Cari

PROFIL

Foto saya
DLM HIDUP BANYAK COBAAN MENGHADANG. DLM HTI: "YA ALLAH BANTU Q HDAPI SEMUA INI N TABAHKANLAH HATI INI". SESULIT APA PUN HIDUP INI JANGAN PERNAH MENYERAH DLM SETIAP COBAAN PASTI ADA HIKMAH DIDALAMNYA. KARENA ITU ---->BERUSAHA DAN BERDOALAH CZ -BERUSAHA TANPA DOA SOMBONG- DOA TANPA USAHA BOHONG- OPTIMIS PASTI BISA!

Senin, 01 November 2010

Makalah Infeksi Sifilis, Penyakit kelamin, Penyakit seksual menular pada Pria dan Wanita

Makalah Infeksi Sifilis pada Pria dan Wanita melalui hubungan Seksual
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri Troponema Pallidum. Penularan melalui kontak seksual, melalui kontak langsung dan kongenital sifilis (melalui ibu ke anak dalam uterus)

Gejela dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan ; sebelum perkembangan tes serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut “Peniru Besar” karena sering dikira penyakit lainnya. Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementar di Cina, laporan menunjukkan jumlah kasus yang diaporkan naik dari 0,2 per 10.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.00 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
- Dapat mengidentifikasi dan mendeteksi secara dini penyakit sifilis pada bumil, bulin dan nifas.
2. Tujuan Khusus
- Dapat mengetahui pengertian sifilis
- Dapat mengetahui penyebab dan gejala
- Mengetahui pengobatan dan penanganannya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS SIFILIS
(Lues Raja Singa)
A. Pengertian Sifilis
Penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakiti ini mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, saraf dan dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang di kandungnya. Sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada bayi tersebut. Sifilis sering disebut sebagai “Lues Raja Singa”.
B. Etiologi
- Kuman Penyebabnya : Treponema pallidum
- Perantara : Manusia
- Cara Penularan : Kontak seksual, Ibu kepada bayinya
- Tempat Kuman Masuk : Penis, vagina, anus, mulut, dan transfusi
- Tempat Kuman Keluar : Penis, vagina, mulut, dan ibu hamil kepada
bayinya.
C. Gejala Klinis
Masa inkubasi antara 1090 hari, dngan gejala:
Tahap 1
9-90 hari setelah terinfeksi. Timbul: luka kecil, bundar dan tidak sakit chancre- tepatnya pada kulit yang terpapar/kontak langsung dengan penderita. Chancre tempat masuknya penyakit hampir selalu munci di dalam dan sekitar genetalia, anus bahkan mulut. Pada kasus yang tidak dibobati (sampai tahai 1 berakhir), setelah beberapa minggu, chancre akan menghilang tapi bakteri tetap berada di tubuh penderita.
Tahap 2
1-2 bulan kemudian, muncul gejala lain: sakit tenggorokan, sakit pada bagian dalam mulut, nyeri otot, dmam, lesu, rambut rontok dan terdapat bintil. Beberapa bulan kemudian akan menghilang. Sejumlah orang tidak mengalami gejala lanjutan.
Tahap 3
Dikenal sebagai tahap akhir sifilis. Pada fase ini chancre telah menimbulkan kerusakan fatal dalam tubuh penderita. Dalam stase ini akan muncul gejala: kebutaan, tuli, borok pada kulit, penyakit jantung, kerusakan hati, lumpuh dan gila. Tahap letal.
D. Cara Penularan
Harus terjadi kontak langsung dengan kulit orang yang telah terinfeksi disertai dengan lesi infeksi sehingga bakteri bisa masuk ke tubuh manusia. Pada saat melakukan hubungan seksual (misal) bakteri memasuki vagina melalui sepalut lendir dalam vagina, anus atau mulut melalui lubang kecil. Sifilis sangan infeksius pada tahap 1 dan 2. selain juga dapat disebarkan per-plasenta.
E. Sifilis Yang Menyertai Kehamilan dan Persalinan
Apabila infeksi pada kehamilan karena tidak melakukan pemeriksaan antenatal yang adekuat akan mempunyai pengaruh buruk pada janin. Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus, dan partus prematurus, dan dapat juga di dapatkan gejala-gejala sifilis kongenital.
Pada persalinan tampak janin ataupun plasenta yang hidropik (Sarqono, 2007).
F. Pengobatan
Pengobatan sifilis dalam kehamilan yaitu dengan penisilin.
1 kali penyuntikan penisilin dirasa telah cukup adekuat, meski beberapa penderita memerlukan 1-3 kali injeksi penisilin. Dokter akan meminta penderita yang telah menjalani medikasi untuk melakukan tes darah setahun kedepan, dimaksudkan untuk memastikan bakteri telah lisis dari tubuh penderita. Menerapkan pola hubungan seksual yang sehat dan aman. Bagi penderita yang alergi penisilin, dapat diganti dengan eritromycine atau tetrasiklin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sifilis merupakan infeksi kronik menular yang disebabkan oleh bakteri troponema pallidum, menginfeksi dan masuk ke tubuh penderita kemudian merusaknya.
Pengobatan sifilis efektif diberikan antibiotik penicilin.
B. Saran
Bagi ibu hamil diharapkan untuk melakukan pemeriksaan Antenatal minimal 4 x selama kehamilan agar dapat mendeteksi dini komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://onlinelibraryfree.com/
Sarwono Prawirohardjo, 2007. Ilmu Kebidanan, Jakarta. YBPS
Sarwono Prawirohardjo, 1999. Ilmu Kebidanan Edisi Kedua, Jakarta. YBPS
Prof. R. Suleman Sastrawinata, 1981. Obstetri Patologi Bagian Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
Prof. R. Rusram Mochtar, MPH, Sinopsis Obtetri, Penerbit buku kedokteran, EGC
Http://arycomcum.blogspot.com/2009/06/sifilis.html

Makalah kesehatan wanita Servisitis atau Adnexsitis, penyakit kanker serviks pada wanita

Servisitis atau Adnexsitis pada wanita

BAB I
1.1. LATAR BELAKANG




Serviks adalah penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman kedalam genetalia internal, dalam hubungan ini seorang nulipara dalam keadaan normal kanalis servikalis bebas kuman. Pada multipara dengan ostium uteri eksternum sehingga lebih rentang terjadinya infeksi oleh berbagai kuman-kuman yang masuk dari luar ataupun oleh kuman endogen itu sendiri. Jika seviks sudah infeksi maka akan mempermudah pula terjadinya infeksi pada alat genetalia yang lebih tinggi lagi seperti uterus, tuba atau bahkan sampai ke ovarium dan karena itu fungsi genetalia sebagai alat reproduksi bisa terganggu/bahkan tidak bisa difungsikan.

Begitu juga adnexsitis, yaitu pandangan pada tuba dan ovarium secara bersama. Dimana jika itu terjadi ovarium untuk menghasilkan sel telur sebagai saluran untuk lewatnya sel telur bisa terganggu sehingga fungsi wanita untuk melanjutkan keturunan pun bisa terganggu.

Oleh karena itu diharapkan mahasiswa mampu memahami apa itu pandangan pada alat genetalia wanita, dan makalah ini penulis membahas mengenai servisitis dan adnexsitis.

1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas makalah dan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai peradangan dalam genetalia wanita pada umumnya dan servisitis atau adnexsitis pada khususnya.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Dapat memahami apa itu yang dimaksud servisitis dan adnexsitis.
2. Dapat mengeti dan memahami apa itu penyebab sertivitis dan adnexsitis.
3. Mampu mengetahui gejala servisitis maupun adnexsitis.
4. Dapat mengetahui klasifikasi dari servisitis dan adnexsitis.
5. Dapat mengerti dan memahami bagaiman cara mengenali servisitis maupun adnexsitis.
6. Dapat mengetahui dan mampu mengaplikasikan bagaimana penatalaksanaan maupun rencana asuhan yang dapat diberikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Servisitis
Serviks uteri adalah penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman kedalam genetalia internal, dalam hubungan ini seorang multipara dalam keadaan normal kanalis sevikalis bebas kuman. Pada multipara denga ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka bebas keatas dari daerah bebas kuman ialah ostium uter internum.
Pada beberapa penyakit kelamin, seperti gonorbe, sifilis, ulkus mole, dan granuloma ingunale serta pada tuberkulosis dapat ditemukan radang seviks.

1. Definisi
Serviks adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. Karena epited selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris, sehingga lebih mudah terinfeksi dibanding selaput lendir vagina. (Gynekologi. FK UNPAD, 1998).

2. Etiologi
Servisitis di sebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomas vaginalis, kandrada dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus, e. coli, dan stapilococus. Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi komik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma.
Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti diatas , dan lain-lain.

3. Gejala Klinis

* Flour hebat, biasanya kental atau perullent dan biasanya berbau.

* Sering menimbulkan arusio (erythroplaki) pada portio.

* Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat melihat flour yang purulent keluar dari kanalis servikalis. Kalau partio normal tidak ada ectropion, maka harus diingat kemungkinan gonorrae.

* Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vilvitis.

* P ada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh ovulanobethi dan akibat retensi kelenjar-kelenjar serviks karena saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau karena peradangan.

* Gejala-gejala non spesifik seperti dipareuni, nyeri punggung kemih.

* Perdarahan saat melakukan hubungan seks.

4. Klasifikasi
a. Servisitis Akuta
Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada gonorroe. Infeksi potobaartum, postpartum, yang disebabkan oleh streptococcus, sthapilococus, dan lain-lain. Dalam hal ini streptococcus merah bengkak dan mengeluarkan cairan mukopuralent, akan tetapi gejala-gejala pada servik baisanya tidak berapa tampak setengah-setengah gejala lain dari infeksi yang bersangkutan.
Pengobatan diberikan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut. Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau dapat menjadi kronika.

b. Servisitis Kronika
Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada servik karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman kedalam endoserviks serta kelenjar-kelenjar infeksi menahun.
Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :

1. Serviks kelihatannya normal, hanya pada pemeriksaan mikrokopis ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Servisitis ini meniumbulkan gejala, kecuali pengeluaran secret yang agak putih-kuning.
2. Disini ada partio uteri disekitar ostium uteri eksterum, tampak daerah kemerah-merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epikel porsio di sekitarnya, secret yang dikeluarkan terdiri atas mucus bercampur nanah.
3. Sobeknya pada serviks uteri disini lebih luas dan mokosa endoserviks lebih kelihatan dari luar (ekstropion). Kukosa dalam keadaan demikian mudah terkena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, servik bisa menjadi hipertopis dan mengeras, secret mukopurulent bertambah banyak.

5. Pemeriksaan Khusus

1. Pemeriksaan dengan speculum.
2. Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan.
3. Pap smear.
4. Biakan damedia.
5. Biopsy.

Pemeriksaan dengan speculum dimana vagina dibuka untuk dapat melihat lebih jelas servik, kemudian ambil sedikit lendir atau cairan yang ada pada mulut servik, taruk kedalam hapus karena media hapus berfungsi untuk menaruk cairan servik yang akan diperiksa/dibiakkan. Papsmeat pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya serviksitis, contoh pemeriksaan lab atau biopsy untuk dapat mengetahui lebih pasti.

6. Penatalaksanaan

1. Antibiotikan terutama kalau dapat ditemukan genecoccus dalam secret.
2. Kalau servisitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam A9NO3 10% dan irigasi.
3. Servisitis yang tidak mau sembuh dari tolong operatif dengan melakukan konisasi, kalau sebabnya ekstropion dapat dilakukan lastik atau amputasi.
4. Erosion dapat disembuhkan dengan obat keras seperti, A9NO3 10% atau albothyl yang menyebabkan nekrose epitel silindris dengan harapan bahwa kemudian dari ganti dengan epitel gepeng berlapis banyak.
5. Servisitis kronika pengobatannya lebih baik dilakukan dengan jalan kauterisasi radral dengan termokauter atau dengan krioterapi.

7. Terapi

* Antibiotika terutama kalau dapat ditemukan genecoccus dalam secret.
* Kalau serviks tidak spesifik dapat diobati dalam argentetas netrta menyebabkan dengan epitel slindris, dengan harapan bahwa kamudian diganti dan epitel gepeng berlapis banyak.
* Kauterisasi-radikal dengan termokauter, atau dengan krioterapi. Sesudah kauterisasi terjadi nekrosis. Jaringan yang meradang terlepas dalam kira-kira 2 minggu dan diganti tambahan oleh jaringan menahun mencapai endoserviks jauh kedalam kanalis crevikalis. Perlu dilakukan konisasi dengan menganggkat sebagian besar mukosa endocerviks. Jia sobekan dan infeksi sangat luas, maka dilakukan amputasi serviks.

KESIMPULAN
Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis dan juga merupakan infeksi non spesifik dari serviks, erosi ringan (permukaan licin), erosi kapiler (permukaan kasar), erosi folikuler (kistik) dan biasanya terjadi ada serviks bagian posterior, disebabkan oleh kuman-kuman seperti :
- Trikomonas vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme.
- Aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus, enterococcus, e. Coli dan stapilococus. Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi kromik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma dan dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain.
Servisitis terbagi atas :
- Servisitis akuta
- Servisitis kronika

SARAN
Diharapkan wanita terutama yang beresiko tinggi terkena penyakit tersebut memahami dan mengerti mengenai penyakit sehingga bisa dilakukan penanganan labih awal dan menghindari terjadinya kegawatan.
Wanita yang tidak beresiko juga menghindari terjadinya terjangkitnya penyakit ini.
Keperawatan harus memberikan asuhan yang berkualitas untuk menghindari angka kesakitan.

DAFTAR PUSTAKA
- http://onlinelibraryfree.com
- David Ovedoff. 1995
Kapita Kedokteran. Jakarta : Bina Pura Pustaka
- Manuaba. 1998. Ilmu Kedokteran
Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
- http://www.askep-askeb-kita.blogspot.com/

Distosia bahu 3

distosia bahu
DISTOSIA BAHU
Distosia bahu adalah :

 Impaksi bahu depan diatas simfisis
 Ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme/cara biasa
Faktor Risiko
 Kehamilan lewat waktu
 Obesitas maternal
 Riwayat distosia bahu sebelumnya
 Persalinan pervaginam dg tindakan
 Partus lama
 DM yg tidak terkontrol
Diagnosis
 “Turtle Sign”
 Tidak terjadi gerakan/ restitusi spontan
 Gagal lahir dg tenaga ekspulsi
 Adanya faktor risiko hanya ditemukan pada 50 % kasus
Pengelolaan
 A sk for help
 L ift the legs & buttocks
 A nterior shoulder
disimpaction
 R otation of posterior
shoulder
 M annual removal posterior
arm
Distosia bahu bukanlah masalah pada soft tissue ibu, namun episiotomi mungkin dapat memfasilitasi manuver2 tsb

Upaya utk memudahkan melakukan manuver2 tsb :
 Episotomi
 Knee chest position

Hindari 4 P :
1. Panic
2. Pulling : menarik kepala bayi
3. Pusshing : dorongan fundus
4. Pivoting : angulasi kepala

LANGKAH :
 Ask for help : 2 tim
 Lift the legs & buttocks (Mc Robert)

Anterior shoulder disimpaction :
- Eksternal : Massanti
- Internal : Rubin (dg episiotomi)
 Rotation :

Bahu blk :
- Wood
- Wood Corkscrew
 Manual removal of posterior arm (Shwartz) dg episiotomi
 Roll over : ulangi
knee chest (Gaskin)

Ask For Help
 Mintalah pertolongan
 Mintalah ibu untuk kooperatif
 Panggil partner
 Beritahu personel lainnya
Lift the legs & buttocks
 McRobert’s Manuver:
Angkat  Kaki & Bokong
 Fleksi paha ke abdomen
 Sudut inklinasi pelvik berkurang
 Membutuhkan asisten
 70% kasus berhasil lahir dg manuver ini


Anterior Shoulder Disimpaction (Eksternal)
 Disimpaksi bahu depan dengan
penekanan di suprapubis
(Massanti Manuver)
 Abdominal approach
 Diameter biakromial lebih kecil

 Tidak menekan fundus


Anterior Shoulder Disimpaction
(Internal)
 Rubin Manuver
 Vaginal approach
 Adduksi bahu depan dg penekanan pd bag belakang bahu  bahu didorong ke depan ke arah dada
 Pertimbangkan episiotomi
 Tidak melakukan dorongan fundus

A. Diameter Bahu-bahu
B. Bahu yg plg mudah dijangkau di tekan kedepan mnj dada bayi  menyebabkan abduksi kedua bahu, shg diameter bahu-bahu mengecil dan impaksi bahu depan terbebas


Rotasi Bahu Belakang
(Wood)
 Tekan bagian depan dari bahu belakang  kearah punggung bayi
 Dapat dikombinasi dg anterior disimpaction
 Tidak melakukan dorongan fundus
Rotasi Bahu Belakang
 Woods Corkscrew Manoeuver
 Dilakukan simultan dg disimpaksi bahu depan
 Bag depan bahu belakang ditekan, dan dilakukan rotasi 180o ke arah anterior (kearah dada bayi)

Woods Maneuver : Tangan diletakkan di blk bahu blk anak,
kmd dirotasi 180 derajat ke anterior 
impaksi anterior terbebas
Removal Posterior Arm
(Shwartz)
 Lengan bayi biasanya fleksi pd siku
 Bila lengan tidak fleksi Dorong lengan pd siku
 Dorong lengan kearah dada
 Ambil tangan  lahirkan tangan

1. Dengan episiotomi
2. Knee chest position : Memudahkan melahirkan
bahu belakang
Tindakan lain
 Patahkan klavikula
 Zavanelli Maneuver: - menempatkan kembali kepala
di pelvik  SC
 Simfisiotomi
Komplikasi
 Fetal/Neonatal :
1. kematian
2. asfiksia dan gejala sisanya
3. fraktur : klavikula, humerus
4. brachial plexus palsy

 Ibu :
1. Perdarahan post partum
2. Ruptura uteri
 Setelah tindakan :
- Waspada perdarahan post
partum
- Inspeksi adanya laserasi dan
trauma maternal
- Periksa bayi : adakah jejas
- Terangkan tindakan yg telah
dilakukan

Distosia bahu 2

Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan.

Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi.

Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa diatas.

Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60 detik.

American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) : angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4%.

image

KOMPLIKASI DISTOSIA BAHU :

Komplikasi Maternal

* Perdarahan pasca persalinan
* Fistula Rectovaginal
* Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”
* Robekan perineum derajat III atau IV
* Rupture Uteri

Komplikasi Fetal

* Brachial plexus palsy
* Fraktura Clavicle
* Kematian janin
* Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
* Fraktura humerus

Prediksi dan pencegahan Distosia Bahu

Meskipun ada sejumlah faktor resiko yang sudah diketahui, prediksi secara individual sebelum distosia bahu terjadi adalah suatu hal yang tidak mungkin.

Faktor resiko:

Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.

Faktor Resiko Distosia Bahu :

1. Maternal

* Kelainan anatomi panggul
* Diabetes Gestational
* Kehamilan postmatur
* Riwayat distosia bahu
* Tubuh ibu pendek

2. Fetal

* Dugaan macrosomia

3. Masalah persalinan

* Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)
* “Protracted active phase” pada kala I persalinan
* “Protracted” pada kala II persalinan

Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.

Ginsberg dan Moisidis (2001) : distosia bahu yang berulang terjadi pada 17% pasien.

Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) untuk penatalaksanaan pasien dengan riwayat distosia bahu pada persalinan yang lalu:

1. Perlu dilakukan evaluasi cermat terhadap perkiraan berat janin, usia kehamilan, intoleransi glukosa maternal dan tingkatan cedera janin pada kehamilan sebelumnya.
2. Keuntungan dan kerugian untuk dilakukannya tindakan SC harus dibahas secara baik dengan pasien dan keluarganya.

American College Of Obstetricians and Gynecologist (2002) : Penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa :

1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah.
2. Tindakan SC yang dilakukan pada semua pasien yang diduga mengandung janin makrosomia adalah sikap yang berlebihan, kecuali bila sudah diduga adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram.

PENATALAKSANAAN

1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.
2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.
3. Lakukan episiotomi.

Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver :

1. Tekanan ringan pada suprapubic
2. Maneuver Mc Robert
3. Maneuver Woods
4. Persalinan bahu belakang
5. Maneuver Rubin
6. Pematahan klavikula
7. Maneuver Zavanelli
8. Kleidotomi
9. Simfsiotomi

1. Tekanan ringan pada suprapubic

Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.

image

Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada kepala janin.

2. Maneuver Mc Robert

Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.

Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu

Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.

image

Maneuver Mc Robert

Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah vertikal)

image

Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray

Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis pubis

3. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )

Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw” maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.

image

Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis

4. Melahirkan bahu belakang

image

A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku

B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin

C. Lengan posterior dilahirkan

5. Maneuver Rubin

Terdiri dari 2 langkah :

(1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :

(2). Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubisimage

Maneuver Rubin II

A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah

B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit

6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.

7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC.

Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi.

Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.

8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.

9. Simfisiotomi.

Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu

1. Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.
2. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
3. Lakukan episiotomi mediolateral luas.
4. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala.
5. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.

Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :

1. Wood corkscrew maneuver
2. Persalinan bahu posterior
3. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.

Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.

Rujukan

1. American College of Obstetrician and Gynecologist : Shoulder dystocia. Practice Bulettin No 40, November 2002
2. Ferguson JE, Newberry YG, DeAngelis GA et al: The fetal-pelvic index has minimal utility in predicting fetal-pelvic disproportion.Am J Obstet Gynecol 179;1186, 1998
3. Gherman RB,Ouzounian JG,Goodwin TM: Obstetric maneuvers for shoulder dystocia and associated fetal morbidity. Am J Obstet Gynecol 178:1126, 1998
4. Gherman RB,Ouzounian JG,Satin AJ et al: A comparisson of shoulder dystocia-associated transient and permanent brachial plexus palsies . Obstet Gynecol 95:43,2003
5. Hernandez C, Wendell GD: Shoulder dystocia. In Pitki RM (ed) Clinical Obstetrics and Gynecology Vol XXXIII. Hagerstown Pa,Lippincott 1990, p526
6. Jennet RJ, Tarby TJ: Disuse osteoporosis as evidence of brachial plexus palsy due to intrauterine fetal maladaptation. Am J Obstet Gyncol 185:236, 2001
7. Jennet RJ, Tarby TJ, Krauss RL : Erb’s palsy contrast with Klumpke’s and total palsy: Different mechanisme are involved. Am J Obstet Gyncol 186:1216, 2002
8. Lam MH, Wong GY, Lao TT: Reappraisal of neonatal clavicular fracture : Relationship between infant size and neonatal morbidity Obstet Gynecol 100:115, 2002
9. Llewelyn-Jones : Obstetrics and Gynecology 7th ed. Mosby, 1999
10. Spong CY, Beal M,Rodrigues D,et al: An onjective definition of shoulder dystocia : Prolonged head-to-body delivery intervals and/or the use of ancillary obstetric maneuvers. Obstet Gyncol 86;433, 1995

Distosia bahu

Quantcast
Shoulder dystocia Posted on October 10, 2008 by Yayan AI | 1 Comment 3 2 i Rate This shoulder dystocia Quantcast fetal shoulder is lodged and can not be born after the fetal head was born. Handling of common shoulder dystocia: * In every birth, be prepared to deal with shoulder dystocia , especially in labor with a big baby. * Prepare some people to help. - The diagnosis of shoulder dystocia:

Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.

Penanganan umum distosia bahu :

* Pada setiap persalinan, bersiaplah untuk menghadapi distosia bahu, khususnya pada persalinan dengan bayi besar.
* Siapkan beberapa orang untuk membantu.

-

Diagnosis distosia bahu :

* Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva.
* Dagu tertarik dan menekan perineum.
* Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis pubis.

-

Penanganan distosia bahu :

1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :

* Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis. Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
* Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu. Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.

4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :

* Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina.
* Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum
* bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
* Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah sternum.

5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :

* Masukkan tangan ke dalam vagina.
* Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.

6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :

* Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
* Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.

-

Referensi :

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Editor : Abdul Bari Saifuddin, Gulardi Hanifa Wiknjosastro, Biran Affandi, Djoko Waspodo. Ed. I, Cet. 5, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003.

APA BLOG INI CUKUP MEMBANTU ANDA?