian dokumen kepada Pemerintah.<br />
(5) Dalam rangka penerbitan rekomendasi RPTKA, Menteri atau pejabat yang ditunjuk melakukan:<br />
a. pengkajian RPTKA berdasarkan kebutuhan nasional;<br />
b. peninjauan lapangan dan menilai kelayakan fasilitas pelayanan kesehatan; dan<br />
c. penilaian dokumen yang diajukan oleh pemerintah propinsi dan kabupaten/kota.<br />
Pasal 14<br />
(1) Untuk mendapatkan Rekomendasi IMTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), fasilitas pelayanan kesehatan mengajukan permohonan secara tertulis dengan melampirkan:<br />
a. sertifikat kompetensi dari negara asal;<br />
b. Surat Tanda Registrasi atau surat keterangan telah teregristrasi sebagai tenaga kesehatan dari Instansi yang berwenang di bidang kesehatan di negara asal;<br />
c. fotocopy ijasah pendidikan tenaga kesehatan yang diakui oleh negara asal;<br />
d. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji profesi;<br />
e. surat keterangan sehat fisik dan mental dari negara asal;<br />
8<br />
f. surat keterangan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;<br />
g. surat rekomendasi (letter of performance) dari Instansi yang berwenang di bidang kesehatan di negara asal;<br />
h. surat keterangan berkelakuan baik dari instansi yang berwenang di negara asal;<br />
i. surat keterangan tidak pernah melakukan pelanggaran etik dari organisasi profesi negara asal;<br />
j. surat izin praktik dari negara asal yang masih berlaku;<br />
k. surat pernyataan bersedia mematuhi peraturan perundang-undangan, sumpah profesi kesehatan, dan kode etik profesi kesehatan yang berlaku di Indonesia;<br />
l. surat pernyataaan bersedia melakukan alih teknologi dan ilmu pengetahuan kepada tenaga kesehatan Warga Negara Indonesia khususnya tenaga pendamping;<br />
m. surat pernyataan dari fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dengan menunjukkan bukti bersedia dan mampu menanggung biaya hidup minimal untuk jangka waktu 2 (dua) tahun di Indonesia;<br />
n. mampu berbahasa Indonesia dengan baik yang dibuktikan dengan sertifikat bahasa Indonesia dari lembaga yg ditunjuk oleh pemerintah;<br />
o. surat pernyataan bersedia melakukan evaluasi bagi TK-WNA Pemberi Pelayanan;<br />
p. surat persetujuan (letter of acceptance) dari kolegium terkait di Indonesia;<br />
q. fotocopy keputusan pengesahan RPTKA yang masih berlaku;<br />
r. daftar riwayat hidup calon TK-WNA; dan<br />
s. fotocopy paspor calon TK-WNA.<br />
(2) Permohonan rekomendasi IMTA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada:<br />
a. Menteri atau pejabat yang ditunjuk melalui Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi bagi fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah Kabupaten/Kota atau swasta;<br />
b. Menteri atau pejabat yang ditunjuk melalui Kepala Dinas Kesehatan Propinsi bagi fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah Propinsi;<br />
c. Menteri atau pejabat yang ditunjuk bagi fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah.<br />
Pasal 15<br />
(1) Penyelenggara pelatihan yang dapat menggunakan TK-WNA Pemberi Pelatihan meliputi:<br />
a. institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi;<br />
b. rumah sakit pendidikan;<br />
c. organisasi profesi;<br />
d. rumah sakit non pendidikan.<br />
9<br />
(2) Rumah Sakit non pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d harus bekerja sama dengan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi, rumah sakit pendidikan, dan/atau organisasi profesi.<br />
Pasal 16<br />
(1) Penyelenggara pelatihan mengajukan permohonan Persetujuan kepada KKI bagi dokter dan dokter gigi WNA atau Menteri bagi TK-WNA lain.<br />
(2) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah memperoleh pengesahan RPTKA dan IMTA.<br />
Pasal 17<br />
Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, penyelenggara pelatihan mengajukan permohonan dengan melampirkan:<br />
a. proposal/kerangka acuan pelaksanaan kegiatan pelatihan;<br />
b. ijasah pendidikan TK-WNA yang diakui oleh negara asal;<br />
c. surat keterangan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;<br />
d. surat rekomendasi dari Instansi yang berwenang di bidang kesehatan di negara asal;<br />
e. daftar riwayat hidup TK-WNA (pengalaman dalam bidang terkait dan publikasi);<br />
f. surat keterangan berkelakuan baik dari instansi yang berwenang di negara asal; dan<br />
g. surat keterangan referensi keahlian dari kolegium atau organisasi profesi terkait di Indonesia.<br />
BAB IV<br />
SERTIFIKASI DAN REGISTRASI TK-WNA<br />
Pasal 18<br />
(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan harus memiliki sertifikat kompetensi.<br />
(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh sesuai peraturan perundang-undangan.<br />
10<br />
Pasal 19<br />
(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan harus memiliki STR.<br />
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh KKI untuk dokter dan dokter gigi atau oleh MTKI untuk tenaga kesehatan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.<br />
BAB V<br />
TATA CARA PERPANJANGAN PENDAYAGUNAAN TK-WNA<br />
Pasal 20<br />
(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan yang telah berakhir masa kerjanya dapat diperpanjang selama 1 (satu) tahun setelah memenuhi persyaratan.<br />
(2) Dalam hal perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) fasilitas pelayanan kesehatan melakukan:<br />
a. permohonan rekomendasi persetujuan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan paling lama 3 (tiga) bulan sebelum berakhir masa kerja TK-WNA sebagai pemberi pelayanan;<br />
b. permohonan rekomendasi persetujuan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan ditujukan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2);<br />
c. permohonan rekomendasi persetujuan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan sebagaimana dimaksud pada huruf b dengan melampirkan:<br />
1) surat persetujuan perpanjangan masa kerja TK-WNA sebagai pemberi pelayanan;<br />
2) surat rekomendasi dari organisasi profesi yang menyatakan tidak ada pelanggaran dalam pelayanan yang sudah dilaksanakan;<br />
3) laporan hasil kerja TK-WNA pemberi pelayanan selama 6 (enam) bulan terakhir; dan<br />
4) rencana kerja TK-WNA pemberi pelayanan 1 (satu) tahun yang akan datang.<br />
(3) Dalam hal permohonan rekomendasi persetujuan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk melakukan:<br />
a. penilaian permohonan perpanjangan masa kerja TK-WNA sebagai pemberi pelayanan dengan melibatkan Konsil Kedokteran Indonesa atau MTKI;<br />
b. menerbitkan rekomendasi persetujuan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan;<br />
c. menerbitkan surat keterangan penolakan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan;<br />
11<br />
d. mengirimkan rekomendasi persetujuan atau surat keterangan penolakan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan.<br />
Pasal 21<br />
(1) Penyelenggara Pelatihan dapat mengajukan permohonan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelatihan ditujukan kepada KKI bagi dokter dan dokter gigi WNA atau Menteri bagi TK-WNA lain.<br />
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan:<br />
a. surat persetujuan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelatihan;<br />
b. surat rekomendasi dari organisasi profesi yang menyatakan tidak ada pelanggaran dalam pelayanan yang sudah dilaksanakan;<br />
c. laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan selama 6 (enam) bulan terakhir; dan<br />
d. rencana pelaksanaan pendidikan dan pelatihan 6 (enam) bulan yang akan datang.<br />
Pasal 22<br />
Tata cara perpanjangan IMTA dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />
BAB VI<br />
HAK DAN KEWAJIBAN<br />
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING<br />
Pasal 23<br />
(1) TK-WNA berhak mendapatkan kompensasi dari fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan sesuai kontrak.<br />
(2) TK-WNA berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pekerjaan yang sesuai standar profesinya sesuai dengan peraturan perundangan.<br />
Pasal 24<br />
(1) TK-WNA berkewajiban menyampaikan laporan kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan kompetensinya secara periodik kepada organisasi profesi dengan tembusan kepada Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kabupaten/kota.<br />
12<br />
(2) TK-WNA berkewajiban menaati standar profesi, standar pelayanan dan etika profesi.<br />
BAB VII<br />
KEWAJIBAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN<br />
Pasal 25<br />
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban menunjuk 2 (dua) orang tenaga kesehatan Indonesia sebagai tenaga pendamping.<br />
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban memberikan kompensasi yang sesuai atas setiap TK-WNA yang dipekerjakan.<br />
(3) Fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban melaporkan secara berkala hasil kerja TK-WNA kepada Dinas Kesehatan setempat.<br />
(4) Fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban melaporkan TK-WNA setelah hubungan kerja berakhir.<br />
BAB VIII<br />
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN<br />
Pasal 26<br />
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan ini.<br />
(2) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengambil tindakan administratif.<br />
Pasal 27<br />
(1) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat berupa:<br />
a. teguran lisan,<br />
b. teguran tertulis, atau<br />
c. pencabutan izin, antara lain: izin fasilitas pelayanan kesehatan, IMTA dan/atau STR.<br />
(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />
13<br />
BAB XI<br />
KETENTUAN PERALIHAN<br />
Pasal 28<br />
Fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan TK-WNA pada saat ditetapkannya peraturan ini harus menyesuaikan diri dengan peraturan ini paling lama 6 (enam) bulan sejak peraturan ini ditetapkan.<br />
BAB XII<br />
KETENTUAN PENUTUP<br />
Pasal 29<br />
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 441/Menkes/Per/XI/1980 tentang Pembatasan Penggunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing pada unit kesehatan di Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.<br />
Pasal 30<br />
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.<br />
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.<br />
</div><div style="text-align: left;"> Ditetapkan di Jakarta<br />
pada tanggal 1 Maret 2010<br />
Menteri,<br />
ttd<br />
Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH<br />
</div>katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-90035192277189897012010-10-24T23:15:00.000-07:002010-10-24T23:15:03.104-07:00KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 760/MENKES/SK/VI/2007 TENTANG PENETAPAN LANJUTAN RUMAH SAKIT RUJUKAN BAGI ORANG DENGAN HIV DAN AIDS (ODHA)KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA<br />
<br />
NOMOR 760/MENKES/SK/VI/2007<br />
<br />
TENTANG<br />
<br />
PENETAPAN LANJUTAN RUMAH SAKIT RUJUKAN BAGI ORANG DENGAN<br />
<br />
HIV DAN AIDS (ODHA)<br />
<br />
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA<br />
<br />
Menimbang :<br />
<br />
a. bahwa kasus Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) di<br />
<br />
kalangan masyarakat khususnya masyarakat usia produktif<br />
<br />
cenderung<br />
<br />
potensial terhadap kesehatan masyarakat di Indonesia yang<br />
<br />
dapat berdampak luas dan negatif bagi ketahanan bangsa<br />
<br />
dan negara;<br />
<br />
b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan<br />
<br />
bagi ODHA, perlu ditetapkan rumah sakit rujukan bagi ODHA;<br />
<br />
c. bahwa meningkatnya jumlah kasus HIV dan AIDS yang cukup<br />
<br />
tinggi memerlukan jumlah rumah sakit rujukan ODHA yang<br />
<br />
memadai di setiap propinsi;<br />
<br />
d. bahwa<br />
<br />
832/Menkes/SK/X/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit<br />
<br />
Rujukan bagi ODHA, dalam lampiran I telah ditetapkan<br />
<br />
sejumlah 75 rumah sakit rujukan ODHA;<br />
<br />
e. bahwa jumlah rumah sakit rujukan ODHA perlu ditambah<br />
<br />
untuk memperluas akses layanan kesehatan bagi ODHA di<br />
<br />
seluruh Indonesia<br />
<br />
meningkat<br />
<br />
sehingga<br />
<br />
merupakan<br />
<br />
ancaman<br />
<br />
dalam<br />
<br />
Keputusan<br />
<br />
Menteri<br />
<br />
Kesehatan<br />
<br />
Nomor<br />
<br />
Mengingat<br />
<br />
:<br />
<br />
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah<br />
<br />
Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20,<br />
<br />
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273);<br />
<br />
1<br />
<br />
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan<br />
<br />
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan<br />
<br />
Lembaran Negara Nomor 3495);<br />
<br />
3. Undang-Undang<br />
<br />
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor<br />
<br />
125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);<br />
<br />
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1981 tentang<br />
<br />
Penanggulangan<br />
<br />
Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara<br />
<br />
Nomor 3447);<br />
<br />
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang<br />
<br />
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai<br />
<br />
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,<br />
<br />
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);<br />
<br />
6. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,<br />
<br />
Tugas,<br />
<br />
Kementerian Negara Republik Indonesia;<br />
<br />
7. Keputusan<br />
<br />
Pembentukan Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS;<br />
<br />
8. Peraturan<br />
<br />
VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat<br />
<br />
Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporan dan<br />
<br />
Tata Cara Penanggulangannya;<br />
<br />
9. Keputusan Menteri Kesejahteraan Rakyat Nomor 9/KEP/1994<br />
<br />
tentang<br />
<br />
Indonesia;<br />
<br />
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/<br />
<br />
X/2002 tentang Pedoman Penanggulangan HIV dan AIDS<br />
<br />
dan Penyakit Menular Seksual;<br />
<br />
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1507/Menkes/SK/<br />
<br />
X/2005 tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing<br />
<br />
HIV dan AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling and<br />
<br />
Testing);<br />
<br />
Nomor<br />
<br />
32<br />
<br />
Tahun<br />
<br />
2004<br />
<br />
tentang<br />
<br />
Wabah<br />
<br />
Penyakit<br />
<br />
Menular<br />
<br />
(Lembaran<br />
<br />
Fungsi,<br />
<br />
Susunan<br />
<br />
Organisasi<br />
<br />
dan<br />
<br />
Tata<br />
<br />
Kerja<br />
<br />
Presiden<br />
<br />
Nomor<br />
<br />
36<br />
<br />
Tahun<br />
<br />
1994<br />
<br />
tentang<br />
<br />
Menteri<br />
<br />
Kesehatan<br />
<br />
Nomor<br />
<br />
560/Menkes/Per/<br />
<br />
Strategi<br />
<br />
Nasional<br />
<br />
Penanggulangan<br />
<br />
AIDS<br />
<br />
di<br />
<br />
2<br />
<br />
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/<br />
<br />
XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen<br />
<br />
Kesehatan;<br />
<br />
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 832/Menkes/SK/X/2006<br />
<br />
tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan bagi ODHA dan<br />
<br />
Standar Rumah Sakit Rujukan ODHA dan Satelitnya<br />
<br />
MEMUTUSKAN:<br />
<br />
Menetapkan :<br />
<br />
Kesatu<br />
<br />
:<br />
<br />
KEPUTUSAN<br />
<br />
PENETAPAN<br />
<br />
DENGAN HIV DAN AIDS (ODHA).<br />
<br />
MENTERI<br />
<br />
RUMAH<br />
<br />
KESEHATAN<br />
<br />
SAKIT<br />
<br />
RUJUKAN<br />
<br />
RI<br />
<br />
TENTANG<br />
<br />
BAGI<br />
<br />
ORANG<br />
<br />
Kedua<br />
<br />
:<br />
<br />
Daftar rumah sakit rujukan bagi Orang Dengan HIV dan AIDS<br />
<br />
(ODHA) sebagaimana dimaksud Diktum Pertama sebagaimana<br />
<br />
tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.<br />
<br />
Ketiga<br />
<br />
:<br />
<br />
Dalam memberikan pelayanan kesehatan rumah sakit rujukan<br />
<br />
sebagaimana dimaksud Diktum Pertama mempunyai tugas<br />
<br />
antara lain sebagai berikut:<br />
<br />
1. Menyusun Standar Prosedur Operasional<br />
<br />
2. Menjamin ketersediaan obat ARV yang secara langsung<br />
<br />
didistribusikan oleh PT Kimia Farma (sesuai dengan prosedur<br />
<br />
khusus yang berlaku) dan obat infeksi oportunistik tertentu.<br />
<br />
3. Menyiapkan sarana, prasarana, dan fasilitas yang sesuai<br />
<br />
dengan pedoman.<br />
<br />
4. Menyiapkan tenaga kesehatan yang terdiri dokter ahli,<br />
<br />
dokter/dokter gigi, perawat, apoteker, analis laboratorium,<br />
<br />
konselor dan manajer kasus;<br />
<br />
5. Membentuk tim kelompok kerja/pokja khusus HIV dan AIDS<br />
<br />
yang terdiri dari tenaga medis dan non medis yang telah<br />
<br />
dilatih melalui pelatihan khusus HIV dan AIDS.<br />
<br />
3<br />
<br />
6. Melaporkan pelaksanaan pemberian pelayanan bagi orang<br />
<br />
dengan HIV dan AIDS<br />
<br />
Keempat<br />
<br />
:<br />
<br />
Rumah sakit rujukan bertanggung jawab kepada Menteri<br />
<br />
Kesehatan dan wajib menyampaikan laporan secara berkala<br />
<br />
melalui Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.<br />
<br />
Kelima<br />
<br />
:<br />
<br />
Monitoring<br />
<br />
pelayanan kesehatan bagi Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA)<br />
<br />
akan dilakukan oleh tim yang terdiri dari Direktorat Jenderal Bina<br />
<br />
Pelayanan Medik, Direktorat Jendral P2 dan PL, dan stakeholder<br />
<br />
terkait. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan secara berkala (1<br />
<br />
tahun sekali).<br />
<br />
dan<br />
<br />
evaluasi<br />
<br />
sehubungan<br />
<br />
dengan<br />
<br />
pemberian<br />
<br />
Keenam<br />
<br />
:<br />
<br />
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan<br />
<br />
ini dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi,<br />
<br />
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan<br />
<br />
tugasnya masing-masing.<br />
<br />
Ketujuh<br />
<br />
:<br />
<br />
Rumah sakit rujukan wajib menyampaikan laporan secara<br />
<br />
berkala kepada Menteri Kesehatan RI melalui Direktur Jenderal<br />
<br />
Bina Pelayanan Medik.<br />
<br />
Kedelapan<br />
<br />
:<br />
<br />
Hal-hal yang bersifat teknis selanjutnya diatur dengan Surat<br />
<br />
Keputusan Dirjen Bina Pelayanan Medik.<br />
<br />
4<br />
<br />
Kesembilan :<br />
<br />
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan<br />
<br />
ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan<br />
<br />
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya<br />
<br />
Ditetapkan di Jakarta<br />
<br />
pada tanggal 27 Juni 2007<br />
<br />
MENTERI KESEHATAN,<br />
<br />
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI Sp.JP(K)<br />
<br />
Tembusan:<br />
1. Komisi Penanggulangan HIV DAN AIDS Nasional di Jakarta<br />
2. Para gubenur/ bupati /walikota setempat<br />
3. Para Pejabat Eselon 1 di Departemen Kesehatan<br />
4. Para Pejabat Eselon 2 terkait di Departemen Kesehatan<br />
<br />
5<br />
<br />
Lampiran I<br />
<br />
Keputusan Menteri Kesehatan<br />
<br />
Nomor<br />
<br />
Tanggal : ..................................<br />
<br />
: ...................................<br />
<br />
DAFTAR RUMAH SAKIT RUJUKAN BAGI ORANG DENGAN HIV DAN AIDS<br />
<br />
No.<br />
<br />
1.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
2.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
3.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
4.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
5.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
6.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
7.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
8.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
9.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
10.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
11.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
12.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
13.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
14.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
15.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
16.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
17.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
Propinsi<br />
<br />
Kabupaten/Kota<br />
<br />
Banda Aceh<br />
<br />
Nama Rumah Sakit<br />
<br />
RSU Dr. Zainoel Abidin<br />
<br />
Aceh Timur<br />
<br />
RSU Langsa<br />
<br />
Aceh Utara<br />
<br />
RSU Cut Meutia<br />
<br />
Aceh Barat<br />
<br />
RSU Cut Nyak Dhien<br />
<br />
Aceh Tamiang<br />
<br />
RSU Tamiang<br />
<br />
Banda Aceh<br />
<br />
RS Kodam I<br />
<br />
Banda Aceh<br />
<br />
RS Bhayangkara NAD<br />
<br />
Pidie<br />
<br />
RSU Sigli<br />
<br />
Medan<br />
<br />
Medan<br />
<br />
Medan<br />
<br />
Medan<br />
<br />
Medan<br />
<br />
Balige<br />
<br />
Deli Serdang<br />
<br />
Karo<br />
<br />
Pematang Siantar<br />
<br />
6<br />
<br />
RSU H. Adam Malik<br />
<br />
RSU Dr. Pirngadi<br />
<br />
RS Bhayangkara Tk.II Sumut<br />
<br />
RS Kesdam II Bukit Barisan<br />
<br />
RS Haji Us Syifa Medan<br />
<br />
RS HKBP Balige<br />
<br />
RSU Lubuk Pakam<br />
<br />
RS Kabanjahe<br />
<br />
RSU Pematang Siantar<br />
<br />
18.<br />
<br />
Sumatera Barat<br />
<br />
19.<br />
<br />
Sumatera Barat<br />
<br />
20.<br />
<br />
Sumatera Barat<br />
<br />
21.<br />
<br />
Riau<br />
<br />
22.<br />
<br />
Riau<br />
<br />
23.<br />
<br />
Riau<br />
<br />
24.<br />
<br />
Riau<br />
<br />
25.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
26.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
27.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
28.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
29.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
30.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
31.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
32.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
33.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
34.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
35.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
36.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
37.<br />
<br />
Bengkulu<br />
<br />
38.<br />
<br />
Jambi<br />
<br />
39.<br />
<br />
Jambi<br />
<br />
40.<br />
<br />
Lampung<br />
<br />
Padang<br />
<br />
Bukittinggi<br />
<br />
Padang Pariaman<br />
<br />
Pekan Baru<br />
<br />
Pekanbaru<br />
<br />
Dumai<br />
<br />
Indragiri Hilir<br />
<br />
Batam<br />
<br />
Batam<br />
<br />
Batam<br />
<br />
Karimun<br />
<br />
Tanjung Pinang<br />
<br />
Tanjung Pinang<br />
<br />
Palembang<br />
<br />
Palembang<br />
<br />
Palembang<br />
<br />
Palembang<br />
<br />
Muara Enim<br />
<br />
Ogan Komering Ulu<br />
<br />
Bengkulu<br />
<br />
Jambi<br />
<br />
Tanjung Jabung<br />
Barat<br />
<br />
Bandar Lampung<br />
<br />
41.<br />
<br />
Lampung<br />
<br />
42.<br />
<br />
Lampung<br />
<br />
43.<br />
<br />
Lampung<br />
<br />
44.<br />
<br />
Bangka Belitung<br />
<br />
45.<br />
<br />
Bangka Belitung<br />
<br />
46.<br />
<br />
Bangka Belitung<br />
<br />
47.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
48.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
Metro<br />
<br />
Lampung Utara<br />
<br />
Lampung Selatan<br />
<br />
Bangka<br />
<br />
Pangkal Pinang<br />
<br />
Belitung<br />
<br />
Jakarta Pusat<br />
<br />
Jakarta Pusat<br />
<br />
7<br />
<br />
RSU Dr. M. Djamil<br />
<br />
RSU Dr. Achmad Mochtar<br />
<br />
RSUD Pariaman<br />
<br />
RSU Pekan Baru<br />
<br />
RS Jiwa Pusat Pekanbaru/RSJ<br />
Tampan<br />
RSU Dumai<br />
<br />
RSU Puri Husada<br />
<br />
RS Budi Kemuliaan<br />
<br />
RS Otorita Batam<br />
<br />
RS Awal Bros<br />
<br />
RSU Kabupaten Karimun<br />
<br />
RSU Tanjung Pinang<br />
<br />
RSAL Dr. Midiyanto S.<br />
<br />
RSU Dr. M.Hoesin Palembang<br />
<br />
RS RK Charitas<br />
<br />
RSJ Palembang<br />
<br />
RSU Kota Palembang<br />
<br />
RSU Prabumulih<br />
<br />
RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja<br />
<br />
RSU Dr. M. Yunus<br />
<br />
RSU Raden Mattaher<br />
<br />
RSU K.H. Daud Arif, Kualatungkal<br />
<br />
RSU Dr.H. Abdoel Moeloek<br />
<br />
Tanjung Karang<br />
<br />
RS Ahmad Yani<br />
<br />
RS H.M. Ryacudu<br />
<br />
RS Pringsewu<br />
<br />
RSU Sungai Liat<br />
<br />
RSU Pangkal Pinang<br />
<br />
RSU Tanjung Pandan<br />
<br />
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo<br />
<br />
RSAL Dr. Mintoharjo<br />
<br />
49.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
50.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
51.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
52.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
53.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
54.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
55.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
56.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
57.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
58.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
59.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
60.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
61.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
62.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
63.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
64.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
65.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
66.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
67.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
68.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
69.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
70.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
71.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
72.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
73.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
74.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
75.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
76.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
77.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
78.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
79.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
80.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
81.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
Jakarta Pusat<br />
<br />
Jakarta Pusat<br />
<br />
Jakarta Pusat<br />
<br />
Jakarta Utara<br />
<br />
Jakarta Utara<br />
<br />
Jakarta Timur<br />
<br />
Jakarta Timur<br />
<br />
Jakarta Timur<br />
<br />
Jakarta Timur<br />
<br />
Jakarta Timur<br />
<br />
Jakarta Barat<br />
<br />
Jakarta Barat<br />
<br />
Jakarta Barat<br />
<br />
Jakarta Barat<br />
<br />
Jakarta Selatan<br />
<br />
Jakarta Selatan<br />
<br />
Jakarta Selatan<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bogor<br />
<br />
Bogor<br />
<br />
Bogor<br />
<br />
Bekasi<br />
<br />
Bekasi<br />
<br />
Sukabumi<br />
<br />
Sukabumi<br />
<br />
Ciamis<br />
<br />
RSPAD Gatot Soebroto<br />
<br />
RS Kramat 128<br />
<br />
RS St. Carolus<br />
<br />
RSPI Dr. Sulianti Saroso<br />
<br />
RSU Koja<br />
<br />
RSU Persahabatan<br />
<br />
RSJ Duren Sawit<br />
<br />
RS Kepolisian Pusat Dr. Soekanto<br />
<br />
RSU Pasar Rebo<br />
<br />
RSU Budhi Asih<br />
<br />
RS Kanker Dharmais<br />
<br />
RSAB Harapan Kita<br />
<br />
RSUD Cengkareng<br />
<br />
RSU Tarakan Jakarta<br />
<br />
RSU Fatmawati<br />
<br />
RS Ketergantungan Obat<br />
<br />
RS FK UKI<br />
<br />
RSUP Hasan Sadikin<br />
<br />
RS St. Borromeus<br />
<br />
RSU Cimahi<br />
<br />
RS Ujung Berung<br />
<br />
RS Bungsu<br />
<br />
RS Paru Dr. H. Rotinsulu<br />
<br />
RS Imanuel<br />
<br />
RS Kebon Jati<br />
<br />
RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi<br />
<br />
RSUD Ciawi<br />
<br />
RSU PMI Bogor<br />
<br />
RSU Bekasi<br />
<br />
RSU Ananda<br />
<br />
RS Bhayangkara<br />
<br />
RSU R. Sjamsudin<br />
<br />
RSU Ciamis<br />
<br />
8<br />
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA<br />
<br />
NOMOR 760/MENKES/SK/VI/2007<br />
<br />
TENTANG<br />
<br />
PENETAPAN LANJUTAN RUMAH SAKIT RUJUKAN BAGI ORANG DENGAN<br />
<br />
HIV DAN AIDS (ODHA)<br />
<br />
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA<br />
<br />
Menimbang :<br />
<br />
a. bahwa kasus Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) di<br />
<br />
kalangan masyarakat khususnya masyarakat usia produktif<br />
<br />
cenderung<br />
<br />
potensial terhadap kesehatan masyarakat di Indonesia yang<br />
<br />
dapat berdampak luas dan negatif bagi ketahanan bangsa<br />
<br />
dan negara;<br />
<br />
b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan<br />
<br />
bagi ODHA, perlu ditetapkan rumah sakit rujukan bagi ODHA;<br />
<br />
c. bahwa meningkatnya jumlah kasus HIV dan AIDS yang cukup<br />
<br />
tinggi memerlukan jumlah rumah sakit rujukan ODHA yang<br />
<br />
memadai di setiap propinsi;<br />
<br />
d. bahwa<br />
<br />
832/Menkes/SK/X/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit<br />
<br />
Rujukan bagi ODHA, dalam lampiran I telah ditetapkan<br />
<br />
sejumlah 75 rumah sakit rujukan ODHA;<br />
<br />
e. bahwa jumlah rumah sakit rujukan ODHA perlu ditambah<br />
<br />
untuk memperluas akses layanan kesehatan bagi ODHA di<br />
<br />
seluruh Indonesia<br />
<br />
meningkat<br />
<br />
sehingga<br />
<br />
merupakan<br />
<br />
ancaman<br />
<br />
dalam<br />
<br />
Keputusan<br />
<br />
Menteri<br />
<br />
Kesehatan<br />
<br />
Nomor<br />
<br />
Mengingat<br />
<br />
:<br />
<br />
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah<br />
<br />
Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20,<br />
<br />
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273);<br />
<br />
1<br />
<br />
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan<br />
<br />
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan<br />
<br />
Lembaran Negara Nomor 3495);<br />
<br />
3. Undang-Undang<br />
<br />
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor<br />
<br />
125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);<br />
<br />
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1981 tentang<br />
<br />
Penanggulangan<br />
<br />
Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara<br />
<br />
Nomor 3447);<br />
<br />
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang<br />
<br />
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai<br />
<br />
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,<br />
<br />
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);<br />
<br />
6. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,<br />
<br />
Tugas,<br />
<br />
Kementerian Negara Republik Indonesia;<br />
<br />
7. Keputusan<br />
<br />
Pembentukan Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS;<br />
<br />
8. Peraturan<br />
<br />
VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat<br />
<br />
Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporan dan<br />
<br />
Tata Cara Penanggulangannya;<br />
<br />
9. Keputusan Menteri Kesejahteraan Rakyat Nomor 9/KEP/1994<br />
<br />
tentang<br />
<br />
Indonesia;<br />
<br />
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/<br />
<br />
X/2002 tentang Pedoman Penanggulangan HIV dan AIDS<br />
<br />
dan Penyakit Menular Seksual;<br />
<br />
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1507/Menkes/SK/<br />
<br />
X/2005 tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing<br />
<br />
HIV dan AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling and<br />
<br />
Testing);<br />
<br />
Nomor<br />
<br />
32<br />
<br />
Tahun<br />
<br />
2004<br />
<br />
tentang<br />
<br />
Wabah<br />
<br />
Penyakit<br />
<br />
Menular<br />
<br />
(Lembaran<br />
<br />
Fungsi,<br />
<br />
Susunan<br />
<br />
Organisasi<br />
<br />
dan<br />
<br />
Tata<br />
<br />
Kerja<br />
<br />
Presiden<br />
<br />
Nomor<br />
<br />
36<br />
<br />
Tahun<br />
<br />
1994<br />
<br />
tentang<br />
<br />
Menteri<br />
<br />
Kesehatan<br />
<br />
Nomor<br />
<br />
560/Menkes/Per/<br />
<br />
Strategi<br />
<br />
Nasional<br />
<br />
Penanggulangan<br />
<br />
AIDS<br />
<br />
di<br />
<br />
2<br />
<br />
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/<br />
<br />
XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen<br />
<br />
Kesehatan;<br />
<br />
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 832/Menkes/SK/X/2006<br />
<br />
tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan bagi ODHA dan<br />
<br />
Standar Rumah Sakit Rujukan ODHA dan Satelitnya<br />
<br />
MEMUTUSKAN:<br />
<br />
Menetapkan :<br />
<br />
Kesatu<br />
<br />
:<br />
<br />
KEPUTUSAN<br />
<br />
PENETAPAN<br />
<br />
DENGAN HIV DAN AIDS (ODHA).<br />
<br />
MENTERI<br />
<br />
RUMAH<br />
<br />
KESEHATAN<br />
<br />
SAKIT<br />
<br />
RUJUKAN<br />
<br />
RI<br />
<br />
TENTANG<br />
<br />
BAGI<br />
<br />
ORANG<br />
<br />
Kedua<br />
<br />
:<br />
<br />
Daftar rumah sakit rujukan bagi Orang Dengan HIV dan AIDS<br />
<br />
(ODHA) sebagaimana dimaksud Diktum Pertama sebagaimana<br />
<br />
tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.<br />
<br />
Ketiga<br />
<br />
:<br />
<br />
Dalam memberikan pelayanan kesehatan rumah sakit rujukan<br />
<br />
sebagaimana dimaksud Diktum Pertama mempunyai tugas<br />
<br />
antara lain sebagai berikut:<br />
<br />
1. Menyusun Standar Prosedur Operasional<br />
<br />
2. Menjamin ketersediaan obat ARV yang secara langsung<br />
<br />
didistribusikan oleh PT Kimia Farma (sesuai dengan prosedur<br />
<br />
khusus yang berlaku) dan obat infeksi oportunistik tertentu.<br />
<br />
3. Menyiapkan sarana, prasarana, dan fasilitas yang sesuai<br />
<br />
dengan pedoman.<br />
<br />
4. Menyiapkan tenaga kesehatan yang terdiri dokter ahli,<br />
<br />
dokter/dokter gigi, perawat, apoteker, analis laboratorium,<br />
<br />
konselor dan manajer kasus;<br />
<br />
5. Membentuk tim kelompok kerja/pokja khusus HIV dan AIDS<br />
<br />
yang terdiri dari tenaga medis dan non medis yang telah<br />
<br />
dilatih melalui pelatihan khusus HIV dan AIDS.<br />
<br />
3<br />
<br />
6. Melaporkan pelaksanaan pemberian pelayanan bagi orang<br />
<br />
dengan HIV dan AIDS<br />
<br />
Keempat<br />
<br />
:<br />
<br />
Rumah sakit rujukan bertanggung jawab kepada Menteri<br />
<br />
Kesehatan dan wajib menyampaikan laporan secara berkala<br />
<br />
melalui Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.<br />
<br />
Kelima<br />
<br />
:<br />
<br />
Monitoring<br />
<br />
pelayanan kesehatan bagi Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA)<br />
<br />
akan dilakukan oleh tim yang terdiri dari Direktorat Jenderal Bina<br />
<br />
Pelayanan Medik, Direktorat Jendral P2 dan PL, dan stakeholder<br />
<br />
terkait. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan secara berkala (1<br />
<br />
tahun sekali).<br />
<br />
dan<br />
<br />
evaluasi<br />
<br />
sehubungan<br />
<br />
dengan<br />
<br />
pemberian<br />
<br />
Keenam<br />
<br />
:<br />
<br />
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan<br />
<br />
ini dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi,<br />
<br />
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan<br />
<br />
tugasnya masing-masing.<br />
<br />
Ketujuh<br />
<br />
:<br />
<br />
Rumah sakit rujukan wajib menyampaikan laporan secara<br />
<br />
berkala kepada Menteri Kesehatan RI melalui Direktur Jenderal<br />
<br />
Bina Pelayanan Medik.<br />
<br />
Kedelapan<br />
<br />
:<br />
<br />
Hal-hal yang bersifat teknis selanjutnya diatur dengan Surat<br />
<br />
Keputusan Dirjen Bina Pelayanan Medik.<br />
<br />
4<br />
<br />
Kesembilan :<br />
<br />
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan<br />
<br />
ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan<br />
<br />
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya<br />
<br />
Ditetapkan di Jakarta<br />
<br />
pada tanggal 27 Juni 2007<br />
<br />
MENTERI KESEHATAN,<br />
<br />
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI Sp.JP(K)<br />
<br />
Tembusan:<br />
1. Komisi Penanggulangan HIV DAN AIDS Nasional di Jakarta<br />
2. Para gubenur/ bupati /walikota setempat<br />
3. Para Pejabat Eselon 1 di Departemen Kesehatan<br />
4. Para Pejabat Eselon 2 terkait di Departemen Kesehatan<br />
<br />
5<br />
<br />
Lampiran I<br />
<br />
Keputusan Menteri Kesehatan<br />
<br />
Nomor<br />
<br />
Tanggal : ..................................<br />
<br />
: ...................................<br />
<br />
DAFTAR RUMAH SAKIT RUJUKAN BAGI ORANG DENGAN HIV DAN AIDS<br />
<br />
No.<br />
<br />
1.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
2.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
3.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
4.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
5.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
6.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
7.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
8.<br />
<br />
Nanggroe Aceh<br />
<br />
Darussalam<br />
<br />
9.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
10.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
11.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
12.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
13.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
14.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
15.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
16.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
17.<br />
<br />
Sumatera Utara<br />
<br />
Propinsi<br />
<br />
Kabupaten/Kota<br />
<br />
Banda Aceh<br />
<br />
Nama Rumah Sakit<br />
<br />
RSU Dr. Zainoel Abidin<br />
<br />
Aceh Timur<br />
<br />
RSU Langsa<br />
<br />
Aceh Utara<br />
<br />
RSU Cut Meutia<br />
<br />
Aceh Barat<br />
<br />
RSU Cut Nyak Dhien<br />
<br />
Aceh Tamiang<br />
<br />
RSU Tamiang<br />
<br />
Banda Aceh<br />
<br />
RS Kodam I<br />
<br />
Banda Aceh<br />
<br />
RS Bhayangkara NAD<br />
<br />
Pidie<br />
<br />
RSU Sigli<br />
<br />
Medan<br />
<br />
Medan<br />
<br />
Medan<br />
<br />
Medan<br />
<br />
Medan<br />
<br />
Balige<br />
<br />
Deli Serdang<br />
<br />
Karo<br />
<br />
Pematang Siantar<br />
<br />
6<br />
<br />
RSU H. Adam Malik<br />
<br />
RSU Dr. Pirngadi<br />
<br />
RS Bhayangkara Tk.II Sumut<br />
<br />
RS Kesdam II Bukit Barisan<br />
<br />
RS Haji Us Syifa Medan<br />
<br />
RS HKBP Balige<br />
<br />
RSU Lubuk Pakam<br />
<br />
RS Kabanjahe<br />
<br />
RSU Pematang Siantar<br />
<br />
18.<br />
<br />
Sumatera Barat<br />
<br />
19.<br />
<br />
Sumatera Barat<br />
<br />
20.<br />
<br />
Sumatera Barat<br />
<br />
21.<br />
<br />
Riau<br />
<br />
22.<br />
<br />
Riau<br />
<br />
23.<br />
<br />
Riau<br />
<br />
24.<br />
<br />
Riau<br />
<br />
25.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
26.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
27.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
28.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
29.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
30.<br />
<br />
Kepulauan Riau<br />
<br />
31.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
32.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
33.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
34.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
35.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
36.<br />
<br />
Sumatera Selatan<br />
<br />
37.<br />
<br />
Bengkulu<br />
<br />
38.<br />
<br />
Jambi<br />
<br />
39.<br />
<br />
Jambi<br />
<br />
40.<br />
<br />
Lampung<br />
<br />
Padang<br />
<br />
Bukittinggi<br />
<br />
Padang Pariaman<br />
<br />
Pekan Baru<br />
<br />
Pekanbaru<br />
<br />
Dumai<br />
<br />
Indragiri Hilir<br />
<br />
Batam<br />
<br />
Batam<br />
<br />
Batam<br />
<br />
Karimun<br />
<br />
Tanjung Pinang<br />
<br />
Tanjung Pinang<br />
<br />
Palembang<br />
<br />
Palembang<br />
<br />
Palembang<br />
<br />
Palembang<br />
<br />
Muara Enim<br />
<br />
Ogan Komering Ulu<br />
<br />
Bengkulu<br />
<br />
Jambi<br />
<br />
Tanjung Jabung<br />
Barat<br />
<br />
Bandar Lampung<br />
<br />
41.<br />
<br />
Lampung<br />
<br />
42.<br />
<br />
Lampung<br />
<br />
43.<br />
<br />
Lampung<br />
<br />
44.<br />
<br />
Bangka Belitung<br />
<br />
45.<br />
<br />
Bangka Belitung<br />
<br />
46.<br />
<br />
Bangka Belitung<br />
<br />
47.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
48.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
Metro<br />
<br />
Lampung Utara<br />
<br />
Lampung Selatan<br />
<br />
Bangka<br />
<br />
Pangkal Pinang<br />
<br />
Belitung<br />
<br />
Jakarta Pusat<br />
<br />
Jakarta Pusat<br />
<br />
7<br />
<br />
RSU Dr. M. Djamil<br />
<br />
RSU Dr. Achmad Mochtar<br />
<br />
RSUD Pariaman<br />
<br />
RSU Pekan Baru<br />
<br />
RS Jiwa Pusat Pekanbaru/RSJ<br />
Tampan<br />
RSU Dumai<br />
<br />
RSU Puri Husada<br />
<br />
RS Budi Kemuliaan<br />
<br />
RS Otorita Batam<br />
<br />
RS Awal Bros<br />
<br />
RSU Kabupaten Karimun<br />
<br />
RSU Tanjung Pinang<br />
<br />
RSAL Dr. Midiyanto S.<br />
<br />
RSU Dr. M.Hoesin Palembang<br />
<br />
RS RK Charitas<br />
<br />
RSJ Palembang<br />
<br />
RSU Kota Palembang<br />
<br />
RSU Prabumulih<br />
<br />
RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja<br />
<br />
RSU Dr. M. Yunus<br />
<br />
RSU Raden Mattaher<br />
<br />
RSU K.H. Daud Arif, Kualatungkal<br />
<br />
RSU Dr.H. Abdoel Moeloek<br />
<br />
Tanjung Karang<br />
<br />
RS Ahmad Yani<br />
<br />
RS H.M. Ryacudu<br />
<br />
RS Pringsewu<br />
<br />
RSU Sungai Liat<br />
<br />
RSU Pangkal Pinang<br />
<br />
RSU Tanjung Pandan<br />
<br />
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo<br />
<br />
RSAL Dr. Mintoharjo<br />
<br />
49.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
50.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
51.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
52.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
53.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
54.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
55.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
56.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
57.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
58.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
59.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
60.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
61.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
62.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
63.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
64.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
65.<br />
<br />
DKI Jakarta<br />
<br />
66.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
67.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
68.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
69.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
70.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
71.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
72.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
73.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
74.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
75.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
76.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
77.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
78.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
79.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
80.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
81.<br />
<br />
Jawa Barat<br />
<br />
Jakarta Pusat<br />
<br />
Jakarta Pusat<br />
<br />
Jakarta Pusat<br />
<br />
Jakarta Utara<br />
<br />
Jakarta Utara<br />
<br />
Jakarta Timur<br />
<br />
Jakarta Timur<br />
<br />
Jakarta Timur<br />
<br />
Jakarta Timur<br />
<br />
Jakarta Timur<br />
<br />
Jakarta Barat<br />
<br />
Jakarta Barat<br />
<br />
Jakarta Barat<br />
<br />
Jakarta Barat<br />
<br />
Jakarta Selatan<br />
<br />
Jakarta Selatan<br />
<br />
Jakarta Selatan<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bandung<br />
<br />
Bogor<br />
<br />
Bogor<br />
<br />
Bogor<br />
<br />
Bekasi<br />
<br />
Bekasi<br />
<br />
Sukabumi<br />
<br />
Sukabumi<br />
<br />
Ciamis<br />
<br />
RSPAD Gatot Soebroto<br />
<br />
RS Kramat 128<br />
<br />
RS St. Carolus<br />
<br />
RSPI Dr. Sulianti Saroso<br />
<br />
RSU Koja<br />
<br />
RSU Persahabatan<br />
<br />
RSJ Duren Sawit<br />
<br />
RS Kepolisian Pusat Dr. Soekanto<br />
<br />
RSU Pasar Rebo<br />
<br />
RSU Budhi Asih<br />
<br />
RS Kanker Dharmais<br />
<br />
RSAB Harapan Kita<br />
<br />
RSUD Cengkareng<br />
<br />
RSU Tarakan Jakarta<br />
<br />
RSU Fatmawati<br />
<br />
RS Ketergantungan Obat<br />
<br />
RS FK UKI<br />
<br />
RSUP Hasan Sadikin<br />
<br />
RS St. Borromeus<br />
<br />
RSU Cimahi<br />
<br />
RS Ujung Berung<br />
<br />
RS Bungsu<br />
<br />
RS Paru Dr. H. Rotinsulu<br />
<br />
RS Imanuel<br />
<br />
RS Kebon Jati<br />
<br />
RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi<br />
<br />
RSUD Ciawi<br />
<br />
RSU PMI Bogor<br />
<br />
RSU Bekasi<br />
<br />
RSU Ananda<br />
<br />
RS Bhayangkara<br />
<br />
RSU R. Sjamsudin<br />
<br />
RSU Ciamis<br />
<br />
8katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-39029552193574676952010-10-24T23:11:00.000-07:002010-10-24T23:11:26.677-07:00DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT DI INDONESIA, 2010 Juni 2010Penawaran<br />
DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT DI INDONESIA, 2010<br />
Juni 2010<br />
<br />
Pertumbuhan rumah sakit (RS) di Indonesia cukup tinggi dalam kurun sepuluh tahun ini. Namun,<br />
pertumbuhan tersebut tidak berbanding lurus dengan kualitasnya. Dari 1.354 rumah sakit di Indonesia,<br />
yang terakreditasi baru 534 unit RS atau sekitar 41,33 persen. Menurut Menteri Kesehatan Endang<br />
Rahayu Sedyaningsih, pada 2001 jumlah RS pemerintah di Indonesia sebanyak 598 unit. Pada akhir<br />
2008 sudah mencapai 655 unit. Demikian juga pertumbuhan RS swasta. Pada 2001 baru sebanyak 580<br />
unit, namun pada akhir 2008 jumlahnya sudah menyalip RS pemerintah, yang mencapai 699 unit.<br />
<br />
Hingga saat ini jumlah rumah sakit di Indonesia yang melakukan akreditasi belum mencapai 50%.<br />
Pengelola RS baik RS pemerintah maupun swasta, masih enggan melaksanakannya. Sampai akhir 2009,<br />
baru sekitar 41,33% atau 534 unit RS yang terakreditasi dari jumlah 1.334 unit RS di Indonesia. UU No<br />
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit tegas menyatakan seluruh rumah sakit wajib akreditasi yang<br />
bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanannya.<br />
<br />
Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) memperkirakan, layanan kesehatan akan bersaing<br />
ketat setelah adanya China-ASEAN Free Trade Area. Dengan berlakunya ACFTA, maka akan semakin<br />
banyak didirikan RS swasta dan membanjirnya dokter asing. Berdasarkan Data terbaru Badan<br />
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDM) Departemen<br />
Kesehatan, jumlah dokter yang ada saat ini sekitar 11.865 orang, sedangkan perkiraan kebutuhan<br />
dokter untuk seluruh wilayah Indonesia sebanyak 13.958 orang, berarti masih kekurangan tenaga<br />
dokter sekitar 2.000 orang. Sementara itu, jumlah bidan yang ada di Indonesia mencapai 57.489 orang,<br />
sedangkan kebutuhan tenaga tersebut 106.829 orang.<br />
<br />
Pada tahun 2006, ada sekitar 385 item obat yang harga eceran tertingginya ditetapkan dan jumlahnya<br />
terus bertambah hingga 453 item di tahun 2010. Khusus obat generik bermerek dagang, pemerintah<br />
sebatas mengendalikan di fasilitas kesehatan pemerintah. Jika obat generik tidak tersedia, fasilitas<br />
kesehatan pemerintah dapat menggunakan obat generik merek dagang dengan harga maksimal tiga<br />
kali lipat harga obat generik dengan International Nonproprietary Name INN. Sedangkan saat ini,<br />
terdapat sekitar 13.000 macam obat yang beredar di Indonesia. Obat generik bermerek dagang di<br />
pasaran harganya dapat mencapai 12 kali lipat dari harga obat generik dengan nama (INN) untuk jenis<br />
obat yang sama.<br />
<br />
Ketersediaan obat generik rata-rata 12,8 bulan, padahal idealnya 18 bulan sehingga ketersediaan<br />
terjamin saat proses pengadaan berlangsung. Di Indonesia Timur, ketersediaan obat rata-rata 10,4<br />
bulan. Obat bisa berbulan-bulan kosong sampai pengadaan berikutnya. Ke depan, pemerintah tidak<br />
hanya memikirkan penurunan harga obat serendah-rendahnya, tetapi juga keberlangsungan produksi<br />
obat tersebut.<br />
<br />
Di tengah persaingan dunia pengobatan saat ini, setiap manajemen rumah sakit perlu mengetahui dan<br />
memahami berbagai peraturan yang berlaku. Untuk itu, PT Media Data Riset berusaha membantu para<br />
stakeholders kesehatan dengan menyediakan Kumpulan Peraturan Rumah Sakit dan Kesehatan di<br />
Indonesia.<br />
<br />
Daftar Peraturan Rumah Sakit di Indonesia 2010 ini, disusun dalam bentuk buku setebal 500 halaman<br />
dan kami tawarkan seharga Rp 4.000.000 (empat juta rupiah) per-copy untuk versi Bahasa Indonesia.<br />
Untuk pemesanan dan informasi lebih lanjut dapat menghubungi PT Media Data Riset melalui<br />
Telepon (021) 809-6071, Fax (021) 809-6071, atau email : info@mediadata.co.id. Formulir pemesanan<br />
kami lampirkan bersama penawaran ini.<br />
<br />
Jakarta, Juni 2010<br />
PT Media Data Riset<br />
<br />
Drh. H. Daddy Kusdriana M.Si<br />
Direktur Utama<br />
<br />
Daftar Isi<br />
DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT DI INDONESIA, 2010<br />
Juni 2010<br />
<br />
1. PEDAHULUAN<br />
2. PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT<br />
2.1. Perkembangan Jumlah Rumah Sakit<br />
2.1.1. Rumah Sakit berdiri di tahun<br />
2008<br />
2.1.2. Rasio jumlah tempat tidur RS,<br />
2005- 2008<br />
2.2. Peranan Rumah Sakit Pemerintah<br />
2.3. Keberadaan Rumah Sakit Masih<br />
Terkonsentrasi di Pulau Jawa<br />
2.4. Anggaran Bidang Kesehatan 2008–<br />
2010<br />
2.5. Rumah Sakit Swasta<br />
2.5.1. Rumah Sakit Swasta Minta<br />
Keringanan<br />
2.5.2. Perlukan Intervensi Pemerintah<br />
dalam Menyiapkan RS Swasta<br />
2.6. RS Berstandar Internasional<br />
2.7. Keberadaan Dokter di Indonesia<br />
2.8. Obat Generik<br />
2.8.1. Penyesuaian Harga Obat<br />
Generik 2010<br />
2.8.2. Produsen obat generik<br />
2.8.3. Potensi Pasar Obat<br />
2.8.4. Pasar Obat 2010<br />
2.8.5. Obat Askes<br />
<br />
3. DAFTAR PERATURAN RUMAH SAKIT<br />
<br />
3.1. Undang-Undang Republik Indonesia<br />
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang<br />
Kesehatan<br />
<br />
3.2. Undang-Undang Republik Indonesia<br />
Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah<br />
Sakit<br />
<br />
3.3. Undang-Undang Republik Indonesia<br />
Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik<br />
Kedokteran<br />
<br />
3.4. Undang-Undang Republik Indonesia<br />
Nomor 5 Tahun 1997 Tentang<br />
Psikotropika<br />
<br />
3.5. Undang Undang Republik Indonesia<br />
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang<br />
Perlindungan Konsumen<br />
<br />
3.6. Peraturan<br />
Pemerintah<br />
Republik<br />
Indonesia Nomor 13 Tahun 2009<br />
Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis<br />
<br />
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang<br />
Berlaku Pada Departemen Kesehatan<br />
<br />
3.7. Instruksi Presiden Republik Indonesia<br />
Nomor 1 Tahun 2010 Tentang<br />
Percepatan Pelaksanaan Prioritas<br />
Pembangunan Nasional Tahun 2010<br />
<br />
3.8. Keputusan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor:<br />
1152/Menkes/SK/XI/2009<br />
Tentang<br />
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana<br />
Alokasi Khusus (DAK) Bidang<br />
Kesehatan Tahun Anggaran 2010<br />
<br />
3.9<br />
<br />
Peraturan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
HK.02.02/MENKES/068/I/2010<br />
Tentang Kewajiban Menggunakan<br />
Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan<br />
Kesehatan Pemerintah<br />
<br />
3.10. Keputusan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
HK.03.01/Menkes/146/I/2010 Tentang<br />
Harga Obat Generik<br />
<br />
3.11. Keputusan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
HK03.01/MENKES/159/I/2010<br />
Tentang Pedoman Pembinaan Dan<br />
Pengawasan<br />
Penggunaan<br />
Obat<br />
Generik Di Fasilitas Pelayanan<br />
Kesehatan Pemerintah<br />
<br />
3.12. Keputusan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor:<br />
510/MENKES/SK/IV/2010<br />
Tentang<br />
Pedoman Harga Pengadaan Obat<br />
Anti Tuberkulosis – FDC Tahun 2010<br />
<br />
3.13. Peraturan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
161/MENKES/PER/I/2010<br />
Tentang<br />
Registrasi Tenaga Kesehatan<br />
<br />
3.14. Peraturan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
299/MENKES/PER/II/2010<br />
Tentang<br />
Penyelenggaraan Program Internsip<br />
Dan Penempatan Dokter Pasca<br />
Internsip<br />
3.15. Peraturan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
317/MENKES/PER/III/2010 Tentang<br />
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan<br />
Warga Negara Asing Di Indonesia<br />
<br />
3.16. Peraturan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor:<br />
659/MENKES/PER/VIII/2009 Tentang<br />
Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia.<br />
<br />
3.17. Keputusan Menteri Keuangan Nomor<br />
4/KMK.05/2010 Tentang Penetapan<br />
Rumah<br />
Sakit<br />
Kusta<br />
Sitanala<br />
Tangerang<br />
Pada<br />
Departemen<br />
Kesehatan<br />
Sebagai<br />
Instansi<br />
Pemerintah<br />
Yang<br />
Menerapkan<br />
Pengelolaan<br />
Keuangan<br />
Badan<br />
Layanan Umum<br />
<br />
3.18. Keputusan Menteri Keuangan Nomor<br />
226/KMK.05/2009 Tentang Penetapan<br />
Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan<br />
Partowidigdo Cisarua Bogor Pada<br />
departemen<br />
Kesehatan<br />
Sebagai<br />
Instansi<br />
Pemerintah<br />
Yang<br />
Menerapkan Pengelolaan Keuangan<br />
Badan Layanan Umum<br />
<br />
3.19. Peraturan Menteri Kesehatan RI<br />
Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008<br />
Tentang Standar Pelayanan Minimal<br />
Bidang<br />
Kesehatan<br />
Di<br />
Kabupaten/Kota<br />
<br />
3.20. Keputusan Menteri Dalam Negeri<br />
Nomor 1 TAHUN 2002 Tentang<br />
Pedoman Susunan Organisasi Dan<br />
Tata Kerja Rumah Sakit Daerah<br />
<br />
3.21. Keputusan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
560/MENKES/SK/IV/2003<br />
Tentang<br />
Pola Tarif Perjan Rumah Sakit<br />
<br />
3.22. Peraturan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
1173/MENKES/PER/X/2004 Tentang<br />
Rumah Sakit Gigi Dan Mulut<br />
<br />
3.23. Keputusan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
1197/MENKES/SK/X/2004<br />
Tentang<br />
<br />
Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah<br />
Sakit<br />
<br />
3.24. Peraturan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor:<br />
269/MENKES/PER/III/2008 Tentang<br />
Rekam Medis<br />
<br />
3.25. Peraturan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
780/MENKES/PER/VIII/2008<br />
Tentang Penyelenggaraan Pelayanan<br />
Radiologi<br />
<br />
3.26. Peraturan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
512/MENKES/PER/IV/2007 Tentang<br />
Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik<br />
Kedokteran<br />
<br />
3.27. Peraturan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
1419/MENKES/PER/X/2005 Tentang<br />
Penyelenggaraan Praktik Dokter Dan<br />
Dokter Gigi<br />
<br />
3.28. Peraturan Menteri Keuangan Nomor<br />
101/PMK.04/2007<br />
Tentang<br />
Pembebasan Bea Masuk Atas Impor<br />
Peralatan<br />
Dan<br />
Bahan<br />
Yang<br />
Digunakan<br />
Untuk<br />
Mencegah<br />
Pencemaran Lingkungan<br />
<br />
3.29. Keputusan Kepala Badan Pengawas<br />
Obat<br />
Dan<br />
Makanan<br />
Republik<br />
Indonesia Nomor : PO.01.01.31.03660<br />
Tentang<br />
Pengaturan<br />
Khusus<br />
Penyaluran<br />
Dan<br />
Penyerahan<br />
Buprenorfin<br />
<br />
3.30. Keputusan<br />
Menteri<br />
Kesehatan<br />
Republik<br />
Indonesia<br />
Nomor<br />
1202/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang<br />
Indikator Indonesia Sehat 2010 Dan<br />
Pedoman<br />
Penetapan<br />
Indikator<br />
Provinsi Sehat Dan Kabupaten/Kota<br />
Sehat<br />
<br />
3.31. Keputusan Menteri Keuangan Nomor<br />
:796/KMK.04/1993,Tanggal 20/08/1993<br />
Tentang Pengenaan Pajak Bumi Dan<br />
Bangunan Atas Rumah Sakit Swasta<br />
<br />
***katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-51195850531115912932010-10-24T22:53:00.001-07:002010-10-24T22:53:34.291-07:00ABORTUS<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style> <![endif]--> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">a. Abortus imminens</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(<b><i>Penyakit atau Kelaninan ABORTUS pada Ibu Hamil</i></b>) – Tanda dan gejala:<br />
a. Perdarahan vagina: merah segar atau coklat<br />
b. Jumlah perdarahan sedikit/ perdarahan bercak<br />
c. Dapat terjadi terus menerus untuk beberapa hari sampai 2 minggu<br />
d. Kram abdomen bagian bawah atau sakit punggung normal<br />
<br />
<b>Manajemen</b><br />
a. Trimester I dengan sedikit perdarahan, tanpa disertai kram<br />
1) Tirah baring tidak terlalu bermanfaat; aktivitas normal dapat dilanjutkan kembali kecuali wanita merasa tidak nyaman atau lebih memilih untuk istirahat<br />
2) Istirahatkan panggul (tidak berhubungan seksual, tidak melakukan irigasi, atau memasukkan sesuatu ke vagina)<br />
3) Tidak melakukan aktivitas seksual yang menimbulkan orgasme<br />
4) Segera beritahu bidan jika terdapat :<br />
• Perdarahan meningkat<br />
• Kram dan nyeri pinggang meningkat<br />
• Semburan cairan dari vagina<br />
• Demam atau gejala mirip flu</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">5) Periksakan pada hari berikutnya di rumah sakit<br />
• Evaluasi tanda-tanda vital<br />
• Pemeriksaan dengan speculum-merupakan skrining vaginitis dan servisitis; observasi bukaan serviks, tonjolan kantong ketuban, bekuan darah, atau bagian-bagian janin<br />
• Pemeriksaan bimanual-ukuran uterus, dilatasi, nyeri tekan, effacement, serta kondisi ketuban. Dapatkan nilai hemoglobin dan hematokrit, jenis dan Rh (jika belum ada)<br />
b. Jika pemeriksaan negative, dapat dilakukan pemeriksaan ultrasuara untuk menentukan kelangsungan hidup janin, tanggal kelahiran, dan jika mungkin untuk menenangkan wanita<br />
c. Jika pemeriksaan fisik dan ultrasuara negatif, tenangkan wanita, kaji ulang gejala bahaya dan pertahankan nilai normal<br />
d. Konsultasi ke dokter jika terjadi perdarahan hebat, kram meningkat, atau hasil pemeriksaan fisik dan ultrasuara menunjukan hasil abnormal</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">b. Abortus Insipiens</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Keguguran membakat ini tidak dapat dihentikan, karena setiap saat dapat terjadi ancaman perdarahan dan pengeluaran hasil konsepsi. Abortus ditandai dengan:<br />
a. Perdarahan lebih banyak<br />
b. Perut mules (sakit) lebih hebat<br />
c. Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis terbuka dan jaringan/hasil konsepsi dapat teraba</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Penanganan </span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
1. Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan:<br />
a) Berikan ergometrin 0,2 mg I.M (dapat diulang sesudah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam jika perlu)<br />
b) Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus<br />
2. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:<br />
a) Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi, kemudian evakuasi sisa-sisa hasil konsepsi<br />
b) Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi<br />
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">c. Abortus Inkomplit</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus.<br />
Gejala klinis yang dapat terjadi:<br />
1) Perdarahan berlangsung terus<br />
2) Perdarahan mendadak<br />
3) Disertai infeksi dengan suhu tinggi<br />
4) Dapat terjadi degenerasi ganas (korio karsinoma)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pada pemeriksaan dijumpai gambaran:</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
1) Kanalis servikalis terbuka<br />
2) Dapat diraba jaringan dalam rahim atau dikanalis servikalis<br />
3) Kanalis servikalis tertutup dan perdarahan berlangsung terus<br />
4) Dengan pemeriksaan sonde perdarahan bertambah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Penanganan</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
1) Jika perdarahan tidak terlalu banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg I.M atau misoprostol 400 mcg per oral<br />
2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:<br />
• Aspirasi Vakum Manual (AVM), kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.<br />
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg I.M (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu)<br />
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:<br />
• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan I.V (garam fisiologik atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi<br />
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)<br />
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.<br />
4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">d. Abortus Komplit</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br />
Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan, sehingga tidak memerlukan tindakan. Gambaran klinisnya adalah uterus mengecil, perdarahan sedikit, dan kanalis telah tertutup.<br />
<b>Penanganan:</b><br />
• Tidak perlu evakuasi lagi<br />
• Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak<br />
• Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan<br />
• Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah<br />
• Konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan lanjut</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Related Article:<br />
<a href="http://www.g-excess.com/id/askeb-asuhan-kebidanan/penyakit-atau-kelaninan-ket-pada-ibu-hamil.html" title="Penyakit atau Kelaninan KET pada Ibu Hamil"><span style="color: blue;">Penyakit atau Kelaninan KET pada Ibu Hamil</span></a> - <a href="http://www.g-excess.com/id/askeb-asuhan-kebidanan/penyakit-atau-kelaninan-molahidatidosa-pada-ibu-hamil.html" title="Penyakit atau Kelaninan MOLAHIDATIDOSA pada Ibu Hamil"><span style="color: blue;">Penyakit atau Kelaninan MOLAHIDATIDOSA pada Ibu Hamil</span></a> - <a href="http://www.g-excess.com/id/asuhan-kebidanan-pada-radang-genetalia-interna-parametritis-sellulitis-pelvika.html" title="Asuhan Kebidanan Pada Radang Genetalia Interna: PARAMETRITIS (SELLULITIS PELVIKA)"><span style="color: blue;">Asuhan Kebidanan Pada Radang Genetalia Interna: PARAMETRITIS (SELLULITIS PELVIKA)</span></a> - <a href="http://www.g-excess.com/id/askeb-asuhan-kebidanan/kehamilan-ganda-komplikasi-dan-penyulit-dalam-kehamilan.html" title="Kehamilan Ganda: Komplikasi dan Penyulit Dalam Kehamilan"><span style="color: blue;">Kehamilan Ganda: Komplikasi dan Penyulit Dalam Kehamilan</span></a> - <a href="http://www.g-excess.com/id/asuhan-kebidanan-pada-radang-genetalia-interna-myometritis.html" title="Asuhan Kebidanan Pada Radang Genetalia Interna: MYOMETRITIS"><span style="color: blue;">Asuhan Kebidanan Pada Radang Genetalia Interna: MYOMETRITIS</span></a> - </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div>katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-82415722981598583922010-10-24T22:50:00.000-07:002010-10-24T22:50:33.427-07:00KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 156/Menkes/SK/I/2010KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA<br />
NOMOR 156/Menkes/SK/I/2010<br />
TENTANG<br />
PEMBERIAN INSENTIF BAGI TENAGA KESEHATAN DALAM RANGKA PENUGASAN<br />
KHUSUS DI PUSKESMAS DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN<br />
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,<br />
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan di daerah<br />
terpencil, perbatasan, dan kepulauan dibutuhkan ketersediaan<br />
tenaga kesehatan yang memadai;<br />
b. bahwa untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan terhadap<br />
masyarakat perlu diberikan insentif bagi tenaga kesehatan yang<br />
melaksanakan penugasan khusus di daerah terpencil, perbatasan,<br />
dan kepulauan;<br />
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada<br />
huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Pemberian Insentif Bagi<br />
Tenaga Kesehatan Dalam Rangka Penugasan Khusus di Daerah<br />
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan dengan Keputusan Menteri<br />
Kesehatan.<br />
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok<br />
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55,<br />
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), sebagaimana telah<br />
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran<br />
Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara<br />
Nomor 3890);<br />
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara<br />
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran<br />
Negara Nomor 4286);<br />
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan<br />
Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan<br />
Lembaran Negara Nomor 4355);<br />
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan<br />
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran<br />
Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara<br />
Nomor 4400);<br />
1<br />
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan<br />
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor<br />
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)<br />
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-<br />
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas<br />
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan<br />
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor<br />
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);<br />
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan<br />
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah<br />
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran<br />
Negara Nomor 3637);<br />
7. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang<br />
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009<br />
Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia<br />
Nomor 5063);<br />
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian<br />
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah<br />
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;<br />
9. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengangkatan<br />
Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap sebagaimana telah diubah<br />
dengan Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2000;<br />
10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,<br />
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian<br />
Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan<br />
Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;<br />
11. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan<br />
Pulau-Pulau Kecil Terluar;<br />
12. Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan dan Menteri<br />
Kesehatan Nomor 1122/Menkes/SKB/1999 dan Nomor<br />
NKB/01/IX/1999 tentang Kerjasama Pembinaan Kesehatan dalam<br />
Rangka Pertahanan Keamanan Negara;<br />
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 508/Menkes/SK/IV/2007<br />
tentang Penetapan Lama Penugasan Dan Besaran Insentif Bagi<br />
Tenaga Medis Dan Bidan Pegawai Tidak Tetap Yang Bertugas<br />
Pada Sarana Pelayanan Kesehatan;<br />
2<br />
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/VIII/2007<br />
tentang Kriteria Sarana Pelayanan Kesehatan Terpencil Dan<br />
Sangat Terpencil sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri<br />
Kesehatan nomor 1239/Menkes/Per/XII/2007.<br />
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1231/Menkes/Per/XI/2007<br />
tentang Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia Kesehatan;<br />
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1235/Menkes/SK/XII/2007<br />
tentang Pemberian Insentif Bagi Sumber Daya Manusia Kesehatan<br />
Yang Melaksanakan Penugasan Khusus;<br />
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/ XI/2005<br />
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan<br />
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri<br />
Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009.<br />
MEMUTUSKAN :<br />
Menetapkan :<br />
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEMBERIAN<br />
INSENTIF BAGI TENAGA KESEHATAN DALAM RANGKA<br />
PENUGASAN KHUSUS DI PUSKESMAS DAERAH TERPENCIL,<br />
PERBATASAN DAN KEPULAUAN.<br />
Kedua : Kriteria penentuan besaran insentif bagi tenaga kesehatan yang<br />
bertugas di puskesmas daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan<br />
sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu tercantum dalam<br />
Lampiran I Keputusan ini.<br />
Ketiga : Tenaga kesehatan penerima insentif sebagaimana dimaksud dalam<br />
Diktum Kesatu terdiri atas perawat, kesehatan lingkungan, gizi, analis<br />
kesehatan dengan kualifikasi pendidikan Diploma III, dan D-III<br />
kesehatan lainnya selain bidan sesuai dengan kebutuhan daerah<br />
tersebut.<br />
Keempat : Daftar puskesmas penerima insentif bagi tenaga kesehatan<br />
sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu tercantum dalam<br />
Lampiran II Keputusan ini.<br />
Kelima : Daftar puskesmas penerima insentif sebagaimana dimaksud dalam<br />
Diktum Keempat dapat diubah sesuai dengan kebutuhan.<br />
3<br />
Keenam : Alokasi biaya untuk pembayaran insentif sebagaimana dimaksud dalam<br />
Diktum Kedua dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan.<br />
Ketujuh : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.<br />
Ditetapkan di Jakarta,<br />
pada tanggal 28 Januari 2010<br />
Menteri,<br />
ttd<br />
Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH<br />
4<br />
Lampiran I<br />
Keputusan Menteri Kesehatan<br />
Nomor : 156/Menkes/SK/I/2010<br />
Tanggal : 28 Januari 2010<br />
BESARAN INSENTIF BAGI TENAGA KESEHATAN DALAM RANGKA PENUGASAN<br />
KHUSUS DI DAERAH TERTINGGAL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN<br />
I. INSENTIF DAN JENIS TENAGA KESEHATAN<br />
A. Jenis Insentif<br />
insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang bertugas di DTPK berupa<br />
uang.<br />
B. Penentuan Besaran Insentif<br />
Besaran insentif pelaksanaan tugas ditentukan berdasarkan wilayah tempat tugas,<br />
jenjang pendidikan dan status kepegawaian.<br />
1. Pembagian Wilayah<br />
Besaran insentif dibedakan berdasarkan wilayah tempat tugas sebagai<br />
berikut:<br />
a. Regional I<br />
Bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan pada Kabupaten/Kota di wilayah<br />
Indonesia Timur sebagai berikut:<br />
1) Provinsi Papua<br />
2) Provinsi Papua Barat<br />
3) Provinsi Maluku<br />
4) Provinsi Maluku Utara<br />
5) Provinsi Nusa Tenggara Timur<br />
6) Provinsi Sulawesi Barat<br />
7) Provinsi Sulawesi Tengah<br />
8) Provinsi Sulawesi Tenggara<br />
9) Provinsi Sulawesi Utara khusus Kabupaten Sangihe, Kabupaten<br />
Talaud, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Sitaro<br />
10) Provinsi Sulawesi Selatan khusus Kepulauan Selayar.<br />
5<br />
b. Regional II<br />
Bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan pada Kabupaten/Kota di luar<br />
wilayah Jawa Bali, sebagai berikut:<br />
1) Provinsi Sumatera Utara<br />
2) Provinsi Bengkulu<br />
3) Provinsi Kepulauan Riau<br />
4) Provinsi Kalimantan Barat<br />
5) Provinsi Kalimantan Timur<br />
2. Jenjang pendidikan<br />
Jenjang pendidikan tenaga kesehatan penerima insentif adalah D-III bidang<br />
kesehatan.<br />
3. Status Kepegawaian<br />
Status pegawai tenaga kesehatan penerima insentif adalah pegawai kontrak<br />
untuk penugasan khusus.<br />
C. Besaran Insentif<br />
Besaran biaya insentif finansial yang diberikan bagi tenaga kesehatan yang di<br />
tugaskan di DTPK sebagai berikut:<br />
Jenjang Pendidikan Besaran Insentif<br />
(D-III)<br />
Besar Penghasilan<br />
Pokok<br />
Regional I Regional II<br />
Perawat 1,700,000 2,700,000 1,700,000<br />
Kesehatan lingkungan 1,700,000 2,700,000 1,700,000<br />
Gizi 1,700,000 2,700,000 1,700,000<br />
Analis kesehatan 1,700,000 2,700,000 1,700,000<br />
D-III Kesehatan lainnya selain<br />
bidan<br />
1,700,000 2,700,000 1,700,000<br />
Besaran insentif yang diberikan disesuaikan dengan gaji/honor yang diterima, agar<br />
jumlah biaya yang di bawa pulang (Take Home Pay) per bulan berdasarkan<br />
jenjang pendidikan adalah sama. Besaran biaya THP hanya dibedakan<br />
berdasarkan regionalisasi tempat penugasan.<br />
6<br />
Total biaya yang diperoleh bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan di DTPK<br />
didapat dengan metode penghitungan sebagai berikut:<br />
Komponen biaya<br />
Status Kepegawaian<br />
Besar Penghasilan<br />
Pokok<br />
Insentif<br />
Jumlah Total<br />
Pegawai Kontrak √ √<br />
Besar Penghasilan Pokok +<br />
Insentif<br />
Menteri,<br />
ttd<br />
Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH<br />
7katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-26075145272871027462010-10-23T07:53:00.000-07:002010-10-23T07:53:55.032-07:00SINDROMA KEMATIAN BAYI MENDADAK (SIDS) SUDDEN INFANT DEATH SYNDROME<div class="entry"> <span style="color: red;"><strong>1. DEFINISI</strong></span><br />
Sindroma Kematian Bayi Mendadak (SIDS, Sudden Infant Death Syndrome) adalah suatu kematian yang mendadak dan tidak terduga pada bayi yang tampaknya sehat. SIDS merupakan penyebab kematian yang paling sering ditemukan pada bayi yang berusia 2 minggu-1 tahun. 3 dari 2000 bayi mengalami SIDS dan hampir selalu ketika mereka sedang tidur. Kebanyakan SIDS terjadi pada usia 2-4 bulan dan terjadi di seluruh dunia.<br />
Kematian bayi mendadak tidak terduga dan dengan alasan yang tetap tidak jelas, bahkan setelah otopsi,merupakan sara kematian paling utama pada tahun pertama kehidupan setelah masa neonatus. Peristiwa ini menggambarkan sindroma bayi mati mendadak (SIDS yaitu Sudden Infant Death Syndrome). Sindroma Kematian Bayi Mendadak (SIDS, Sudden Infant Death Syndrome) adalah suatu kematian yang mendadak dan tidak terduga pada bayi yang tampaknya sehat.<br />
SIDS merupakan penyebab kematian yang paling sering ditemukan pada bayi yang berusia 2 minggu-1 tahun. 3 dari 2000 bayi mengalami SIDS dan hampir selalu ketika mereka sedang tidur. Kebanyakan SIDS terjadi pada usia 2-4 bulan dan terjadi di seluruh dunia. Pada kasus yang khas seorang bayi berusia 2-3 bulan yang tampak sehat, di tidurkan tanpa kecurigaan bahwa segala sesuatunya di luar keadaan yang biasa, beberapa waktu kemudian bayi di temukan meninggal, dan otopsi konvensional gagal menemukan penyebab kematian. Telah di ungkapkan bahwa bayi tampak sehat sebelum meninggal, tetapi riwayat perinatal yang lebih rinci serta pemeriksaan intensif fungsi kardiorespiratorik dan neurologik menghasilkan bukti-bukti bahwa anak tidak berada dalam keadaan yang normal sebelumnya.<br />
Seorang ibu yang merokok pada masa kehamilan meningkatkan risiko sindrom mati mendadak pada bayi. Kematian mendadak pada bayi terjadi ketika bayi kekurangan napas di tempat tidur setelah posisinya menghalangi pernapasannya. Seperti yang dikutip dari AFP, sindrom mati mendadak itu banyak dikaitkan dengan kurangnya respons yang mengejutkan pada otak yang memicu bayi bernapas megap-megap. Dalam kondisi semacam itu, bayi akan menangis untuk merangsang pernapasan normal kembali.<br />
<strong><span style="color: red;">2. PENYEBAB</span></strong><br />
<span id="more-578"></span>Penyebab ketidaknormalan itu masih belum diketahui jelas. Namun, bukti statistik menunjukkan ada kaitan bayi yang terpapar tembakau selama kehamilan dengan sindrom mati mendadak pada bayi. Tim dokter yang dipimpin Dr Anne Chang, seorang profesor di bidang pernapasan di Royal Children’s Hospital Foundation di Brisbane, Australia, berupaya mencari kaitan antara kedua hal itu dengan mengamati 20 bayi sehat berusia sekitar tiga sampai lima bulan. Usia itu merupakan usia yang berisiko mati mendadak.<br />
Para ahli mengamati sepuluh ibu bayi yang tidak merokok pada masa kehamilan, sedangkan yang lain merokok selama kehamilan. Untuk penelitian, bayi diletakkan di punggung, posisi yang direkomendasikan untuk mencegah kematian mendadak. Kemudian, bayi-bayi itu diganggu oleh suara nyanyian yang kekuatannya mencapai 80 desibel dari pengeras suara di dekat mereka setelah tidur. Tes dilakukan selama para bayi tidur nyenyak dan dalam keadaan terang sepanjang tahap tidur antara sepuluh sampai dua belas jam. Irama jantung dan pernapasan serta respons tingkah laku bayi seperti gerakan badan dan membuka mata diamati. Para peneliti menemukan tidak ada perbedaan cara tidur bayi atau bangun ketika suara terdengar selama tidur nyenyak. Periode ditentukan oleh kecepatan gerak mata di samping pupil. Tetapi, perbedaan besar meningkat pada respons mereka selama membuka mata atau bergerak selama periode itu, bahkan ketika rangsangan terhadap telinga diperbesar. Para peneliti percaya penemuan itu menambah kecurigaan bahwa nikotin dapat berakibat pada perkembangan kunci fungsi motoris bayi, yakni memerintahkan otak untuk tidur dan membangunkan serta fungsi jantung serta paru-paru.<br />
Penyebabnya tidak diketahui. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa SIDS lebih sering terjadi pada bayi yang tidurnya tengkurap dibandingkan dengan bayi yang tidurnya terlentang atau miring. Karena itu sebaiknya bayi ditidurkan dalam posisi terlentang atau miring. Resiko terjadinya SIDS juga ditemukan pada bayi yang pada saat tidur wajahnya menghadap ke kasur atau selimut yang lembut/empuk. Karena itu sebaiknya bayi ditidurkan diatas kasur yang keras.<br />
<strong><span style="color: blue;">Faktor resiko terjadinya SIDS:</span></strong><br />
• Tidur tengkurap (pada bayi kurang dari 4 bulan)<br />
• Kasur yang lembut (pada bayi kuran dari 1 tahun)<br />
• Bayi prematur<br />
• Riwayat SIDS pada saudara kandung<br />
• Banyak anak<br />
• Musim dingin<br />
• Ibunya perokok<br />
• Ibunya pecandu obat terlarang<br />
• Ibunya berusia muda<br />
• Jarak yang pendek diantara 2 kehamilan<br />
• Perawatan selama kehamilan yang kurang<br />
• Golongan sosial-ekonomi rendah. SIDS lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki.<br />
<strong><span style="color: blue;">FAKTOR-FAKTOR YANG MUNGKIN MENYEBABKAN BAYI MENINGGAL MENDADAK</span></strong><br />
1. Jeda pernafasan karena Apnea dan sianosis yang lama selama tidur telah diobservasi pada dua bayi yang kemudian dianggap meninggal karena SIDS dan telah diamati pula adanya obstruksi saluran nafas bagian atas dengan jeda pernafasan serta bradikardia yang lama pada bayi-bayi dengan SIDS abortif. Walaupun demikian masih belum pasti apakah apnea sentral atau apnea obstruktif yang lebih penting dalam terjadinya SIDS<br />
2. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah mengisyaratkan bahwa bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas pada susunan saraf pusat.<br />
3. Fungsi saluran nafas atas yang abnormal, berdasarkan pada perkembangan dan anatomi, maka bayi yang muda dianggap beresiko tinggi terhadap saluran pernafasan bagian atas, apakah keadaan ini terjadi pada SIDS masih belum di ketahui.<br />
4. Reflek saluran nafas yang hiperreaktif karena masuknya sejumlah cairan ke dalam laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan di duga menimblkan apnea, maka di berikan perhatian yang cukup besar akan kemungkinan reflek gasoesofagus dan aspirasi sebagai mekanisme primer terjadinya SIDS pada beberapa bayi.<br />
5. Abnormalita jantung, beberapa ahli mengajukan adanya ketidakstabilan pada jantung muda, tetapi tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan saa ini untuk menunjukan bahwa aritmia jantung memainkan perana pada SIDS.<br />
<span style="color: red;"> <strong>3. GEJALA</strong></span><br />
Tidak ada gejala yang mendahului terjadinya SIDS. .<br />
<span style="color: red;"><strong>4. DIAGNOSA</strong></span><br />
SIDS didiagnosis jika seorang bayi yang tampaknya sehat tiba-tiba meninggal dan hasil otopsi tidak menunjukkan adanya penyebab kematian yang jelas. Semakin banyak bukti bahwa bayi dengan resiko SIDS mempunyai cacat fisiologik sebelum lahir. Pada neonatus dapat di temukan nilai apgar yang rendah dan abnormalitas control respirasi, denyut jantung dan suhu tubuh, serta dapat pula mengalami retardasi pertumbuhan pasca natal. SIDS didiagnosis jika seorang bayi yang tampaknya sehat tiba-tiba meninggal dan hasil otopsi tidak menunjukkan adanya penyebab kematian yang jelas.<br />
<span style="color: red;"><strong>5. PENGOBATAN</strong></span><br />
Orang tua yang kehilangan anaknya karena SIDS memerlukan dukungan emosional. Penyebab kematian anaknya tidak diketahui, sehingga mereka seringkali merasa bersalah. Mungkin ada baiknya jika orang tua merencanakan untuk memiliki anak lagi.<br />
<span style="color: red;"><strong>6. PENCEGAHAN</strong></span><br />
Angka kejadian SIDS telah menurun secara berarti (hampir mendekati 50%) sejak para orang tua dianjurkan untuk menidurkan bayinya dalam posisi terlentang atau miring (terutama ke kanan).<br />
1. Selalu letakkan bayi Anda dalam posisi terlentang ketika ia sedang tidur, walaupun saat tidur siang. Posisi ini adalah posisi yang paling aman bagi bayi yang sehat untuk mengurangi risiko SIDS.<br />
2. Jangan pernah menengkurapkan bayi secara sengaja ketika bayi tersebut belum waktunya untuk bisa tengkurap sendiri secara alami.<br />
3. Gunakan kasur atau matras yang rata dan tidak terlalu empuk. Penelitian menyimpulkan bahwa risiko SIDS akan meningkat drastis apabila bayi diletakkan di atas kasur yang terlalu empuk, sofa, bantalan sofa, kasur air, bulu domba atau permukaan lembut lainnya.<br />
4. Jauhkan berbagai selimut atau kain yang lembut, berbulu dan lemas serta mainan yang diisi dengan kapuk atau kain dari sekitar tempat tidur bayi Anda. Hal ini untuk mencegah bayi Anda terselimuti atau tertindih benda-benda tersebut.<br />
5. Pastikan bahwa setiap orang yang suka mengurus bayi Anda atau tempat penitipan bayi untuk mengetahui semua hal di atas. Ingat setiap hitungan waktu tidur mengandung risiko SIDS.<br />
6. Pastikan wajah dan kepala bayi Anda tidak tertutup oleh apapun selama dia tidur. Jauhkan selimut dan kain penutup apapun dari hidung dan mulut bayi Anda.<br />
7. Pakaikan pakaian tidur lengkap kepada bayi Anda sehingga tidak perlu lagi untuk menggunakan selimut. Tetapi seandainya tetap diperlukan selimut sebaiknya Anda perhatikan hal-hal berikut ini: Pastikan kaki bayi Anda berada di ujung ranjangnya, Selimutnya tidak lebih tinggi dari dada si bayi,Ujung bawah selimut yang ke arah kaki bayi, Anda selipkan di bawah kasur atau matras sehingga terhimpit.<br />
8. Jangan biarkan siapapun merokok di sekitar bayi Anda khususnya Anda sendiri. Hentikan kebiasaan merokok pada masa kehamilan maupun kelahiran bayi Anda dan pastikan orang di sekitar si bayi tidak ada yang merokok.<br />
9. Jangan biarkan bayi Anda kepanasan atau kegerahan selama dia tidur. Buat dia tetap hangat tetapi jangan terlalu panas atau gerah. Kamar bayi sebaiknya berada pada suhu yang nyaman bagi orang dewasa. Selimut yang terlalu tebal dan berlapis-lapis bisa membuat bayi Anda terlalu kepanasan.<br />
10. Temani bayi Anda saat ia tidur. Jangan pernah ditinggal-tinggal sendiri untuk waktu yang cukup lama.<br />
<div class="postmetadata alt"> <small> Tulisan ini dikirim pada pada Senin, April 12th, 2010 07:32 dan di isikan dibawah <a href="http://id.wordpress.com/tag/anak/" rel="category tag" title="Lihat seluruh tulisan dalam Anak">Anak</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/artikel-kesehatan/" rel="category tag" title="Lihat seluruh tulisan dalam Artikel Kesehatan">Artikel Kesehatan</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/balita/" rel="category tag" title="Lihat seluruh tulisan dalam Balita">Balita</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/batita/" rel="category tag" title="Lihat seluruh tulisan dalam Batita">Batita</a>, <a href="http://id.wordpress.com/tag/bayi/" rel="category tag" title="Lihat seluruh tulisan dalam Bayi">Bayi</a>. Anda dapat meneruskan melihat respon dari tulisan ini melalui <a href="http://ummukautsar.wordpress.com/2010/04/12/sindroma-kematian-bayi-mendadak-sids-sudden-infant-death-syndrome/feed/">RSS 2.0</a> feed. r Anda dapat <a href="http://ummukautsar.wordpress.com/2010/04/12/sindroma-kematian-bayi-mendadak-sids-sudden-infant-death-syndrome/#respond">merespon</a>, or <a href="http://ummukautsar.wordpress.com/2010/04/12/sindroma-kematian-bayi-mendadak-sids-sudden-infant-death-syndrome/trackback/" rel="trackback">trackback</a> dari website anda. </small> </div></div>katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-36988592602098462332010-10-23T07:47:00.000-07:002010-10-23T07:47:55.117-07:00MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN KESEHATAN<div style="text-align: justify;">Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indicator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.<span id="more-511"></span></div><div style="text-align: justify;">Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang <em>sama”. </em><em>(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). </em>Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut <em>(risk of treatment) </em>karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).</div><div style="text-align: justify;">Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.</div><div style="text-align: justify;">Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan <em>ciminal malpractice, </em>harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :</div><div style="text-align: justify;">a. Apakah perbuatan <em>(positif act </em>atau <em>negatif act) </em>merupakan perbuatan yang tercela<br />
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin <em>(mens rea) </em>yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.</div><div style="text-align: justify;">Dalam kasus atau gugatan adanya <em>civil malpractice </em>pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :</div><h3>1. Cara langsung</h3>Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :<br />
<ol><li><em>Duty </em>(kewajiban)</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan</div>(1) Adanya indikasi medis<br />
(2) Bertindak secara hati-hati dan teliti<br />
(3) Bekerja sesuai standar profesi<br />
(4) Sudah ada informed consent.<br />
<ol><li><em> </em><em></em><em>Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)</em></li>
</ol><div style="text-align: justify;">Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.</div><ol><li><em> </em><em>Direct Causation (penyebab langsung)</em></li>
<li><em> </em><em>Damage (kerugian)</em></li>
</ol><div style="text-align: justify;">Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab <em>(causal) </em>dan kerugian <em>(damage) </em>yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil <em>(outcome) </em>negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.</div><div style="text-align: justify;">Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).</div><h3>2. Cara tidak langsung</h3><div style="text-align: justify;">Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi<br />
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya<br />
<em>sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).</em><br />
Doktrin <em>res ipsa loquitur </em>dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:</div>a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai<br />
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan<br />
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada <em>contributory negligence.</em><br />
gugatan pasien .<br />
<div style="text-align: justify;"><strong>Upaya pencegahan malpraktek :</strong><br />
<strong>1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan</strong><br />
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:<br />
<em>a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).</em><br />
<em>b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.</em><br />
<em>c. </em>Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.<br />
<em>d. </em>Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.<br />
<em>e. </em>Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.<br />
<em>f. </em>Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.<br />
<strong>2. Upaya menghadapi tuntutan hukum</strong></div><div style="text-align: justify;">Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.</div><div style="text-align: justify;">Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan <em>criminal malpractice</em>, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :<br />
a. <em>Informal defence</em>, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (<em>risk of treatment), </em>atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin <em>(men rea) </em>sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.<br />
b. <em>Formal/legal defence</em>, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.<br />
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.<br />
Pada perkara perdata dalam tuduhan <em>civil malpractice </em>dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita <em>(damage) </em>yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya <em>civil malpractice </em>tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri <em>(res ipsa loquitur), </em>apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban <em>(dereliction of duty) </em>dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan <em>(damage), </em>sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.</div>Taken from :My friend inspiration(berbagai sumber)<br />
Dikutip dari : http://muhammadjabir.wordpress.comkatonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-32866570054082999782010-10-23T05:26:00.000-07:002010-10-23T07:25:03.365-07:00PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 340/MENKES/PER/III/2010<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style> <![endif]--> <div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">TENTANG</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 21.5pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">KLASIFIKASI RUMAH SAKIT<br />
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menimbang:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, perlu mengatur Klasifikasi Rumah Sakit dengan Peraturan Menteri Kesehatan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mengingat:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan Kedua</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Atas</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Peraturan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menteri</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kesehatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: 344.05pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Nomor1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 355/Menkes/Per/V/2006</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tentang Pedoman Pelembagaan Organisasi Unit Pelaksana Teknis;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">MEMUTUSKAN:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menetapkan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">KLASIFIKASI</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">RUMAH SAKIT.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 21.5pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">BAB I<br />
KETENTUAN UMUM<br />
Pasal 1</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">2. Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">semua bidang dan jenis penyakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">3. Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">4. Klasifikasi Rumah Sakit adalah pengelompokan kelas Rumah Sakit berdasarkan fasilitas</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan kemampuan pelayanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">5. Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut sarana, prasarana maupun alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">6. Sarana adalah segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh mata maupun teraba oleh panca-indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan (umumnya) merupakan bagian dari suatu bangunan gedung ataupun bangunan gedung itu sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">7. Prasarana adalah benda maupun jaringan / instansi yang membuat suatu sarana yang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ada bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">8. Tenaga tetap adalah tenaga yang bekerja di rumah sakit secara purna waktu dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berstatus pegawai tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 21.5pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">BAB II<br />
PENETAPAN KELAS<br />
Pasal 2</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Setiap rumah sakit wajib mendapatkan penetapan kelas dari Menteri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Rumah sakit dapat ditingkatkan kelasnya setelah lulus tahapan pelayanan akreditasi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kelas dibawahnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 3</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah,laundry, danambulance, pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">BAB III</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">KLASIFIKASI RUMAH SAKIT UMUM</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 4</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menjadi :<br />
a. Rumah Sakit Umum Kelas A;<br />
b. Rumah Sakit Umum Kelas B;<br />
c. Rumah Sakit Umum Kelas C;<br />
d. Rumah Sakit Umum Kelas D.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 5</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Klasifikasi Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">a. Pelayanan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">b. Sumber Daya Manusia;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">c. Peralatan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">d. Sarana dan Prasarana; dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">e. Administrasi dan Manajemen.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">BAB IV</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 21.5pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">RUMAH SAKIT UMUM<br />
Bagian Kesatu<br />
Rumah Sakit Umum Kelas A<br />
Pasal 6</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi, Radiologi,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan Patologi Anatomi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(7) Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya terdiri dari Pelayanan Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(8) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah Mulut, Konservasi/Endodonsi, Periodonti, Orthodonti, Prosthodonti, Pedodonsi dan Penyakit Mulut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(9) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan asuhan kebidanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(10) Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi, Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Jiwa, Paru, Orthopedi dan Gigi Mulut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(11) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan Darah, Gizi,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(12) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayananLaundry/Linen, Jasa Boga/</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang,Ambulance,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan Penampungan Air Bersih.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 7</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat pelayanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 18 (delapan belas) orang dokter</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">umum dan 4 (empat) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 6 (enam) orang dokter spesialis dengan masing-masing 2 (dua) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing minimal 3 (tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(5) Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing minimal 3 (tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(6) Untuk Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut harus ada masing-masing minimal 1 (satu)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">orang dokter gigi spesialis sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(7) Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing minimal 2 (dua) orang dokter subspesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter subspesialis sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(8) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan kualifikasi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(9) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 8</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Sarana prasarana Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Peralatan yang dimiliki Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menteri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Peralatan radiologi dan kedokteran nuklir harus memenuhi standar sesuai dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ketentuan peraturan perundang-undangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Jumlah tempat tidur minimal 400 (empat ratus) buah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 9</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur (SPO), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), hospital by laws dan Medical Staff by laws.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bagian Kedua</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rumah Sakit Umum Kelas B</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 10</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi, Radiologi,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(7) Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13 (tiga belas) pelayanan meliputi Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(8) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah Mulut,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Konservasi/Endodonsi, dan Periodonti.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(9) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan asuhan kebidanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(10) Pelayanan Medik Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar yang meliputi :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(11) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan Darah, Gizi,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(12) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayananLaundry/Linen, Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang,Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 11</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat pelayanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 12 (dua belas) orang dokter umum</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan 3 (tiga) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar masing-masing minimal 3 (tiga) orang dokter</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing minimal 2 (dua) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu ) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(5) Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 4 orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(6) Pada Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut harus ada masing-masing minimal 1 (satu)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">orang dokter gigi spesialis sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(7) Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing minimal 1 (satu) orang</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dokter subspesialis dengan 1 (satu) orang dokter subspesialis sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(8) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan kualifikasi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(9) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 12</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Sarana prasarana Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Peralatan yang dimiliki Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menteri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Peralatan radiologi dan kedokteran nuklir harus memenuhi standar sesuai dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ketentuan peraturan perundang-undangan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Jumlah tempat tidur minimal 200 (dua ratus) buah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 13</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur (SPO), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), hospital by laws dan Medical Staff by laws.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bagian Ketiga</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rumah Sakit Umum Kelas C</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 14</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua puluh) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(6) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut minimal 1 (satu) pelayanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(7) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi, Radiologi,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(8) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan asuhan kebidanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(9) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan Darah, Gizi,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(10) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayananLaundry/Linen, Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang,Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 15</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat pelayanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter umum dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 2 (dua) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Pada setiap Pelayanan Spesialis Penunjang Medik masing-masing minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(5) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan kualifikasi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(6) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 16</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Sarana prasarana Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Peralatan yang dimiliki Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menteri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Peralatan radiologi harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perundang-undangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Jumlah tempat tidur minimal 100 (seratus) buah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 17</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tatalaksana organisasi,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">standar pelayanan, standar operasional prosedur (SPO), Sistem Informasi Manajemen</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rumah Sakit (SIMS) dan hospital by laws Medical Staff by laws. dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bagian Keempat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rumah Sakit Umum Kelas D</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 18</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas D sebagaimana dimaksudpada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, PelayananMedik Spesialis Dasar, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan PenunjangKlinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (duanpuluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukanpemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasisesuai dengan standar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat) jenispelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak,Bedah, Obstetri dan Ginekologi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik yaitu laboratorium dan Radiologi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(7) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan asuhan kebidanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(8) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan High Care Unit, Pelayanan Darah,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(9) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayananLaundry/Linen, Jasa Boga /Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang,Ambulance,Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik danPenampungan Air Bersih.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 19</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat pelayanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 4 (empat) orang dokter umum dan 1</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(satu) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15.1pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 1 (satu)orang dokter spesialis dari 2 (dua) jenis pelayanan spesialis dasar dengan 1 (satu)orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan kualifikasi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(5) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 20</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Sarana prasarana Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Peralatan yang dimiliki Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Menteri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Peralatan radiologi harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">perundang-undangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Jumlah tempat tidur minimal 50 (lima puluh) buah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 21</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Tatakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur (SPO), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMS), hospital by laws dan Medical Staff by laws.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 22</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kriteria klasifikasi Rumah Sakit Umum sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">BAB V</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">RUMAH SAKIT KHUSUS</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 23</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 24</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">menjadi :<br />
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A;<br />
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B;<br />
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 25</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Klasifikasi Rumah Sakit Khusus ditetapkan berdasarkan:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">a. Pelayanan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">b. Sumber Daya Manusia;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">c. Peralatan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">d. Sarana dan Prasarana; dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">e. Administrasi dan Manajemen.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Kriteria klasifikasi Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">sebagaimana tercantum dalam lampiran II Peraturan ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 26</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Klasifikasi dari unsur pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat sesuai kekhususannya, Pelayanan Medik Spesialis Dasar sesuai kekhususan, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Penunjang Klinik, Pelayanan Penunjang Non Klinik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 27</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kriteria klasifikasi dari unsur sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 meliputi ketersediaan sumber daya manusia pada Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Spesialis sesuai kekhususannya, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Keperawatan dan Penunjang Klinik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 28</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Kriteria klasifikasi dari unsur administrasi dan manajemen sebagaimana dimaksud dalam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 24 meliputi struktur organisasi dan tata laksana.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tugas dan fungsi, susunan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">dan uraian jabatan, tata hubungan kerja, standar operasional prosedur, hospital bylaws</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">& medical staff bylaws.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 29</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rumah Sakit Khusus harus memenuhi jumlah tempat tidur sesuai dengan klasifikasinya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">berdasarkan kebutuhan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 30</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Penamaan Rumah Sakit Khusus harus mencantumkan kekhususannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 21.5pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">BAB VI<br />
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN<br />
Pasal 31</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan dalam peraturan menteri ini kepada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">pemerintah daerah provinsi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan dalam klasifikasi Rumah Sakit</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">kepada pemerintah daerah Kabupaten / Kota.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Apabila Gubernur belum mampu melakukan pembinaan dan pengawasan dalam kebijakan klasifikasi setelah dilakukan pembinaan sebagaimana dimaksud ayat (1) maka untuk sementara pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Menteri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(4) Pembinaan dan pengawasan yang dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan dan latihan dan kegiatan pemberdayaan lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 21.5pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">BAB IX<br />
KETENTUAN PERALIHAN<br />
Pasal 32</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(1) Rumah sakit yang tidak memenuhi kriteria klasifikasi sebagaimana diatur dalam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">ketentuan ini akan disesuaikan kelasnya dengan Keputusan Menteri Kesehatan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(2) Pelaksanaan ketentuan mengenai Kriteria Klasifikasi Rumah Sakit Umum ini dikecualikan bagi Daerah Perbatasan dan Daerah terpencil yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(3) Pelaksanaan ketentuan mengenai Kriteria Klasifikasi Rumah Sakit Umum ini dilaksanakan paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">BAB X</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">KETENTUAN PENUTUP</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 33</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 14.3pt; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="color: #0f243e; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pasal 34</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> Ditetapkan di Jakarta</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> pada tanggal 11 Maret 2010</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> Menteri,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> ttd</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div></m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac>katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-16895548427454817632010-10-23T02:19:00.001-07:002010-10-23T02:19:42.802-07:00link<iframe src=http://www.co.cc/outside_search/os.php?id=620948&target=_blank&bgc=ffffff&inbox width=250 height=30 noresize scrolling=no frameborder=0 framespacing=0></iframe>katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-13005405088618203342010-10-20T09:53:00.001-07:002010-10-20T09:53:39.566-07:00MX DXwha u want to do?????<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPeOQodMmUNhyphenhyphen_LFjQMiDAbylse4N42RSKB3obL2jl7fSItQPPDtPukcfQks11oenx9gseLVABClvpnZiksCgQOAfw6MDKLyIUEg3V6Mt94f5OnP95A7ZPvqMEMZ5-hWe-gwaYSGkm0wE/s1600/P2280300ab.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPeOQodMmUNhyphenhyphen_LFjQMiDAbylse4N42RSKB3obL2jl7fSItQPPDtPukcfQks11oenx9gseLVABClvpnZiksCgQOAfw6MDKLyIUEg3V6Mt94f5OnP95A7ZPvqMEMZ5-hWe-gwaYSGkm0wE/s320/P2280300ab.jpg" /></a></div><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_iU0tgQrjwM4/TJQ_OWPWztI/AAAAAAAAAAU/MFsd1_e0HEI/s1600/P2280351a.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/_iU0tgQrjwM4/TJQ_OWPWztI/AAAAAAAAAAU/MFsd1_e0HEI/s320/P2280351a.jpg" /></a></div>jln2 kepopoh cma k3katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-31875542477372331102010-10-20T07:53:00.001-07:002010-10-20T07:53:58.688-07:00TIPE KEPEMIMPINANBAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
<br />
1.1. Latar Belakang<br />
Dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kwalitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan paranan kritis dalam membantu kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Kemudian timbul pertanyaan yang membuat seorang pemimpinan efektif? Apa Hampir semua orang, bila diajukan pertanyaan itu akan menjawab bahwa pemimpin yang effektif mempunyai sifat atau kualitas tertentu yang diinginkan. <br />
Kemampuan den ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting effektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas–kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menseleksi pemimpin-pemimpin efektif akan meningkat. Dan bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif, akan dicapai pengembangan efektifitas personalis dalam organisasi. <br />
1.2. Tujuan Penulisan<br />
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Lab. Organisasi Manajemen Kebidanan dan mahasiswi akademi kebidanan lebih mengerti dan dapat menjelaskan ke orang lain mengenai:<br />
1. Arti kepemimpinan.<br />
2. Kepemimpinan formal dan informal.<br />
3. Teori kepemimpinan dan tipe-tipe kepemimpinan.<br />
4. Peranan staf pada proses manajemen.<br />
5. Pelimpahan wewenang.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
A. Arti Kepemimpinan dan Manajemen Yang Fungsi Melaksanakan Kepemimpinan <br />
Dalam praktek sehari-hari, seorang diartikan sama antara pemimpin dan kepemimpinan, padahal macam pengertian tersebut berbeda. Pemimpin kedua adalah orang yang tugasnya memimpin, sedang kepemimpinan adalah bakat dan atau sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin. <br />
Setiap orang mempunyai pengaruh atas pihak lain, dengan latihan dan peningkatan pengetahuan oleh pihak maka pengaruh tersebut akan bertambah dan berkembang. Kepemimpinan membutuhkan penggunaan kemampuan secara aktif untuk mempengaruhi pihak lain dan dalam wujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan lebih dahulu. Dewasa ini kebanyakan para ahli beranggapan bahwa setiap orang dapat mengembangkan bakat kepemimpinannya dalam tingkat tertentu. <br />
Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu, bawahan dipimpin dari bukan dengan jalan menyuruh atau mondorong dari belakang. Masalah yang selalu terdapat dalam membahas fungsi kepemimpinan adalah hubungan yang melembaga antara pemimpin dengan yang dipimpin menurut rules of the game yang telah disepakati bersama. <br />
Seseorang pemimpin selalu melayani bawahannya lebih baik dari bawahannya tersebut melayani dia.Pemimpin memadukan kebutuhan dari bawahannya dengan kebutuhan organisasi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhannya. <br />
Dari batasan kepemimpinan sebagaimana telah disebutkan di atas seorang dikatakan pemimpin apabila dia mernpunyai pengikut atau bawahan. Bawahan ini dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan terlebih dahulu.<br />
Dalam organisasi pemimpin dibagi dalam tiga tingkatan yang tergabung dalam kelompok anggota-anggota manajemen (manajement members). Ketiga tingkatan tersebut adalah : <br />
a. Manager puncak (Top Manager) <br />
b. Manajer menengah (Middle manager) <br />
c. Manajer bawahan (Lower managor/suvervisor) <br />
Seorang pemimpin mempunyai baik ketrampilan manajemen (managerial skill) maupun keterampilan tekhnis (technical skill). Semakin rendah kedudukan seorang tekhnis pemimpin dalam organisasi maka keterampilan lebih menonjol dibandingkan dengan keterampilan manajemen. Hal ini disebabkan karena aktivitas yang bersifat operasional. <br />
Bertambah tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi maka semakin menonjol keterampilan manajemen dan aktivitas yang dijalankan adalah aktivitas bersifat konsepsional. <br />
Dengan perkataan lain semakin tinggi kedudukan seorang pamimpin dalam organisasi maka semakin dituntut dari padanya kemampuan berfikir secara konsepsional strategis dan makro. <br />
Di samping itu perlu dikemukakan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia semakin genoralist, sedang semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia menjadi spesialist. <br />
Dari uraian di atas jelaslah bahwa lebih mudah mengukur produktivitas pemimpin yang lebih rendah. <br />
<br />
B. Kepemimpinan Formal dan Kepemimpinan Informal <br />
Hubungan formal melahirkan organisasi formal dan hubungan informal melahirkan organisasi informal. Kepemimpinan formal adalah kepemimpinan yang resmi yang ada pada diangkat dalam jabatan kepemimpinan. <br />
Polo kepemimpinan tersebut terlihat pada berbagai ketentuan yang mengatur hirarki dalam suatu organisasi. Kepemimpinan formal tidak secara otomatis merupakan jaminan akan diterima menjadi kepemimpinan yang "sebenarnya" oleh bawahan. <br />
Penerimaan atas pimpinan formal masih harus diuji dalam praktek yang hasilnya akan terlihat dalam kehidupan organisasi apakah kepemimpinan formal tersebut sekaligus menjadi kepemimpinan nyata. <br />
Kepemimpinan formal sering juga disebut dengan istilah headship. Kepemimpinan formal tidak didasarkan pada pengangkatan. Jenis kepemimpinan ini tidak terlihat pada struktur organisasi. <br />
Efektivitas kepemimpinan informal terlihat pada pengakuan nyata dan penerimaan dalam praktek atas kepemimpinan seseorang. Biasanya kepemimpinan informal didasarkan pada beberapa kriteria diantaranya adalah sebagai berikut : <br />
1. Kemampuan "memikat" hati orang lain. <br />
2. Kemampuan dalam membina hubungan yang serasi dengan orang lain. <br />
3. Penguasaan atas makna tujuan organisasi yang hendak dicapai. <br />
4. Penguasaan tentang implikasi-implikasi pencapaian dalam kegiatan-kegiatan operasional. <br />
5. Pemilihan atas keahlian tertentu yang tidak dimili ki oleh orang lain. <br />
Telah dikemukakan bahwa tidak ada pemimpin tanpa adanya pihak yang dipimpin. Pemimpin timbul sebagai hasil dari persetujuan anggota organisasi yang secara sukarela menjadi pengikut. Pemimpin sejati mencapai status mereka karena pengakuan sukarela dari pihak yang dipimpin. <br />
Seorang pemimpin harus mencapai serta mampertahankan kepercayaan orang lain. Dengan sebuah surat keputusan, maka seseorang dapat diberikan kekuasaan besar tetapi hal tersebut tidak secara otomatis membuatnya menjadi seorang pemimpin dalam arti yang sebenarnya. <br />
Di bawah ini akan dikemukakan perbedaan antara pemimpinan dengan non pemimpin. <br />
Pemimpin: <br />
1. Memberikan inspirasi kepada bawahan <br />
2. Menyelesaikan pekerjaan dan mengembangkan bawahan <br />
3. Memberikan contoh kepada bawahan bagaimana melakukan pekerjaan <br />
4. Menerima kewajiban-kewajiban <br />
5. Memperbaiki segala kesalahan atau kekeliruan. <br />
Non Pemimpinan : <br />
1. Memberikan dorongan kepada bawahan <br />
2. Menyelesaikan pekerjaan dan mongorbankan bawahan <br />
3. Menanamkan perasaan takut pada bawahan dan memberikan ancaman. <br />
4. Melimpahkan kewajiban kepada orang lain. <br />
5. Melimpahkan kesalahan kepada orang lain dengan apabila terdapat kekeliruan atau penyimpangan-penyimpangan. <br />
<br />
C. Teori Kepemimpinan dan Tipe-tipe Kepemimpinan <br />
Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen mengenai timbulnya seorang pemimpin. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lainnya. Di antara berbagai teori mengenai lahirnya paling pemimpin ada tiga di antaranya yang paling menonjol yaitu sebagai berikut : <br />
1. Teori Genetie <br />
Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan "leaders are born and not made". bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin akan karena ia telah dilahirkan dengan bakat pemimpin.Dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akn menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin. <br />
2. Teori Sosial <br />
Jika teori genetis mengatakan bahwa "leaders are born and not made", make penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu : "Leaders are made and not born". <br />
Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu. <br />
3. Teori Ekologis <br />
Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial. Penganut-ponganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang baik apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pangalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu. <br />
Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori sosial dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori kepemimpinan.Namun demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang timbul sebagai pemimpin yang baik. <br />
Pada umumnya para pemimpin dalam setiap organisasi dapat diklasifikasikan menjadi lima type utama yaitu sebagai berikut : <br />
1. Tipe pemimpin otokratis <br />
Tipe pemimpin ini menganggap bahwa pemimpin adalah merupakan suatu hak. <br />
<br />
Ciri-ciri pemimpin tipe ini adalah sebagai berikut : <br />
a. Menganggap bahwa organisasi adalah milik pribadi <br />
b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi. <br />
c. Menganggap bahwa bawahan adalah sebagai alat semata-mata <br />
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain karena dia menganggap dialah yang paling benar. <br />
e. Selalu bergantung pada kekuasaan formal <br />
f. Dalam menggerakkan bawahan sering mempergunakan pendekatan (Approach) yang mengandung unsur paksaan dan ancaman. <br />
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe mimpinan otokratis tersebut di atas dapat diketahui bahwa tipe ini tidak menghargai hak-hak dari manusia, karena tipe ini tidak dapat dipakai dalam organisasi modern. <br />
2. Tipe pemimpin militeristis<br />
Perlu diparhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe militeristis tidak sama dengan pemimpin-pemimpin dalam organisasi militer. Artinya tidak semua pemimpin dalam militer adalah bertipe militeristis. <br />
Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : <br />
a. Dalam menggerakkan bawahan untuk yang telah ditetapkan, perintah mencapai tujuan digunakan sebagai alat utama. <br />
b. Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pangkat dan jabatannya. <br />
c. Sonang kepada formalitas yang berlebihan <br />
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan <br />
e. Tidak mau menerima kritik dari bawahan <br />
f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan. <br />
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe pemimpin militeristis jelaslah bahwa ripe pemimpin seperti ini bukan merupakan pemimpin yang ideal. <br />
3. Tipe pemimpin fathernalistis <br />
Tipe kepemimpinan fathornalistis, mempunyai ciri tertentu yaitu bersifat fathernal atau kepakan.ke Pemimpin seperti ini menggunakan pengaruh yang sifat kebapaan dalam menggerakkan bawahan mencapai tujuan. Kadang-kadang pendekatan yang dilakukan sifat terlalu sentimentil. <br />
Sifat-sifat umum dari tipe pemimpin paternalistis dapat dikemukakan sebagai berikut: <br />
a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa. <br />
b. Bersikap terlalu melindungi bawahan <br />
c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan. Karena itu jarang dan pelimpahan wewenang. <br />
d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya tuk mengembangkan inisyatif daya kreasi. <br />
e. Sering menganggap dirinya maha tau. <br />
Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diporlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi sifar-sifar negatifnya pemimpin faternalistis kurang menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya. <br />
4. Tipe pemimpin karismatis <br />
Sampai saat ini para ahli manajemen belum berhasil menamukan sebab-sebab mengapa seorang pemimin memiliki karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mampunyai daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab. Karena kurangnya seorang pemimpin yang karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis. <br />
5. Tipe pomimpin demokratis <br />
Dari semua tipe kepemimpinan yang ada, tipe kepemimpinan demokratis dianggap adalah tipe kepemimpinan yang terbaik. Hal ini disebabkan karena tipe kepemimpinan ini selalu mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan individu. <br />
Beberapa ciri dari tipe kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut: <br />
a. Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang termulia di dunia. <br />
b. Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan organisasi. <br />
c. Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya. <br />
d. Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan kepada bawahan agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisyatif dan prakarsa dari bawahan. <br />
e. Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan. <br />
f. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya. <br />
g. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. <br />
Dari sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tipe demokratis, jelaslah bahwa tidak mudah untuk menjadi pemimpin demokratis. <br />
<br />
Syarat-syarat pemimpin yang baik <br />
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa seorang yang tergolong sebagai pemirnpin adalah seorang yang pada waktu lahirnya yang berhasil memang telah diberkahi dengan bakat-bakat kepemimpinan dan karirnya mengembangkan bakat genetisnya melalui pendidikan pengalaman kerja. <br />
Pengambangan kemampuan itu adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus dengan maksud agar yang bersangkutan semakin memiliki lebih banyak ciri-ciri kepemimpinan. <br />
Walaupun belum ada kesatuan pendapat antara para ahli mengenai syarat-syarat ideal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, akan tetapi beberapa di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut : <br />
a. Pendidikan umum yang luas. <br />
b. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang genoralist yang baik juga. <br />
c. Kemampuan berkembang secara mental <br />
d. Ingin tahu <br />
e. Kemampuan analistis <br />
f. Memiliki daya ingat yang kuat <br />
g. Mempunyai kapasitas integratif <br />
h. Keterampilan berkomunikasi <br />
i. Keterampilan mendidik <br />
j. Personalitas dan objektivitas <br />
k. Pragmatismo <br />
l. Mempunyai naluri untuk prioritas <br />
m. Sederhana <br />
n. Berani <br />
o. Tegas dan sebagainya. <br />
<br />
D. Peranan Staf Dalam Proses Manajemen <br />
Telah dikemukakan bahwa dalam organisasi bentuk ini dan staf ada dua kelompok tenaga kerja. Kelompok pertama adalah mereka yang tugas utamanya bersifat menterjemahkan tugas pokok menjadi aktivitas, sedang di pihak lain terdapat mereka yang tugasnya melakukan kegiatan-kegiatan penunjang demi lancarnya roda organisasi dan mekanisme kerjasama yang harmonise baik secara kwantitatif maupun kualitatif kedua kelompok ini mempunyai peranan penting dalam merealisasi tujuan organisasi.Secara efektif dan efisien. Sepintas lalu kelihatan seolah-olah karyawan lini lebih penting karena tugas meraka yang utama melaksanakan aktivitas penting untuk moraalisasi tujuan. Malah dianggap kadang-kadang bahwa tanpa karyawan. Staf tujuan dapat juga direalisasi, pandangan ini terutama dalam organisasi modern kurang tepat, walaupun sifat aktivitas karyawan stafnya penunjang kegiatan yang dilakukan olah karyawan lini akan tetapi peranan mereka dalam menciptakan efektivitas dan efisiensi sangat penting. Dengan bantuan karyawan staf organisasi dapat mendayagunakan resources yang dimiliki perusahaan secara optimum karena mereka dapat melihat berbagai kemungkinan, pendidikan dan pengalaman mereka memungkinkan memilih kesempatan yang terbaik. <br />
Pembahasan tentang pentingnya peranan staf dalam proses manajemen berarti tidak saja menbahas pentingnya kegiatan-kegiatan penunjang terlaksana dengan efisien dan ekonomis, akan tetapi juga membahas pentingnya paranan karyawan staf dalam membantu manajemen members dalam mengambil keputusan. <br />
Sering kurang disadari bahwa tugas utama dari seorang pemimpin adalah mengambil keputusan. Segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi sebaiknya adalah karena diputuskan demikian bukan karena secara kebetulan terjadi. Dengan pengambilan keputusan yang tepat maka segala pendadakan-pendadakan dapat dihindarkan atau dikurangi. <br />
Keputusan-koputusan yang diambil oleh berbagai eselon pemimpin dalam organisasi tentu mempunyai bobot yang berbeda-beda pule. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi maka semakin besar keputusan yang diambilnya meskipun sering bobot dari keputusan tersebut bersifat umum dan kwalitatif. Top manajemen dalam organisasi mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang bersifat menyeluruh dalam arti bahwa keputusannya akan mempunyai implikasi yang luas terhadap seluruh organisasi. Lower manajemen biasanya membuat keputusan-keputusan yang terbatas kepada unit organisasi yang dipimpinnya. Dan sifat keputusannya lebih mudah diterjemahkan kepada bentuk yang bersifat kuantitatif. <br />
Setiap keputusan yang diambil baik di tingkat top middle maupun lower manager seperti supervisor ada beberapa syarat yaitu sebagai berikut : <br />
1. Keputusan yang diambil harus mempermudah dan mempercepat pencapaian tujuan. <br />
2. Keputusan harus tepat dalam arti mampu memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh organisasi. <br />
3. Keputusan harus carat karena keputusan yang dapat mengakibatkan tidak dimanfaatkannya lambat kesempatan-kesempatan yang terbaik, yang terbuka untuk organisasi. <br />
4. Keputusan harus praktis, dalam arti dapat dilakukan sesuai dangan kekuatan-kekuatan yang dimiliki organisasi. <br />
5. Keputusan yang diambil harus regional dalam pengertian dapat diterima oleh akal sehat dari para pelaksana. <br />
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa keputusan yang diambil belum tentu menyenangkan semua orang yang ikut serta dalam organisasi. Dapat dikatakan bahwa keputusan yang menyenangkan samua pihak tentu mempercepat proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dapat dikatakan bahwa keputusan yang menyenangkan samua pihak belum tentu mempercepat proses pencapaian tujuan yang telah ditatapkan. <br />
Tugas-tugas yang dapat diberikan kapada karyawan staf antara lain adalah sebagai berikut : <br />
1. Mengumpulkan data (fakta) <br />
2. Mengintorarasikan data (fakta) <br />
3. Mengusulkan alternatif tindakan <br />
4. Mendiskusikan rencana-rencana yang sedang dipikirkan dengan berbagai hak dan memperoleh kesepakatan mereka atau memperoleh alasan mengapa rencana tersebut ditolak. <br />
5. Mempersiapkan instruksi-instruksi tertulis dan dokumon-dokumen lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang merupakan realisasi daripada rencana yang telah ditetapkan. <br />
6. Mengamati kegiatan-kegiatan oporasional dan kondisi kondisi yang dihadapi untuk rnengadakan apakah struksi-instruksi telah dijalankan dengan baik dan apakah instruksi tersebut menghambat atau mempelancar proses pencapaian tujuan. <br />
7. Mengusahakan pertukaran informasi antara para petugas-petugas oporasional mongenai pelaksanaan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan koordinasi. <br />
8. Meberikan infrmasi da nasehat kepada petugas-petugas oporasional mengenai pelaksanaan tugas–tugas yang telah didelegasikan kepada mereka. <br />
Dari peranan staf sebagaimana telah dikemukakan dapat diketahui bahwa staf adalah hal yang diinginkan apabila : <br />
1. Keterbatasan kemampuan pimpinan untuk melaksanakan tugas-tugas secara baik. Keterbatasan ini melingkupi ketarbatasan waktu, energi, pengetahuan, perhatian, pandangan dan sebagainya. <br />
2. Tugas-tugas yang harus dijalankan belum dapat didelagasikan kepada bawahan karena : <br />
a. bawahan belum mempunyai kemampuan <br />
b. secara efektif dan efisien lebih tepat wewenang tersebut diberikan kepada spesialist. <br />
c. dan sebagainya. <br />
Walaupun penggunaan staf dapat membantu terlaksananya pencapaian tujuan secara efektif dan akan tetapi parlu diingat bahwa pemakaian efisien,tenaga staf mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut : <br />
1. Menambah biaya adrninistrasi <br />
2. Dapat menimbulkan kebingungan bahagian operasional karena sering mereka menerima instruksi dua atasan yaitu lini dan atasan fungsionil. <br />
3. Menambah kompleks hubungan kerja dalam organisasi. <br />
4. Staf biasanya terdiri dari tenaga spesialist.Karena itu pertimbangan dan nasehat-nasehat mereka dipandang dari pencapaian tujuan organisasi kurang terpadu. <br />
5. Keputusan yang harus diambil biasanya menjadi lambat. <br />
6. Dan sebagainya. <br />
<br />
E. Pelimpahan Wewenang (Delegation of Authority) <br />
Wewenang (authority) merupakan kunci daripada pekerjaan seorang manajer. Arti sebenarnya dari seorang manajer dalam sebuah organisasi dan hubungannya dengan orang lain pada organisasi tersebut terlihat pada wewenang yang dimilikinya. <br />
Yang mengikat bahagian-bahagian daripada suatu struktur organisasi adalah hubungan wewenang. <br />
Wewenang adalah kekuasaan menggunakan sumbardaya untuk mencapai tujuan organisasi. <br />
Wewenang bersumber pada dua pendapat (approach) yaitu sebagai berikut : <br />
1. Institutional approach <br />
Di sini status daripada yang melaksanakan aktivitas manajemen didasarkan atas kekuasan yang berkaitan dengan hak milik. Kekuasaan tersebut kemudian didelegasikan/dilimpahkan kapada si manajer. Jadi wewenang dari si manajer berasal dari hak untuk menggunakan harta si pemilik kearah yang telah ditetapkan oleh si pemilik. <br />
2. Subordinate acceptance approach <br />
Seorang manajer tidak mempunyai wewenang sebelum wewenang tersebut diberikan olah bawahan kepadanya. Pendekatan ini merupakan bagian daripada apa yang dalam manajemen dikatakan bottom up management. Bawahan memberikan wewenang kepada si manajer mempunyai kelebihan daripada bawahan umpamanya keahlian tehnik, human relation dan sebagainya. <br />
Jangan dilupakan bahwa aktivitas tidak dapat di paksakan kepada bawahan dengan mengabaikan kapasitas mental dan phisik dari bawahan. Disamping itu juga wewenang harus disesuaikan dengan rencana-rencana organisasi dan paham sosial yang berlaku seperti kebiasaan, keyakinan dan sebagainya. <br />
Pelimpahan wewenang mempunyai tiga unsur,yaitu: <br />
1. Wewenang (authority) <br />
2. Tanggung jawab (responsibility) <br />
3. Pertanggung jawaban (accountability) <br />
Wewenang yang telah didelegasikan/dilimpahkan kepada bawahan berarti si bawahan telah mempunyai wewenang dan sekaligus tanggung jawab dan pertanggung jawaban terhadap hasil dari pendelegasian/pelimpahan daripada wewenang tersebut. <br />
Perlu diingat bahwa walaupun si manajer telah melimpahkan wewenang akan tetapi wewenang tersebut tepat berada pada si manajer karena pertanggung ada pada simanajer. Bertambah ke bawah dari jawaban piramida organisasi maka wewenang bertambah kecil, dan sebaliknya bertambah ke atas dari dasar piramida organisasi pertanggung jawaban bertambah besar. Yang dapat didelegasikan/dilimpahkan adalah wewenang bukan tanggung jawab. <br />
Jelaslah bahwa dalam sebuah organisasi selalu harus terdapat pendelegasian wewenang. Hal ini terutama disebabkan karena beberapa pembatasan dari si manajer sendiri dalam melaksanakan aktivitas. <br />
Pembatasan tersebut melingkupi : <br />
1. Span of time. Terbatasnya waktu seseorang manajer untuk mengerjakan dan mengawasi sebuah aktivitas. <br />
2. Span of atention. Terbatasnya perhatian seorang manajer terhadap sebuah aktivitas.Otak seorang manajer tidak akan tetap kapasitasnya dalam memikirkan beberapa aktivitas dalam waktu tertentu. <br />
3. Span of personality and energy.Terbatasnya kepribadian dan tenaga seorang manajer untuk memimpin sejumlah bawahan dengan ofektif dan juga untuk mempengaruhi bawahan secara pribadi maupun kolektif. <br />
4. Span of knowledge. Terbatasnya seorang manajer untuk memimpin pengetahuan bawahannya maupun pengetahuannya tentang sebuah aktivitas. <br />
5. Span of management. Terbasnya kemampuan seseorang untuk memimpin sejumlah bawahan. Beberapa penulis mengemukakan sebenarnya jumlah bawahan yang dapat dipimpin aleh seorang manajer. <br />
Agar pendelegasian wewenang dapat berjalan dengan lancar maka seorang manajer harus mempunyai sikap sebagai berikut : <br />
1. Personal receiptiveness. Simanajer harus bersedia memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengemukakan gagasan dan pendapat-pendapatnya. <br />
2. Willingbess to let go. Manajer harus bersedia dan sepenuh hati melepaskan ewenang kepada bawahannya. <br />
3. Wilingness to let other make mistake. Adalah kurang bijaksana apabila seorang rnanajer yang telah mendelegasikan wewenangnya terus menerus mengawasi bawahan yang telah menerima wewenang karena khawatir si bawahan membuat kesalahan. Jika hal tersebut dilakukan oleh si manajer maka pendelegasian wewenang tidak murni lagi. <br />
4. Wilingness to trust subordinate. Delegasi yang efektif cenderung bahwa si manajer telah mempercayai bawahannya dan menganggap bawahannya telah matang dan mampu melaksanakan aktivitas yang dipercayakan kepadanya. <br />
5. Wilingness to establish and exercise broad control. Manajer harus bersedia melatih dan mengawasi bawahannya secara luas. Dengan demikian pemberian pendidikan dalam bentuk latihan dan sistem pengawasan dapat dipergunakan sebagai alat untuk melaksanakan pendelegasian wewenang yang efektif. <br />
Walaupun pendelegasian wewenang merupakan hal yang amat perlu pada sebuah organisasi akan tetapi sering terjadi bawah seorang manajer tidak bersedia melaksanakannya. Hal ini disebabkan karena : <br />
1. Rintangan psychologis : <br />
a. Sering si manajer menganggap bahwa ia adalah manusia super yang tidak dapat diganti .Tanpa dia organisasi akan macet. <br />
b. Kadang-kadang manajer berhasrat mendominasi segala aktivitas perusahaan. Jadi si manajer ingin berkuasa. <br />
c. Si manajer tidak bersedia menanggung resiko si bawahan menbuat kesalahan. <br />
d. Perasaan takut si manajer bahwa dengan mendelegasikan wewenang, akan ternyata bahwa bawahan lebih mampu dari dia. <br />
2. Rintangan organisatoris : <br />
a. Sulit membuat batas tentang tanggung jawab. <br />
b. Si manajer kadang-kadang kurang mengetahui sampai dimana perlu delegasi wewenang dilaksanakan. <br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
3.1. Kesimpulan<br />
Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mangerjakan sesuatu. Seseorang dikatakan apabila dia mempunyai pengikut atau bawahan.Bawahan pemimpin ini dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan terlebih dahulu. <br />
Semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi maka semakin dituntut daripadanya kemampuan berfikir secara konsopsional strategis dan makro. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia akan semakin generalist, sedang semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia menjadi spesialis. <br />
Teori generis, teori sosial dan teori okologis adalah teori yang mengemukakan lahirnya/timbulnya seorang pemimpin, sedangkan tipe-tipe kepemimpinan dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe utama yaitu tipe otokratis, militeristis, paternalistis, karismatis dan tipe demokratis. <br />
Tugas utama dari seorang pemimpin adalah mengambil keputusan. Segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi sebaiknya adalah karena diputuskan demikian, bukan karena secara kebetulan terjadi. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi maka semakin besar bobot dari keputusan yang diambilnya meskipun sering ke putusan tersebut bersifat umum dan kwalitatif. <br />
Dalam sebuah organisasi harus selalu terdapat pendelegasian wewenang. Hal ini disebabkan karena keterbatasan-keterbatasan dari manajer dalam melaksanakan tugasnya.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
• Brantas. 2009. Dasar – Dasar Manajemen. Bandung: Alfabeta.<br />
• Handoko,T. Hani. 1986. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.<br />
• Manullang,Elaine L.La. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan: Pendekatan Pengalaman. Jakarta: EGC<br />
• Siagian, Sondang P, 1979. Peranan staf dalam management. Jakarta: Gunung Agung. <br />
• Stoner, James [and] A.F. Freeman, 1996. Manajemen. Jakarta: Prenhallindo.katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2446361858370419101.post-6468051413190388852010-10-20T07:50:00.000-07:002010-10-20T07:50:38.087-07:00Mutu perspektif kebidananBAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Pada akhir-akhir ini upaya meningkatkan mutu pelayanan semakin mendapat perhatian yang lebih besar. Pelayanan kesehatan yang bermutu bukan saja akan meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan, tetapi sekaligus juga akan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan.<br />
Kriteria mutu pelayanan dalam hal ini tidaklah semata-mata didasarkan pada mutu pengobatan dan tindakan medis yang dilakukan saja, tetapi juga menyangkut aspek-aspek<br />
sosio-ekonomi seperti keterjangkauan biaya, perhatian pada kebutuhan pelayanan individual pasien, dan kemampuan pemerintah dalam menunjang pembiayaan.<br />
Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi berbagai syarat, di antaranya : tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), serta bermutu (quality). Kesemua syarat tersebut sama pentingnya. <br />
Tujuan <br />
Program menjaga mutu di rumah sakit akan memberikan<br />
hasil yang optimal bila diraneang untuk memenuhi tujuan sebagai<br />
berikut :<br />
– Meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan pasien.<br />
– Menurunkan biaya operasional.<br />
– Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan berkelanjutan.<br />
– Menjaga mutu pelayanan sesuai standar dan peraturan yang berlaku.<br />
– Meningkatkan peneatatan dan dokumentasi pelayanan dan asuhan pasien.<br />
– Membuat penilaian terhadap penampilan secara rasional.<br />
– Meningkatkan tanggung gugat para profesional praktisi.<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
A. PENGERTIAN<br />
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999).<br />
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986).<br />
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).<br />
Dari beberapa pengertian diatas, segeralah mudah dipahami bahwa mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan ataupun dengan penyandang dana pelayanan kesehatan. Menurut Roberts dan Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah:<br />
a. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan<br />
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.<br />
b. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.<br />
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika profesi, dan adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.<br />
c. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan. <br />
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan kesehatan mengurangi kerugian dari penyandang dana.<br />
Pengertian program menjaga mutu <br />
Beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah:<br />
a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).<br />
b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut (Ruels & Frank, 1988).<br />
c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital Association, 1988).<br />
d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).<br />
Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut.<br />
Jika ketiga rumusan tersebut disarikan dari keempat pengertian program menjaga mutu diatas, dapatlah dirumuskan pengertian program menjaga mutu yang lebih terpadu. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.<br />
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.<br />
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan kode etik profesi meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat diupayakan, karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni rumusan-rumusan standar serta kode etik profesi yang pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi. <br />
Tetapi akan bagaimakah halnya untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan ?. Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan , namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas, menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tidaklah semudah yang diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga mutu pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Secara umum dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan atas dua macam:<br />
1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.<br />
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar serta kode etik profesi yang baik saja. Ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:<br />
a. Hubungan tenaga kesehatan/perawat-pasien (Nurse-patient relationship).<br />
b. Kenyamanan pelayanan (Amenitis).<br />
c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice).<br />
d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik knowledge and technical skill).<br />
e. Efektifitas pelayanan (Effectives).<br />
f. Keamanan tindakan (Safety).<br />
2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan.<br />
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan . Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan pasien mengenai:<br />
a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (Available).<br />
b. Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate).<br />
c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continue).<br />
d. Penerimaan pelayanan kesehatan (Acceptable).<br />
e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (Accesible).<br />
f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Affordable).<br />
g. Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient).<br />
h. Mutu pelayanan kesehatan (Quality).<br />
B. UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN<br />
Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya.<br />
Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.<br />
Unsur masukan<br />
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standardofpersonnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce 1990).<br />
Unsur lingkungan<br />
Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi, manajemen. Secara umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.<br />
Unsur proses<br />
Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Pena, 1984).<br />
<br />
C. STANDAR<br />
Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.<br />
Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya:<br />
• Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.<br />
• Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.<br />
• Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).<br />
Berdasarkan batasan tersebut di atas sekalipun rumusannya berbeda, namun terkandung pengertian yang sama, yaitu menunjuk pada tingkat ideal yang diinginkan. Lazimnya tingkat ideal tersebut tidak disusun terlalu kaku, namun dalam bentuk minimal dan maksimal (range). Penyimpangan yang terjadi tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut toleransi (tolerance). Sedangkan untuk memandu para pelaksana program menjaga mutu agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan maka disusunlah protokol.<br />
Adapun yang dimaksud dengan protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistimatis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.Makin dipatuhi protokol tersebut, makin tercapai standar yang telah ditetapkan.Jenis standar sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat dalam unsur-unsur rogram menjaga mutu, dan peranan yang dimiliki tersebut. <br />
Secara umum standar program menjaga mutu dapat dibedakan :<br />
1) Standar persyaratan minimal<br />
Adalah yang rnenunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang dibedakan dalam :<br />
a) Standar masukan<br />
Dalam standar masukan yang diperlukan untuk minimal terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi/spesifikasi tenaga pelaksana sarana,peralatan, dana (modal).<br />
b) Standar lingkungan<br />
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu yakni garis-garis besar kebijakan program, pola organisasi serta sistim manajemen,yang harus dipatuhi oleh semua pelaksana.<br />
c) Standar proses<br />
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yakni tindakan medis, keperawatan dan non medis (standard of conduct), karena baik dan tidaknya mutu pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses.<br />
2) Standar penampilan minimal<br />
Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini karena menunjuk pada unsur keluaran maka sering disebut dengan standar keluaran atau standar penampilan (Standard of Performance).<br />
Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas kewajaran, maka perlu ditetapkan standar keluaran.Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secara obyektif serta berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpangan,perlu segera diperbaiki. Dalam pelaksanaannya pemantauan standar-standar tersebut tergantung kemampuan yang dimiliki, maka perlu disusun prioritas.<br />
D. INDIKATOR<br />
Untuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan,maka digunakan indikator (tolok ukur), yaitu yang menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan.Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan indikator,makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan.Sesuai dengan jenis standar dalam program menjaga mutu, maka indikatorpun dibedakan menjadi :<br />
1) Indikator persyaratan minimal<br />
Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan, lingkungan dan proses. Apabila hasil pengukuran berada di bawah indikator yang telah ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.<br />
2) Indikator penampilan minimal<br />
Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini sering disebut indikator keluaran. Apabila hasil pengukuran terhadap standar penampilan berada di bawah indikator keluaran maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tidak bermutu.<br />
Berdasarkan uraian di atas mudah dipahami, apabila ingin diketahui (diukur) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab), maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi apabila yang ingin diketahui adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).<br />
E. KRITERIA<br />
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari standar yang telah ditetapkan, baik unsur masukan, lingkungan, proses ataupun keluaran. Berdasarkan uraian di atas mutu pelayanan kesehatan suatu fasilitas pemberi jasa dapat diukur dengan memantau dan menilai indikator, kriteria dan standar yang terbukti sahih dan relevan dengan : masukan, lingkungan, proses dan keluaran.<br />
<br />
F. SYARAT<br />
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah:<br />
a. Bersifat khas.<br />
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu.<br />
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan.<br />
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.<br />
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.<br />
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.<br />
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.<br />
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.<br />
e. Mudah dilaksanakan.<br />
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .<br />
f. Mudah dimengerti.<br />
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.<br />
<br />
G. BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITY ASSURANCE)<br />
Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga jenis :<br />
1) Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality Assurance)<br />
Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan.<br />
Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya : Standardisasi (Standardization),perizinan (Licensure), Sertifikasi (Certification), akreditasi (Accreditation).<br />
2) Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)<br />
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan.<br />
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.<br />
<br />
3) Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective Quality Assurance)<br />
Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan.<br />
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue review, survei klien dan lain-lain.<br />
H. METODA YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM MENJAGA MUTU<br />
Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metoda sesuai kebutuhan.<br />
Metoda yang digunakan adalah : <br />
1) Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus.<br />
2) Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.<br />
3) Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.<br />
4) Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku pasien.<br />
I. PENGEMBANGAN PROGRAM MENJAGA MUTU<br />
1. Organisasi<br />
• Penting adanya dukungan penuh dari pimpinan rumah sakit.<br />
• Panitia menjaga mutu bidang keperawatan hendaknya menjadi bagian dari panitia menjaga mutu.<br />
• Pengorganisasian program menjaga mutu hendaknya mengarah pada 5 (lima) prinsip dasar :<br />
– Program harus berpengaruh dan mengatasi masalah sehari-hari terhadap pemberian pelayanan dan asuhan pasien.<br />
– Pengumpulan informasi dan pemecahan masalah dikoordinasikan dengan program menjaga mutu.<br />
– Jalur komunikasi dan kewenangan yang sudah ada di bidang kebidanan, hendaknya digunakan sebaik-baiknya agar tidak ada duplikasi.<br />
• Gunakan sumber daya, waktu dari staf, tenaga ahli di bidang klinis dan administratif secara efektif dan efisien guna mengidentifikasi dan memecahkan masalah.<br />
• Pemecahan masalah asuhan pasien harus lebih diutamakan dibandingkan memproduksi laporan atau mengembangkan tehnik pengambilan data.<br />
• Membentuk panitia pengarah (steering committee)<br />
• Tugas panitia pengarah :<br />
– Bertanggung jawab untuk merencanakan pengumpulan dan pelaporan informasi yang dibutuhkan.<br />
– Bertanggung gugat untuk seluruh kegiatan program menjaga mutu dan menyusun agenda rapat dan kegiatan.<br />
– Penghubung antara staf perawat pengelola dengan perawat klinis.<br />
– Penghubung dengan program menjaga mutu tingkat rumah sakit.<br />
– Menugaskan staf keperawatan untuk duduk pada program menjaga mutu tingkat rumah sakit/bidang terkait.<br />
– Mengembangkan program dan membuat rencana program secara tertulis dan lain-lain.<br />
– Memantau dan melaksanakan kegiatan koreksi secara langsung untuk masalah praktek keperawatan.<br />
– Menganalisis informasi yang dihasilkan dan membuat rekomendasi untuk perbaikan.<br />
• Adanya uraian tugas yang jelas bagi masing-masing anggota panitia dan tim pelaksana.<br />
2. Koordinasi<br />
Untuk mencapai peningkatan mutu yang berkesinambungan diperlukan koordinasi multidisiplin, keterpaduan program, keterlibatan secara aktif dari semua pihak terkait, jalur komunikasi dan pelaporan yang baik dan adanya kelompok tertentu yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program.<br />
3. Perencanaan Program Menjaga Mutu<br />
Agar pelaksanaan program menjaga mutu dapat mencapai hasil yang optimal maka diperlukan rencana kerja secara tertulis, yang terdiri dari :<br />
1) Maksud, filosofi dan tujuan program <br />
Penjelasan secara tertulis tentang maksud dan tujuan yang akan dicapai program dalam upaya menjaga mutu, serta rumusan filosofi yang menjelaskan pentingnya pengembangan program tersebut bagi profesi keperawatan baik sebagai individu maupun kelompok dalam kaitannya dengan penerapan standar dan penilaian pelayanan serta asuhan keperawatan.<br />
2) Ruang lingkup program, adalah merupakan penjelasan tentang lingkup kegiatan baik wilayah kerja maupun jenis layanan yang akan dilaksanakan.<br />
3) Kewenangan dan tanggung jawab; penjelasan tentang kewenangan dan tanggung jawab dari panitia menjaga mutu.<br />
4) Organisasi program; penjelasan tentang susunan anggota panitia pelaksana dan tatakerjanya.<br />
5) Metoda pelaporan dan mekanisme umpan balik; penjelasan tentang metoda dan prosedur pelaporan dengan format yang, dirancang sesuai kebutuhan, serta hasil studi hendaknya dikomunikasikan kepada pihak yang terkait untuk tindakan perbaikan.<br />
6) Biaya; pelaksanaan program diperlukan biaya, oleh karena itu perlu adanya perencanaan biaya baik jumlah maupun sumbernya.<br />
7) Kerahasiaan; semua data/informasi yang dikumpulkan dan dihasilkan, serta notulen rapat harus dijaga kerahasiaannya oleh panitia menjaga mutu, demikian juga individu yang terlibat dalam kegiatan program tersebut sebaiknya tidak mencantumkan nama tetapi memakai kode tertentu.<br />
4. Pelatihan Staf<br />
Program pelatihan sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para petugas sehingga keberhasilan program dapat dicapai dengan baik.<br />
5. Siklus Program Menjaga Mutu<br />
a) Memilih topik studi<br />
– Identifikasi masalah<br />
– Mengkaji penyebab dan lingkup masalah<br />
– Menentukan prioritas masalah yang akan dipelajari. <br />
b) Menentukan tujuan<br />
c) Menyusun indikator sesuai topik studi dan mengembangkan kriteria<br />
d) Mengesahkan kriteria yang sudah disusun<br />
e) Merancang format pengumpulan data<br />
f) Pengumpulan data dan pengukuran hasil pelayanan berdasarkan<br />
kriteria yang telah disepakati<br />
g) Pengolahan dan penyajian data<br />
h) Interpretasi hasil<br />
i) Mengembangkan rencana tindakan perbaikan<br />
j) Pelaksanaan tindakan perbaikan<br />
k) Tindak lanjut program.<br />
6. Pengawasan<br />
Pengawasan efektif terhadap program sangat penting untuk menjamin adanya penanggung jawab program dan memastikan bahwa kegiatan program dilaksanakan sesuai rencana dan hasilnya dikomunikasikan kepada seluruh jenjang organisasi yang relevan.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
KESIMPULAN<br />
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah penting dan sudah merupakan tuntutan karena adanya berbagai faktor penyebab. Untuk mencapai hasil yang baik maka upaya tersebut harus dilaksanakan secara terpadu, multidisiplin, melibatkan seluruh karyawan terkait, pasien/keluarganya, serta hendaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan (built-in) dari pelayanan itu sendiri, yang harus dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan. Upaya menjaga mutu diperlukan suatu tanggung jawab yang besar dari organisasi yang harus tercermin dalam misi, tujuan, perencanaan, penganggaran dan evaluasi prestasi baik.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Azrul Azwar. 1993. Standar dalam Program Menjaga Mutu. Jakarta: MKMI.<br />
Azrul Azwar. 1993. Konsep Mutu dalam Pelayanan Kesehatan. Jakarta: MKMI.<br />
Departemen Kesehatan RI. 1992. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes.<br />
Dep. Kes. RI. 1982. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Depkes <br />
Dep. Kes. RI. 1992. Modul Pelatihan Rumah Sakit, Mutu Pelayanan. Jakarta: Depkes.<br />
Samsi Jacobalis. 1989. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: PT Citra Windu Satria.katonhttp://www.blogger.com/profile/03958586580845531521noreply@blogger.com0